Part 2

146K 10K 89
                                    

Keheningan mewarnai kastel besar nan megah yang ada di tengah hutan. Tak ada yang berani mengucapkan satu kata pun, puluhan orang menundukkan kepalanya di hadapan sang Raja. Aura kemarahan menguasai dirinya, tak ada yang berani mengangkat kepala barang seinci pun. Mereka semua tahu apa konsekuensinya jika membuat sang Raja lebih marah lagi.

"Bagaimana bisa vampir itu masuk ke wilayahku?!" Tak ada jawaban, hanya hening. Puluhan orang yang bertugas sebagai penjaga perbatasan hanya bisa menelan ludah mereka, harga yang harus mereka bayar untuk keteledoran ini adalah kematian. Ya, kematian menyakitkan di tangan sang Raja.

"Aaahhh!" teriakan kesakitan menjadi penanda dimulainya takdir para penjaga yang telah melakukan kesalahan. Mereka tahu inilah saatnya menjemput maut. Sang Raja tak akan memberi ampun bagi mereka. Suara tulang yang patah serta teriakan kesakitan menggema dalam kastel megah itu. Teror melingkupi semua yang berada di dalam sana. Ketakutan begitu kental, apalagi dengan bau darah yang mulai tercium.

Sang Raja telah kehilangan kontrolnya, menyerahkan dirinya pada iblis yang menjadi temannya, tak ada keraguan saat ia mencabut nyawa anak buahnya satu per satu, ekspresinya dingin, haus akan darah, haus akan teriakan kesakitan dan aura kematian yang pekat.

Tangannya meraih leher seorang penjaga yang berumur 20 tahunan, seringai menghiasi wajahnya saat menatap anak muda itu. "Kau masih muda. Sayang sekali kau harus mendahuluiku, aku turut berduka cita," ucap raja, perkataannya berbanding terbalik dengan cengkeraman tangannya yang semakin mengerat, memutus jalan pernapasan anak muda di hadapannya.

Perlawanan anak muda itu berakhir ketika kuku-kuku tajam sang Raja menembus dadanya, tak ada yang bisa menolongnya dari kekejaman pria bermata hitam itu. Sungguh, rakyat begitu ketakutan dengan raja mereka. Terlebih tak ada yang bisa menghentikannya, kecuali Moon Goddes memiliki rencana untuk membunuh ciptaannya itu.

***

Bella menghela napas, matanya menatap langit-langit kamarnya. Setelah seharian berbelanja dengan bibinya, kini Bella benar-benar merasa lelah. Siapa yang menyangka ternyata sang bibi memiliki tenaga melebihi dirinya.

Bella memutuskan untuk berbaring di ranjang, ia ingin tidur tapi matanya seperti tak mengizinkannya. Wanita itu hanya berbaring sambil menatap langit kamarnya yang berwarna putih. Tangan Bella meraih ponsel yang tergeletak di sampingnya, mempertimbangkan untuk menelepon Melissa.

Setelah berpikir beberapa saat, ia akhirnya mencoba menghubungi Melisa, tak perlu menunggu lama untuk wanita itu menjawab teleponnya, "Melissa Harbert di sini."

Bella tersenyum mendengar sapaan Melissa. "Hai Mel, ini aku Bella—" ucapnya terhenti saat mendengar suara benda jatuh diiringi dengan ucapan kotor dari Melissa. "Halo, Mel, kau tidak apa-apa?"

"Iya, Bella, maafkan aku, aku baru saja memasuki kamarku dan tersandung bantal. Sekarang barang belanjaanku berserakan di lantai." Bella tertawa mendengar gerutuan Melissa, ia tak akan bertanya bagaimana Melissa bisa tersandung bantal yang seharusnya berada di tempat tidur, bukan di lantai.

"Bagaimana kalau aku membantu membersihkan kamarmu? Sepertinya kau kerepotan," ucap Bella karena mendengar beberapa kali Melissa mengumpat.

"Tidak perlu, aku tak mau merepotkanmu. Aku akan menyuruh adikku nanti, dia punya utang padaku karena membantunya menyelinap keluar semalam."

Tak menghiraukan penolakan Melissa, Bella berjalan menuju rumah yang berada di seberang jalan. Selama perjalanan ia terus bercakap-cakap dengan Melissa. "Mel, buka pintunya. Aku berada di depan rumahmu sekarang."

