"Hei..."

Lampu ruangan itu ia hidupkan. Tas yang ia pegang sedari tadi, langsung ia letakkan di samping meja. Lalu, tubuh kucing itu ia gendong dengan perlahan.

"Lo laper?" tanyanya pelan. Tatapan matanya yang sendu, membuat si kucing kembali menggesekkan kepalanya ke rahang bawah El. Lalu, menjilat bibir Tuannya itu.

Sebelum lidah kecil peliharaannya menyentuh bagian yang terluka, El sudah menurunkannya terlebih dahulu. Setelah itu, berjalan menuju rak makanan yang berada di sebelah kulkas dan mengambil makanan kucing.

"Poppy, kemari.." kucing yang awalnya duduk diam di dekat sofa itu, langsung mendekat begitu El mengulurkan tangannya. Ia mengeong pelan, dan memakan makanannya.

El pun kembali beranjak menuju kamar mandi yang terletak di sisi lain kulkas sambil membuka seragam kotornya, dan segera membasuh diri.

Tak lama kemudian, ia keluar hanya dengan handuk. Lalu, memutuskan untuk menutup jendela-jendela di rumahnya serta menutup pintu balkon yang berupa kaca geser dengan gorden. Setelah itu, masuk ke dalam kamar dan memakai sebuah celana panjang hitam berbahan kain.

Sebelum ia memakai baju, tak lupa ia mengobati luka-lukanya terlebih dahulu.

Poppy yang baru selesai makan, langsung bergelung di sampingnya.

Tidak ada yang parah kali ini. Sabetan cutter yang melukainya pun tidak terlalu dalam. Hanya beberapa memar yang membuat tubuhnya tampak semakin menyedihkan.

Kotak P3K ia tutup. Kaos lengan panjang yang tergeletak di dekatnya langsung ia pakai. Menyembunyikan luka-luka baru serta bekas luka yang tak bisa hilang. Lalu, meletakkan kotak itu di tempatnya semula.

Poppy langsung menegak begitu merasakan Tuannya beranjak menjauh dari dirinya.

Si pemuda cokelat segera memakai sebuah hoodie berwarna abu-abu, dan menyembunyikan helai mahkotanya dengan tudung yang ada dihoodie tersebut.

Ia mengelus kepala Poppy pelan, "Gue pergi dulu. Terus jadi anak baik selama gue pergi, ngerti?"

"Nyaa~"

"Good boy."

Ia pun segera memakai sepatunya, lalu keluar dan menguci pintu kembali. Kedua kakinya pun segera melangkah meninggalkan bangunan tua itu. Pergi menuju sebuah restoran di mana tempatnya mencari uang.

El tidak memiliki kendaraan pribadi. Jalan kaki adalah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan untuk menuju ke mana pun. Menggunakan transportasi umum terlalu memakan banyak waktu menurutnya. Apalagi jika macet parah terjadi. Dan saat ini adalah jam-jamnya menuju makan malam, serta jam pulang kantor. Jalanan pasti dipenuhi oleh kendaraan.

Kedua tangan El masuk ke dalam saku hoodie. Sesekali ia membetulkan letak tudungnya saat melewati orang-orang di pinggir jalan. Berharap tidak ada salah satu gerombolan Cakra atau siapapun yang satu sekolah dengannya menyadari kehadirannya.

Ia memerlukan waktu sebanyak 20 menit untuk sampai ke tujuan. Lalu, segera masuk ke dalam restoran melalui pintu belakang.

"Kenapa penampilanmu selalu begitu sih?"

El tersentak dan menoleh. Seorang pemuda manis yang lebih tua beberapa tahun darinya berdiri sambil berkacak pinggang.

"Orang-orang akan salah sangka, dan bisa mengiramu pencuri," gerutunya.

Pemuda cokelat itu tak menjawab. Ia hanya melepaskan hoodienya dan berjalan menuju ruang loker khusus staff.

"Eh! Bibirmu kenapa?! Berkelahi lagi ya?!" seru pemuda manis itu khawatir.

Happiness [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang