32. Gelisah Dua

15.6K 2.9K 219
                                    

Chapter 32

"Gelisah Dua"





Gue berdiri di depan gerbang sekolah sambil menghela nafas panjang, menatap rentetan pesan yang 1 menit lalu Daniel kirimkan.

Daniel
Gue balik duluan, lo sama Samuel aja gapapa kan?

Sena

Iya

Sekitar 10 menit yang lalu Samuel sudah pulang bersama Jovan. Menyadari hari ini pulang sendirian kedua bahu gue pun menurun. Kenapa nggak dari tadi aja bilangnya, biar gue nebeng ke Samuel. Padahal kelas gue sama kelas Daniel bubarnya hampir barengan, mungkin hanya beda tiga menit dimana kelasnya lebih dulu keluar.

Nggak mau meratapi keadaan, gue pun berjalan ke sisi jalanan, menunggu angkutan umum lewat, kebetulan disana terdapat halte jadi gue bisa duduk dulu. Gue semakin menghela nafas ketika menyadari cairan kecil mulai turun dari langit, alias gerimis.

By the way, gue kepikiran omongan Samuel tadi, soal persentase mereka balikan bisa fifty fifty. Kampret bener si Samuel terlalu jujur.

"Ya abis gimana ya, gue juga kalau jadi Daniel pasti agak berat gitu kalau ketemu doi lagi"

ALASAN MACAM APA ITU.

Tin!

Kepala gue mendongak menemukan sebuah motor lengkap dengan pengendaranya yang berhenti di depan halte. Gue menaikkan sebelah alis, soalnya wajah si pengendara tertutup oleh helm full face, walaupun agak familiar dilihat dari kakinya yang panjang.

Cowok itu melepas helmnya dan tersenyum kecil. Ternyata Ethel Waldy Bistara. "Oy Thel, belum balik lo?" Sapa gue.

Gue mengernyitkan dahi ketika merasa kurang, seenggok daging yang biasanya menempati jok penumpang motor Ethel nggak ada. "Baru mau balik, lo ngapain disini?"

"Nungguin angkot. Sonho mana?" Ethel mengindikkan bahunya. "Semenjak lo pulang bareng Daniel, si Paud jadi sering bareng sama si Bule"

Gue mengangguk kecil. "Daniel mana?" Tanyanya. Lah mana gue tau, kirain dia bilang ke temen-temennya mau kemana. "Balik ke alamnya kali"

"Lo kira temen gue setan" Gue tertawa kecil. "Sejak kapan Daniel bukan setan?"

"Semenjak pacaran sama lo" Ucapnya enteng yang membuat gue sewot dalam hati. Gue melirik arloji di pergelangamn tangan, ini kenapa angkot tumben banget lama lewatnya.

"Buru-buru lo? Balik bareng gue mau?"

Gue mendongak lagi menatap Ethel yang menunggu persetujuan, tak langsung mengiyakan gue mengecek sekitar dulu memastikan bahwa angkot benar-benar belum lewat, soalnya gue kasihan kalau dia nganter gue dulu berarti dia muter.

"Tapi lo muter Thel"

"Yaudah sih, si Bule aja nganterin si Paud muter arah, anggap aja sebagai gantinya Sonho ngerepotin sahabat lo"

Hehe, boleh juga. "Oke deh" Ethel menyerahkan helm yang biasa di pakai Sonho ke gue. Gue yang memang jarang banget inget buat nyantelin dua perekat helm di leher membuat dia mengentikan gue untuk naik. "Heh itu pake dulu yang bener, kalau lo kenapa-napa gue bisa di tubirin sama si Kuda"

Hahaha. Who's Daniel?

Nggak deng bohong bercanda. Gue dibantu dengan Ethel akhirnya selesai memasang helm dengan benar, gue pun naik ke jok penumpang.

"Udah siap?"

"Yoi, siap meluncur!"

Ethel menyalakan mesin motornya dan mengendarai menyusuri jalanan. Gaya bagaimana ia berkendara berbeda dengan Samuel yang seperti orang kesetanan, atau Daniel yang lama banget kayak slow motion dan sekalinya ngebut lebih gila dari Samuel. Naik motor sama Ethel itu adem, tentram, santai, enak pokoknya.

"Thel, lo tau Adara?" Gue melirik wajah Ethel di spion yang sengaja kaca helmnya nggak diturunin, jadi gue bisa lihat ekspresinya seperti apa. Biasa aja.

"Tau. Kenapa?"

"Enggak"

"Nggak usah dipikirin, udah putus juga mereka"

Gue mengangguk pelan tanpa suara. Mata gue mengedar ke pinggir jalan, dimana kebetulan kami melewati sekolah tetangga yang baru saja bubar.

"Cie, tadi ada cewek yang ngeliatin lo loh" Gue menepuk kepala Ethel dengan iseng sambil tertawa kecil mengingat murid perempuan tadi sampai menengok ke arah kami hingga mengabaikan teman-temannya. "Ya terus? Berarti dia punya mata"

Hm. Bambang.

"Eh lo masih suka tubir gitu nggak sih sama sekolah tadi?"

"Ngapa? Mau ngehukum gue sama temen-temen gue lagi?" Ucapnya sewot. Gue mendengus kecil. "Hahahaha, nggak boleh dendam Thel, lagian gue bukan ketos lagi"

"Masih tubir mah, tapi udah jarang sih"

Mulut gue membentuk huruf o, sambil sesekali mengangguk. By the way gerimisnya sudah berhenti, berganti dengan udara dingin-dingin adem gitu. Kami berhenti ketika lampu merah, selagi menunggu hijau, gue bersenandung kecil lantas menatap sekitar tepatnya ke arah bangunan-bangunan cafe.

Ada salah satu cafe yang menarik perhatian gue, desain interiornya bagus, kekinian sekali, ditambah aesthetic ala feeds Instagram. Namanya Coffebay. Tempat kesenangan para remaja yang demennya senja kopi-senja kopi.

Gue menyipitkan mata, memfokuskan pada tempat duduk luar dimana seorang cowok nampak terduduk sambil sibuk dengan handphone nya. Terlihat sangat familiar walaupun gue nggak terlalu yakin.

Seragam Warwick High School, rambut kecoklatan, proporsi bahunya yang lebar. Gue tertawa kecil. Kayak Daniel. Tawa gue langsung terhenti ketika cowok itu mendongakkan kepalanya seperti mencari-cari seseorang.

"Daniel?" Dia memang Daniel. Bertepatan dengan itu lampu berubah hijau, motor Ethel langsung berjaln menjauh dengan kepala gue yang masih menoleh ke belakang. Nggak salah lagi, dia itu Daniel.

"Kenapa sama Daniel?" Tanya Ethel. "Hah? Enggak"

Gue buru-buru merogoh saku untuk mengambil ponsel. Setelah itu gue sibuk mengetikkan sesuatu.

Line

Sena

Dimana?

Setelah terkirim gue menunggu balasan Daniel dengan gelisah, entah untuk alasan yang nggak jelas gue ketahui, gue hanya terlalu gelisah.


Daniel
Somewhere. Lagi ada perlu. Don't worry



_____

Tbc

Jagoan Where stories live. Discover now