Bisakah aku?

301 19 12
                                    

Malam ini sama seperti malam-malam sebelumnya. Diriku masih tetap sama, masih tetap memikirkan dia. Rasanya seperti baru kemarin kita bersama tapi kini kau menghilang. Suaranya masih ku ingat, suara yang terkadang membuatku kesal tapi lebih sering menbuatku bahagia ketika mendengarnya.

"Pegangan yang erat, Ana. Aku tidak ingin kau terjatuh."

Suara itu terus terngiang-ngiang di telingaku, suara itu terus mengusik indra pendengaranku. Suara yang membuatku kesal tapi bisa membuatku tenang. Bisakah aku mendengar suaramu sekali lagi?

Aku melangkahkan kakiku menuju ke rak buku yang terletak di pojok kamar. Rak buku yang dulunya hangat karena sering tersentuh tangannya yang hangat. Kenangan itu kembali terputar.

"Aku lebih mencintai buku tua ini daripada dirimu ataupun diriku sendiri, Ana. Karena buku tua ini kita bisa bertemu. Karena sebuah buku tua kita bertengkar dan bertemu untuk pertama kalinya. Jika tidak ada buku tua ini, jika saat itu orang lain yang lebih dulu melihat buku tua ini, mungkin sekarang kau tidak akan berada di dalam dekapanku."

Tanganku menyentuh pelan rak buku ini, berusaha memberikan kehangatan yang dulu pernah diberikan dirimu. Rak buku ini terasa begitu dingin, sama seperti diriku yang dingin karena kehilangan dirimu. Bisakah aku merasakan kehangatannya sekali lagi?

Aku kembali melangkahkan kakiku, kali ini menuju jendela kecil yang selalu tertutup kain putih semenjak kepergianmu. Tanganku menyibak sedikit kain putih itu, mencoba mengintip senja dan kehidupan di luar sana. Orang-orang berlalu-lalang, beberapa orang tertawa bahagia, beberapa lagi tersenyum palsu. Satu kenangan kembali terputar.

"Jangan mengerucutkan bibirmu seperti itu, Ana. Kau terlihat begitu cantik jika sedang merajuk. Aku tidak ingin orang lain melihat kecantikanmu itu."

Aku tertawa. Tawa yang mungkin hanya dimengerti arti sebenarnya oleh orang-orang seperti diriku, orang-orang yang kehilangan seseorang yang begitu berharga dalam hidup mereka. Bisakah aku mendengar rayuannya sekali lagi?

Aku kembali melangkahkan kaki yang lelah menopang diriku yang juga sudah lelah menghadapi kenyataan. Kali ini tujuanku ke lemari tua. Pakaian-pakaiannya masih tergantung rapi di dalam lemari tua ini, aroma tubuhnya menguar membuat satu kenangan kembali menghampiriku.

"Pakai jaket ini, Ana. Kau tahu aku orang yang pemarah. Aku tidak ingin marah pada angin yang tidak bisa ku lihat hanya karena dia membuatmu sakit."

Tanganku terulur mengambil sebuah jaket. Ku hirup aromanya. Senyum terukir di wajahku menyadari aroma di jaket ini masih tetap sama seperti pertama kali ku pakai. Aromanya masih tetap sama seperti saat aku menghirupnya dari jok belakang motormu saat pulang sekolah. Bisakah aku menghirup aroma tubuhnya sekali lagi?

Mataku berkedip beberapa kali, hatiku sesak. Aku tertawa sekali lagi ketika setetes air mata mengalir dari mataku, melewati pipi, dan berakhir di daguku sebelum jatuh ke lantai.

Mataku kini memandang bayangan diriku, bayangan yang semakin lama terlihat seperti bayangannya.

Aku berbaring di lantai kamar yang dingin. Sudah sedari tadi senja pergi digantikan oleh malam yang dingin.

Ah...

Kenapa semuanya terasa begitu dingin?

Mataku terpejam

Menunggu hari esok dengan harapan yang sama. Harapan yang selalu ku ucapkan semenjak dia pergi.

"Bisakah aku bertemu dengannya sekali lagi untuk yang terakhir kali?"

Ah...

Aku lupa.

Harapanku itu sudah terkabul.

Aku sudah bertemu dengannya.

Dan kini dia sudah pergi bersama malaikat-malaikat yang bercahaya.

Meninggalkanku tanpa penerangan di kamar yang gelap ini.

Semoga kalian suka dengan cerita ini.
Semoga dengan cerita ini kalian bisa sedikit bernostalgia dan mungkin beberapa dari kalian bisa berdamai dengan masa lalu:)
Cerita ini aku tulis hanya untuk sebagai hiburan, jadi tolong maklumi jika aku tidak sering mengupdate cerita ini:)
Happy reading❤️

MemoriesWhere stories live. Discover now