“Apapun alasanya, kamu akan tetap di pecat dari rumah sakit ini.” Rafael tersenyum lalu mengangguk.

“Aku permisi.” ujarnya yang langsung membuat Alea terbengung mentap kepergian mantan tunanganya.

Hatinya tidak sakit. Tapi, harga dirinya sebagai puteri pemilik rumah sakit ini serasa terkoyak.

.

“Dimana wanita itu?” tanya Rafael kala ia datang ke resto pavoritnya dan dia di buat patah hati kala yang melayaninya itu bukan wanitanya.

“Um maksudnya Mbak Janet?” tanya lelaki itu yang langsung membuat Rafa mendongak dan mengangguk.

“Dia sedang beristirahat Pak, kalau boleh saya tahu, apa pesanan Bapak?” tanya Gio, Rafa melihat name tagnya waiters yang tengah melayani Rafa ,Gio.

“Aku menunggu dia saja,” putus Rafa dan Gio langsung menganggukan kepalanya.

“Sampaikan kepadanya, kalau ada aku.” ujar kembali Rafa dan Gio kembali tersenyum, mengacungkan jempolnya dan mengangguk.

.

30 menit Rafa menunggu dan dengan terpaksa juga Rafa harus memesan tanpa wanitanya.
Entah kemana kaburnya wanita itu sehingga harus menghindarinya dan bisa di katakan kalau dia tengah menghindarinya saat ini.

Gio yang melihat lelaki yang menanyakan Janeet langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia sedikit tersenyum kecut dan menyeringai.

“Tunggu saja sampai besok.” gumam Gio sembari berlalu dan memberikan pelayananya kembali.

Rafa kembali mengecek jam tanganya, sudah 1 jam dia terduduk di kursi itu dan sudah 3 gelas kopi yang telah ia tenggak sampai habis.

Ia menghembuskan kembali nafasnya, entah untuk yang keberapa kali, tapi Rafa harus pergi sekarang.

Tidak, tidak untuk menyerah begitu saja, namun Rafa akan mempermudah jalannya menumui wanita itu.

Tenang saja, hanya memerlukan sedikit pengorbanan dan, hap. Umpan tertangkap. Rafa menyeringai dan berdiri bergegas untuk mempersiapkan dirinya.

.

Janeeta masih terdiam memegang tangan mungil puteri satu-satunya itu.
Wajahnya sangat pias dan sangat lemah terlihat, Janeet kembali memejamkan kedua bola matanya.

Ibu macam apa dia ini?

.

Rafa dengan setelan jas hitam yang terlihat mewah itu turun dari mobilnya.

Sesekali ia membenarkan kerah jasnya dan tersenyum miring.

Tunggu aku sayang.

.

“Cih, bukannya aku tak menghargai kerjamu di Rumah Sakit itu tapi, kamu telah membuat puteriku menanggung malu karena harus membatalkan pertunanganya secara sepihak—“

“Saya telah mengajukan untuk membatalkan pertunanganya atas nama saya sendiri.”

“Dan membuat anakku menanggung malu lebih dari ini?” ujar lelaki itu yang tak kalah mewah dari Rafa.

Rafa terdiam dan mengehembuskan napasnya perlahan.

“Maafkan saya, bukan maksudku untuk mengecewakan kalian, sedari awal juga saya sudah tidak setuju dengan di adakanya pertunanagan ini. Entah apa yang Anda untungkan dari pertunangan ini tapi, saya dengan hormat ingin membatalkan pertunangan ini. Entah apapun konsekuensinya nanti saya akan menanggungnya sendiri.”

Lelaki tua itu menghela napsnya dan sedikit memejamkan kedua boala matanya.

“Maafkan saya, saya hanya sedikit tak fokus tadi Rafa, tapi, mau bagaimana pun, aku akan tetap mengeluarkanmu dari rumah sakit.” Rafa menganggukan kepalanya.

“Bukan ingin saya Rafa, aku tak ingin terjadi apa-apa terhadap kamu nantinya. Kamu tahukan Mommynya Alea itu seperti apa?” Rafa lagi-lagi menganggukan kepalanya.

Mommynya Alea memang wanita cantik. Tapi,di balik kecantikannya itu, bisa membuat Rafa menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis fikir.

“Terimakasih, sekarang sudah jelas mau dibawa kemana hubungan kita, biar saya yang akan menyampaikan kepada Kakek dan Nenek.” Rafa menundukan kepalanya dan meneggakan kembali kepalanya.

Ia berlalu tanpa memakan makanan yang sudah disiapkan, bukan apa-apa, sedari tadi pikiranya selalu merjerumus pada wanitanya.

Ia tak sabar untuk berjumpa.

“Yes!” ujar tiba-tiba Rafa kala ia sudah keluar dari Restoran terkenal itu. senyumanya langsung tersunggung tana segan. Rona bahagia sangat jelas kentara dari wajah lelaki itu.

Malam semakin larut dan senyuman Rafa semakin mengembang.

Masih dengan mobilnya, Rafa menghentikan mobilnya dengan  seketika kala melihat pemuda yang akhir-akhir ini menghuni pikiranya.

Ia keluar dari mobilnya melangkahkan kakinya kearah pemuda yang tengah menjinjing 2 kresek putih yang penuh.

“Faustan.” ujar Rafa terburu-buru karena pemuda yang akan di sapanya juga terlihat terburu-buru.

Pemuda itu langsung mendongak dan menatap kearah Rafael dengan tatapan bingung dengan alisnya yang terangkat satu.

“Ya?” tanyanya dan Rafael langsung tersenyum dan mengambil salah satu kresek yang di jinjing Faus.

Faus hanya bisa  menghela napasnya dan mengikuti kemana Rafael membawa barang belanjaanya.

“Kau tidak memakai motormukan?” tanya Rafa dan Faus hanya menggelang serta tanpa perintah Faus langsung mendudukan dirinya di dalam mobil Rafael, lelaki itu, Rafael, tersenyum.

“Kerumahkan?” tanya Rafael dan menatap kearah Faus begitupun dengan Faus.

“Rumah Sakit.” ujar Faus dan langsung membuat Rafael tertegun seketika.

Minggu, 19 November 2017

Our StoryWhere stories live. Discover now