ILHAM -- 1

1.2K 60 1
                                    

Aku bergegas menuju tempat parkir. Uh, capek! Habis kuliah masih harus rapat sama redaksi majalah. Rasanya ingin cepat-cepat sampai rumah dan mandi. Aku melirik arlojiku, hampir jam lima. Harus sampai rumah sebelum adzan maghrib berkumandang.

Langkahku terhenti saat melihat Ilham, teman sekelasku, duduk di dekat mobilku. Kukira itu sih bukan duduk santai, tapi melamun. Lihat aja matanya kosong begitu.

"Woi!!! Puasa-puasa dilarang melamun!" seruku mengagetkannya.

Ilham tampak terkejut, tapi kemudian tersenyum melihatku. Senyum yang dipaksakan menurutku. Entah kenapa tuh anak.

"Ada masalah?" tanyaku.

Ilham menggeleng lesu.

"Ketauan bohongnya...." godaku.

Ilham hanya tersenyum sedikit.

"Kalau ada masalah tuh cerita, Ilham. Jangan disimpen terus, ntar jadi penyakit lho!"

"Mau cerita sama siapa, Din?" balasnya ogah-ogahan.

"Punya someone special kok masih bingung cerita sama siapa."

"Maksud kamu Sofia?" Ilham menggeleng. "...justru aku seperti ini karena dia."

"Maksudnya?" tanyaku tak mengerti.

"Aku dan Sofia udah putus, Din."

Aku kaget. "Oh, sorry."

"Dia mengkhianatiku, Din. Ternyata selama ini dia diam-diam jalan sama Erwin."

"Erwin... anak teknik?" tanyaku hati-hati.

"Iya. Aku beberapa kali tak sengaja melihat mereka berduaan. Kamu pasti juga tau kan, Din? Erwin kan juga pengurus redaksi majalah kampus seperti kamu. Kamu pasti tau tapi nggak mau bilang sama aku kan?"

What?? Hey... kenapa dia jadi menuduhku?

"Ham, kamu kan kenal aku sejak SMA. Kamu tau aku gimana. Kok kamu tega nuduh aku begitu? Aku beneran nggak tau apa-apa."

Ilham menunduk. "Sorry, Din... aku kacau."

Dug...dug...dug...

Tiba-tiba terdengar suara bedug ditabuh. Tak lama kemudian adzan maghrib dari masjid kampus pun membahana. Aku masih tertahan di parkiran kampus bersama Ilham. Dia membuatku lupa kalau aku ingin segera pulang dan mandi.

"Ham, buka puasa dulu yuk! Biar kamu juga tenang." Ajakku.

Ilham hanya menatapku.

"Aku masih ingin bicara denganmu, Din."

"Setelah buka puasa, aku harus segera pulang kalau nggak mau telat tarawih. Besok aja ya kalau mau bicara lagi." Bujukku.

Ilham akhirnya menurut. Kami buka puasa di pedagang kaki lima dekat kampus, walaupun aku sedikit kesal karena Ilham tampak ogah-ogahan menyantap makanannya.

**

Pukul 21.00. Ilham benar-benar tak tau waktu. Masa' menyuruhku menemuinya semalam ini? Ponselnya nggak aktif! Dia benar-benar membuatku harus bersusah payah meminta ijin orang tuaku untuk keluar rumah karena aku khawatir dengan kondisinya.

Mataku terbelalak saat menemukan alamat yang tadi sempat dikirimnya padaku. Ini sih bukan kafe, tapi klub malam. Ilham membohongiku! Lagian kok masih ada sih tempat hiburan malam yang buka seenaknya saat ramadhan begini? Dan yang paling penting adalah... buat apa Ilham ke tempat seperti ini? Apa anak itu sudah sedemikian frustasi?

Aku ragu-ragu untuk masuk. Merinding rasanya. Baru pertama kali aku masuk ke tempat seperti ini. Kalau bukan karena khawatir dengan kondisi Ilham, takkan pernah aku menginjakkan kaki kemari. Mataku celingukan mencari-cari. Akhirnya kutemukan juga Ilham di sudut bar. Aku bergegas menghampirinya.

ILHAMWhere stories live. Discover now