3. New Friend

16 1 0
                                    

Angin berhembus melewati celah kecil di jendela. Dingin semakin menusuk tulang di pagi hari. Gadis ini ingin menarik selimutnya. Ingin melanjutkan pertualangan di alam mimpi yang sempat terganggu belaian udara yang tidak bersahabat. Namun akhirnya ia urungkan. Ia memaksakan dirinya bangun. Perut Jeana terasa lapar. Membuat sarapan untuknya dan David tidak terdengar buruk.

Jeana membuat dua porsi nasi goreng. Kini saatnya membangunkan pemuda itu. Saat Jeana akan menaiki tangga. Tiba-tiba David keluar dari kamar dan menatap Jeana yang hampir menaikkan kakinya di tangga.
Pemuda ini sangat tampan memakai kemeja putih di lapisi jas hitam dengan renda menghiasi sepanjang bagian leher dan kancing. Dipadukan dengan celana cream kecoklatan. Dan tepat di saku kemeja terdapat tulisan SIS.

"Kenapa?" tanyanya yang bingung dengan tatapan Jeana.

Jeana menggeleng cepat. Dan ia kembali ke ruang makan.

"Ini gue buatin sarapan buat lo."

"Lo bisa masak?" tanya David.

"Bisa dikit. Ini lo cobain." Jeana menyuguhkan sepiring nasi goreng ke hadapan David. Jeana menunggu komentar David.

"Lumayan juga." Komentar David sambil tersenyum.

Jeana tersenyum. "Lo mau kemana?"

"Sekolah."

"Oh! Ternyata tuan mata-mata ini pelajar toh." goda Jeana. Sebenarnya ia sudah mengetahui kalau David adalah pelajar.

"Kenapa? Tampang gue lebih cocok jadi penjahat?"

Jeana hampir tertawa mendengar lelucon yang sebenarnya tidak lucu bagi David.

"Ketawa lagi. Lo suka banget ketawa ya?" heran David yang membuat tawa Jeana terhenti seketika.

"Lebih baik kan? Dari pada cemberut."

"Terserah," cuek David akhirnya.

"Gue sendirian dong di rumah sebesar ini," keluh Jeana.

"Mau ikut gue sekolah?"

"Gak lah. Gue takut."

"Ya udah."

"Ih, dasar gak ada usahanya sama sekali. Ngajak cuma basa-basi doang," dumel Jeana.

David yang mendengar dumelan Jeana hanya tersenyum. Gadis ini sangat lucu baginya. Bagaimana tidak David sudah mengajaknya dan ia sendiri yang menolak. Tetapi Jeana malah ngomel tidak jelas.

"Yakin lo gak ikut?"

"Tidak! Terima kasih," jawab Jeana cepat dan berhasil membuat David menahan tawa.

"Terserah lo. Gue berangkat," pamit David sebelum meninggalkan Jeana yang bertopang dagu di ruang tamu.

Jeana akhirnya memutuskan berjalan-jalan di jalanan dekat komplek perumahan ini. Ia mengenakan pakaian tebal. Walaupun masih belum musim salju tetapi sangat dingin di pagi hari seperti ini. Jeana sangat kagum dengan pemandangan kota ini yang sangat indah di pagi hari.

Saat sedang sibuk memperhatikan jalanan yg begitu indah itu, ia dikejutkan suara sesuatu. Jeana berusaha mencari darimana asal suara yang mengusiknya ini. Sepertinya terdengar dari semak-semak. Dan benar saja saat ia membuka semak yang ada di sebelah kakinya ada seekor kucing yang sangat gemuk dan lucu. Kucing yang mengemaskan ini berbulu putih dengan bintik hitam di bagian ekornya yang tidak panjang.

Jeana mengendong kucing yang sepertinya ketakutan itu. Dielus-elusnya sembari duduk dibangku yang tersedia disana. Memang sangat menggemaskan hewan yang satu ini. Sedari kecil ia memang menyukai kucing. Di indonesia, Jeana juga punya dua kucing yang ia namai tinkerbell dan Ryn. Dua kucing itu di berikan Kakek saat ia baru saja memasuki SMA. Kakek menghadiahkan karena ia berhasil masuk di salah satu SMA favorit di jakarta. Ia jadi merindukan mereka sekarang.

"Zuka? . . zuka? Odisseo?" terlihat seorang gadis bermata sipit membungkuk-bungkuk badannya di semak-semak seperti mencari sesuatu. Gadis itu terdiam beberapa saat lalu berlari menghapiri Jeana saat melihat kucing kesayangannya berada dipangkuan gadis itu. (Dimana?)