Setelah menunggu beberapa detik, pintu berwarna putih itu akhirnya terbuka, menampilkan Melissa dengan rambut berantakan dan ponsel yang menempel di telinganya. "Hai," ucap Bella sambil mematikan sambungan telepon yang sedari tadi terhubung.

"Masuk, aku harap kau tidak berkunjung untuk membersihkan kamarku," ucap Melissa dengan senyum di wajahnya.

Bella tertawa sebelum menanggapi, "Tentu saja tidak. Aku tak mendapat bayaran, kan?" Bella tertawa kecil. Melissa menarik tangan Bella menuju kamarnya saat melihat adik laki-lakinya yang tidur di depan televisi.

"Adikmu tampan juga," kata Bella.

Sontak Melissa membelalakkan matanya, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari sahabat barunya. "Jangan tertipu dengan wajahnya. Kalau bangun ... dia adalah iblis."

Bella hanya bisa terpaku saat Melissa membuka pintu kamarnya, bantal, selimut, baju, dan paper bag tergeletak di lantai. Sekarang, ia tak heran kalau Melissa bilang tersandung bantal. Sedangkan Melissa tersenyum tak bersalah, wanita itu pun meminta Bella untuk duduk di kasur sementara ia membersihkan kekacauan yang ada.

Bella menggeleng, tanpa ragu ia membantu Melissa yang beberapa kali menolak bantuannya dan memintanya untuk duduk. "Bagaimana ceritanya kamarmu bisa seperti ini?" tanya Bella.

"Ini salah si bajingan itu, dia berselingkuh dengan temanku," ucap Melissa, ia melempar bantal yang sedang dipegangnya. Bantal tak bersalah itu mendarat di kasur, tempat seharusnya benda itu berada.

Bella menghela napas, sebelum bergerak memeluk Melissa. "Sudahlah ... lupakan si berengsek itu. Kita cari yang baru, oke?"

"Baiklah, bagaimana kalau nanti malam kita ke bar?" Mendengar pertanyaan Melissa membuat Bella ingat akan rasa penasarannya mengenai kota ini.

"Ehm, kita boleh keluar? Aku kira ada peraturan di kota ini yang melarang kita keluar di malam hari."

Melissa menarik tangan Bella, ia membawa wanita itu ke balkon kamarnya, tentu saja Bella tak mengerti dengan apa yang ingin ditunjukkan oleh Melissa. "Kau lihat hutan yang mengelilingi kota ini?" Melihat anggukan Bella, Melissa melanjutkan ceritanya, "aku tak tahu apakah ini hanya mitos atau memang kenyataan ... warga di sini percaya bahwa kita tak boleh keluar rumah dua hari sebelum bulan purnama dan saat malam bulan purnama. Mereka percaya bahwa makhluk penunggu hutan akan keluar untuk mencari manusia dan membawanya ke alam mereka, tapi aku tak percaya dengan semua itu karena tak ada bukti kalau makhluk penunggu hutan benar-benar ada. Lagi pula kemarin saat bulan purnama, adikku yang nakal itu keluar rumah untuk menemui kekasihnya. Kau tahu, tak ada apa pun yang terjadi. Aku rasa cerita itu hanya mitos belaka."

Dahi Bella berkerut memikirkan apa yang baru dikatakan Melissa, ia selalu tertarik dengan cerita rakyat seperti ini dan rasa penasarannya kembali terusik, ingin mengetahui kebenarannya. "Apa kau tahu makhluk penghuni hutan itu seperti apa?"

"Tentu saja aku tahu ... ada burung, ular, rusa, serigala—"

"Melissa!" teriak Bella memotong jawaban asal dari Melissa, ia juga tahu bahwa hutan memang berisi makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan. Namun maksud pertanyaannya bukanlah hal itu, Bella begitu penasaran dengan cerita Melissa tadi, ia ingin tahu rahasia apa yang disembunyikan hutan lebat yang mengelilingi kota ini.

Mata Bella menatap hijaunya hutan yang terlihat dari balkon kamar Melissa, ia selalu menyukai keindahan alam. Bella rasa, tidak masalah jika ia sedikit menjelajah ke hutan itu.

"Hei, apa yang kau pikirkan?" tanya Melissa. Ia menyadari Bella tampak tertarik dengan cerita mitos tentang kota ini. Bagaimanapun Melissa tak mau Bella mengambil tindakan konyol hanya karena rasa penasarannya itu.

"Aku rasa ... aku ingin menjelajah."

***

King's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang