Part 5

129K 9.9K 131
                                    

Terkurung di penjara yang gelap atau terkurung dalam kamar mewah bersama pria asing? Bella tak tahu apakah keadaannya saat ini termasuk kesialan atau keberuntungan. Pria asing itu terus menatapnya dengan intens, sementara ketakutan semakin merayapi dirinya seiring dengan berjalannya waktu.

"Tuan," Bella memberanikan diri memanggil pria itu, tapi jelas bukan senyum ramah yang ia dapat, melainkan sebuah geraman mirip hewan buas. Bella semakin mundur memperlebar jarak di antara mereka.

Bella menyadari bahwa semakin ia mundur, raut wajah pria itu terlihat semakin marah. Pandangan mata Bella turun menuju tangan pria itu yang terkepal kuat, ia tak dapat mencegah pekikannya saat melihat darah yang mengalir dari kedua tangan itu.

'Bagaimana kukunya bisa memanjang dengan begitu cepat?' Pertanyaan itu hanya bisa tersimpan dalam pikiran Bella, ia tak sanggup untuk bertanya, lidahnya terasa kelu, otaknya seakan berhenti bekerja melihat pemandangan abnormal di hadapannya.

Kuku-kuku tajam itulah yang tadi menyebabkan darah keluar, bahkan Bella masih bisa melihat darah itu di lantai, mengotori lantai marmer. Mata Bella membelalak karena tiba-tiba tubuhnya terlempar ke kasur, teriakannya langsung memenuhi ruangan itu.

Air mata Bella keluar saat merasakan dirinya tak mampu bernapas, sebuah tangan berada di lehernya, menutup jalan pernapasannya. Meskipun Bella tak merasakan kuku tajam tadi, tapi ia tetap merasakan sakit dan ketakutan yang amat sangat.

"Jangan pernah menjauh dariku, kau mengerti?!" Bella mengangguk dengan susah payah. Ia langsung terbatuk saat cekikan itu terlepas dari lehernya.

Isak tangis Bella terdengar begitu jelas bagi para werewolf. Sebagian dari mereka merasa kasihan dengan wanita yang kemungkinan akan menjadi luna mereka, sedangkan sebagian lain tak peduli.

***

Bella tak bisa tidur, matanya tetap terjaga menatap gelapnya kamar yang kini ia tempati. Tak ada yang bisa wanita itu lakukan selain terdiam layaknya batu, bergerak sedikit saja maka dirinya akan membangunkan pria yang saat ini memeluknya erat.

Bella menggigit bibirnya, menahan isakan yang akan keluar, ia tak mungkin menangis sekarang, pria tak punya hati itu pasti akan melakukan kekerasan lagi jika Bella membangunkan tidurnya.

"Tidurlah." Tubuh Bella langsung menegang saat mendengar suara itu, apalagi saat pria itu dengan mudahnya membalik tubuh Bella hingga kini posisi mereka berhadapan.

"Aku tak bisa tidur," jawab Bella pelan. Ia mendengar pria itu mengembuskan napasnya kasar.

"Nama Anda siapa?" Bella memberanikan diri untuk bertanya.

"Adrien." Tangan besar yang sekarang memeluknya membuat Bella tidak fokus, tangan itu bergerak naik turun di punggungnya dan entah kenapa hal itu membuatnya mengantuk.

"Tidurlah, Ma Belle." Nada lembut itu rasanya tak mungkin berasal dari pria kasar tadi, tapi telinga Bella tentu tak salah dengar dari jarak yang sedekat ini. Bella akhirnya menuruti matanya yang terasa begitu berat. Tak memikirkan mengenai Adrien yang bisa berubah menjadi sedikit lembut.

***

Adrien tak bisa mengalihkan pandangannya dari wanita yang kini berada di tangannya. Wanita itu terlihat begitu lemah dan rapuh, bahkan ia bisa meremukkannya dengan mudah. Adrien tak pernah percaya dengan yang namanya mate, baginya hal itu hanya mitos. Selama beratus-ratus tahun kaum werewolf memilih pasangan mereka sendiri, tak ada campur tangan dari Moon Goddess. Mereka bebas memilih dengan siapa mereka akan menikah.