"Mianhae kucing yang anda pegang itu milik saya." kata gadis bermata sipit ini kepada Jeana. Tetapi tentu saja Ia tidak mengerti apa yang di ucapkan gadis ini dalam bahasa korea. (Maaf)

"Speak english please." jawab Jeana sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Gadis di hadapannya tersenyum ia tersadar kenapa Jeana tidak menjawab pertanyaan.

"My cat." katanya kemudian menunjuk kucing itu.

"Oh! I'm sorry. I don't know." sesal Jeana lalu memberikan kucing itu.

"It's Okay. Thank you."

Jeana mengangguk lalu tersenyum. Setelah itu mereka berdua terdiam.

Namun tidak lama kemudian Gadis sipit itu menjulurkan tangannya. "Hiroyuki. Panggil saja Yuki, you?"

"Jeana. Senang bertemu denganmu." Balas Jeana tersenyum. "Siapa nama kucing yang sangat menggemaskan ini??"

"Namanya zuka. Kau juga menyukainya?" tanya Yuki. Tanpa menanyakannya pun ia bisa melihat kalau Jeana sangat menyukai kucingnya. Dan ia juga bisa melihat bahwa gadis ini orang baik. Walaupun ia baru mengenalnya tetapi Yuki dapat merasakan ketulusan di mata Jeana.

"Tentu saja. Mereka hewan yang sangat menggemaskan."

"Setuju. Kau tentu bukan gadis korea kan?"

"Aku dari Indonesia."

"Itu negara yang bagus." Komentar Yuki. Jeana tersenyum mengiyakan

"Bagimana kalau kita ke Coffe Shop? Salah satu kedai kopi favoritku. Aku traktir anggap saja ucapan terima kasih karena menolong Zuka," tawar Yuki yang langsung mendapat anggukan dari Jeana.

Mereka berdua memasuki kedai kopi. Dan menceritakan tentang diri mereka masing-masing. Ternyata Yuki adalah gadis Jepang yang tinggal di korea jauh dari keluarga untuk melanjutkan sekolah di sini. Karena Yuki sendiri tidak betah dengan kedua orang tuanya yang jarang di rumah. Ia lebih baik menuntut ilmu di negara yang jauh dari kedua orang tuanya. Daripada dekat tetapi terasa jauh.

"Myeot si-yeyo Yuki?" tanya Jeana yang tersadar kalau ia pergi tanpa sepengetahuan David. Hari sudah hampir sore. Dan Jeana juga tidak tahu arah jalan pulang. (Jam berapa?)

"Hampir jam empat. Wae?" tanya Yuki. (Kenapa?)

"Aku harus pulang," Jeana mulai panik.

Yuki menggangguk. "Baiklah. Ayo."

Setelah membayar, mereka berdua keluar dari coffie shop.

"Jeanaa!!" teriak seseorang yang baru keluar dari mobil. Dan berlari kearah Jeana.

"David." Jeana terkejut.

"Lo dari mana aja hah? Gue kan udah bilang ini bukan Indonesia!" geram David saat ia sudah berada di hadapan gadis itu. David menarik tangan Jeana memasuki mobil tanpa memperdulikan Yuki yang mematung memperhatikan mereka.

Ia mengenal pemuda yang membawa teman barunya itu. Ya! David adalah Sonbaenya di sekolah. Ternyata Jeana mengenal David. Mungkin mereka teman karena sama-sama dari Indonesia pikir Yuki.(senior)

***

David terdiam selama di dalam mobil. Jeana masih bingung kenapa pemuda di sampingnya ini begitu marah. Padahal ia hanya ingin berjalan-jalan karena bosan sendirian di rumah.

Pemuda sipit itu tetap membisu dan meninggalkan Jeana memasuki rumah saat mereka sudah sampai.

"Lo gak harus semarah itu kali Dev. Gue kan cuma jalan-jalan." keluh Jeana yang tidak mengerti kenapa David semarah itu padanya.

Pemuda itu menoleh, berkata dengan suara berat. "Jalan-jalan hampir seharian hah?"

"Ya kan gue lupa waktu. Sorry."

David menghela nafas. "Gue gak marah, gue cuma khawatir." Katanya pelan lalu ia meninggalkan Jeana yang masih terdiam memandangi punggungnya.

"Wajahnya keliatan kesel gitu apanya yang gak marah." gumam Jeana.


If you enjoy the story, don't forget vote and comment. Thank you 😊

How Can I Love You?Where stories live. Discover now