Mate hanyalah dongeng yang sering diceritakan oleh para tetua, menurut mereka di zaman dahulu, seorang werewolf akan memiliki satu orang yang telah ditakdirkan untuk mereka. Mitosnya, saat seorang werewolf bertemu dengan mate-nya untuk pertama kali, ia akan merasakan ketertarikan yang luar biasa, aroma tubuh pasangan menjadi adiksi tersendiri untuk mereka, sikap posesif dan protektif akan langsung timbul begitu saja tanpa sebab. Bahkan ada cerita bahwa jika bersentuhan dengan mate, mereka akan merasakan sensasi seperti tersetrum ringan.

Adrien merasa itu semua seperti cerita tak masuk akal, tapi hari ini ia merasakan kegilaan itu. Hidungnya mencium aroma cokelat meskipun ia berada di dalam penjara yang biasanya selalu berbau busuk dan anyir. Aroma itu cukup samar dibandingkan dengan aroma anyir darah. Namun hal itu justru membuatnya semakin tertarik.

Saat sudah berada di depan sel yang mengurung Bella, ia hanya bisa terdiam. Dunianya terasa dijungkirbalikkan dengan kecepatan penuh. Kenyataan menamparnya dengan begitu keras. Selama beberapa detik ia hanya terdiam di sana, memandang wanita yang terlihat begitu ketakutan.

Adrien menghela napasnya, ia menyelusupkan hidungnya ke helaian rambut Bella. Aroma cokelat langsung memenuhi indra penciumannya. Tadi, ia menyuruh para pelayan untuk membantu Bella mandi setelah keluar dari klinik.

Adrien menatap tangannya sendiri, baru kali ini ia ragu dengan apa yang harus dilakukannya. Ia tak tahu langkah apa yang harus diambilnya, apakah harus membunuh wanita ini? Atau membiarkannya berkeliaran dan mungkin akan menjadi satu-satunya kelemahannya?

Sungguh, memeluknya terasa begitu nyaman, seolah memang seperti inilah seharusnya. Adrien seharusnya tak merasakan emosi, ia merasa lemah dengan semua yang terjadi hari ini. Semua benar-benar di luar kontrolnya.

"Aahh!" Tanpa sadar, Adrien menyalurkan kekesalannya pada wanita yang kini sedang berada di pelukannya. Ia memeluk wanita itu begitu kuat bahkan kuku-kukunya yang mulai memanjang menusuk kulit Bella. Darah mulai keluar menembus baju yang dikenakan oleh wanitanya.

Bella terbangun dengan rasa sakit di pinggangnya, ia berteriak merasakan benda yang menusuknya masuk semakin dalam. Wanita itu nyaris tak bisa bernapas karena hidungnya menempel begitu keras pada dada Adrien.

"Sakit, aku mohon hentikan." Meskipun suaranya tak terlalu jelas, tapi sepertinya Adrien mengerti. Pria itu langsung bergerak menjauh dari Bella, meninggalkan wanita itu yang kini menangis di atas ranjang dengan darah membasahi pakaiannya.

Bella mendengar suara pintu yang terbuka kemudian tertutup, Adrien benar-benar meninggalkannya begitu saja. Menahan sakit, Bella bangun dan berjalan tertatih. Ia masih ingat di mana posisi sakelar, hanya saja kondisi mengharuskannya mengeluarkan energi ekstra untuk mencapai benda itu. Mungkin ini keputusan bodoh, tapi ia ingin tahu sedalam apa lukanya. Apalagi ia juga ingin mengobati luka itu secepatnya.

Sial rupanya tak jauh dari hidup Bella, kakinya tersandung sesuatu yang berada di lantai. Tubuhnya langsung jatuh dan kepalanya terbentur dengan keras ke lantai.

'Sepertinya inilah akhir hidupku,' pikir Bella sebelum memejamkan mata. Menyerahkan diri pada kegelapan.

***

Adrien mengacak rambutnya kasar, napasnya terengah menahan emosi. Rasa bersalah menghantui dirinya. Sepertinya ia hanya akan menyakiti wanita itu, lihatlah sudah berapa kali ia menyakiti Bella dalam hitungan jam. Sisi gelapnya terlalu liar untuk dijinakkan, emosinya terlalu meledak-ledak. Apa maksud Moon Goddess memasangkannya dengan makhluk yang begitu lemah? Apakah ini hukuman untuknya? Atau justru anugerah untuk pendosa sepertinya?

***

King's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang