Kejadian itu

2.4K 274 14
                                    

Sheena keluar dari mobilnya setelah terparkir dipekarangan milik mertuanya. Dia harus menitipkan Rere dirumah mereka, karena pada saat itu Kala sedang tugas dan Sheena sendiri harus pergi ngantor. Sedangkan, Sheena khawatir jika Rere hanya dirumah dengan asisten rumah tangga nya saja.

Saat ingin melangkah, suara deru mobil lain masuk kedalam pekarangan. Mobil berwarna hitam metalic terparkir disamping mobil Sheena, dan terlihat Kala keluar dengan seragam kebanggaannya.

"Kamu kesini juga, Mas?" tanya Sheena pada Kala saat laki-laki itu berada disampingnya. Tapi, bukannya menjawab Kala malah meneruskan langkahnya.

Sheena yang merasa diacuhkan, mendengus kesal lalu berjalan dibelakang laki-laki itu. Dia merutuki kebodohannya yang menyapa Kala duluan.

"Aku kira, kamu tidak kesini jemput Rere, jadi sebelum aku pulang, mampir dulu kesini untuk menjemputnya." jawabnya setelah sepersekian menit pertanyaan Sheena terlontar, bahkan setelah Sheena puas mencebik laki-laki itu dari belakang.

"Telat, Pak." sahut Sheena pelan. Ingin sekali mengoyak tubuh Kala dan menjadikan dagingnya sebagai santapan lezat. Tapi dia bukan hewan, nafsunya itu masih bisa dikalahkan oleh akal. Mana mungkin, Sheena akan makan daging orang yang urat tawanya saja sudah putus, untuk apa? Loh.

"Sudah makan?" tanya Kala dibalik tubuhnya. Sheena jadi bingung dibuatnya.

"Belum, tadi dari ngantor langsung kesini, belum sempat beli makan." jawab Sheena.

"Oke." sahut Kala singkat, dan menghilang dibalik pintu besar.

Sheena geram segeram-geram nya, sampai matanya ingin juling. Pertanyaan yang jawabannya super panjang, dibalas hanya dengan kalimat "Oke". Seperti pesan yang menyebalkan, dan ternyata ini perwujudannya, lebih menyebalkan.

"Mending gak perlu tanya." setidaknya, ngajak makan. Bukannya hanya dijawab seperti itu. Sheena masih menggerutu.

Dikantor, dia dibuat kesal oleh karyawannya yang belum juga becus menyelesaikan kerjaannya sesuai deadline, dan saat dirumah dia juga dibuat kesal oleh suaminya sendiri.

"Kamu pulang saja. Biar Sheena sama aku." ucap Kala.

"Kenapa kita nggak bareng aja?" tanya Sheena yang jadi permasalahan. Untuk apa pulang sendiri-sendiri, toh tetap tujuannya sama.

Kala tiba-tiba berbalik hingga membuat Sheena mengerem dadakan, dia mendongak dan memperhatikan laki-laki didepannya setelah melihat pemandangan dada bidang milik Kala.

"Harusnya kamu mendengar perintahku." ucap Kala tegas. Dan secara tidak langsung membuat hati kecil Sheena perih. Perih seperih-perihnya.

Meski hubungan itu tidak berarti apa-apa, tapi setidaknya Kala bisa berbaik hati pada Sheena meski hanya seperti seorang teman. Perempuan itu pun masih dibuat bingung dengan sikap Kala, yang terkadang sangat-sangat baik, tapi terkadang juga sebaliknya.

"Baik." ucap Sheena tidak mau mendebat, padahal dia sudah geram sejak tadi. "Aku titip salam pada ibu dan ayah mertuaku, bilang kalau anak mantunya tidak diperbolehkan masuk oleh suaminya sendiri. Jangan berbohong. Assalamualaikum." balas Sheena langsung berbalik sembari berjalan gontai pergi dari rumah besar itu.

Sedangkan Kala hanya tersenyum, menahan tawanya. Laki-laki itu harus menahan diri, karena ada seseorang yang menyelinap kerumahnya, dan bersembunyi dibalik tembok disamping rumahnya. Jangan remehkan keahlian Kala yang satu itu. Entah kenapa telinga dan penglihatannya terpasang kuat jika ada sesuatu yang mencurigakan.

"Papaaa," teriak Rere dari balik tubuh Kala. Gadis kecil itu langsung memeluk dari belakang, hanya itu yang dia bisa.

"Hei, Assalamualaikum dulu dong." ucap Kala sembari mencubit pelan pipi bakpao milik Rere.

"Oh iyaa, Waalaikumsalam." ucap gadis itu sembari menepuk keningnya pelan, lalu dia mencium pundak tangan Kala, sebelum diingatkan lagi oleh Ayahnya.

"Mama mana?" tanya Rere, tapi dia langsung diam saat Kala mengedipkan mata padanya. Sebuah isyarat yang mengharuskan dia diam.

"Kita kedalam dulu ya, pamit sama Mbah Uti dan Mbah Kung." ucap Kala mengalihkan pembicaraan.

"Iya Pa,"

Tiba-tiba ponsel Kala berdering, dia melihat sekitar, laki-laki itu selalu waspada.

Sheena call

Sheena? Telfon? Bukannya dia barusan pulang?

"Halo Assalamualaikum." salamnya ketika mengangkat telfon tersebut.

"Waalaikumsalam, benar dengan Pak Kala?"

"Iya benar, dengan siapa ini? Nomer ini milik Sheena, is- teman saya." jawabnya hampir mengucap "istri".

"Saya menemukan teman anda sudah tidak sadar setelah mobilnya menabrak pohon. Dan mohon maaf, saya mencari kontak yang bisa dihubungi, dan hanya kontak dengan nama Kala saja yang baru di hubungi nya. Jadi saya menghubungi anda."

"Oh iya, baguslah. Saya akan kesana, minta tolong supaya anda bisa mengshare lokasinya sekarang. Terimakasih. Assalamualaikum." Kala langsung menutup sambungannya.

Ada apa dengan hatinya sekarang? Kenapa mendengar Sheena sedang tidak baik kondisinya, hatinya juga ikut sakit. Dilihat lagi ponsel miliknya, dan ada 2 panggilan tidak terjawab dari Sheena. Apa perempuan itu baru saja menghubunginya?

"Rere, tetap dirumah Mbah Uti ya, Papa harus pergi, dan jangan bilang apapun pada Mbah Uti dulu ya." ucap Kala pada Rere.

"Ada apa dengan Mama, Pa?" tanya Rere yang khawatir juga.

Kala hanya tersenyum dan mengelus lembut pipinya sebentar, lalu menyuruh Rere untuk segera masuk kedalam rumah.

***

Kala langsung sampai ditempat yang sudah dishare, banyak orang bergerombol untuk menolong Sheena, dan Kala menerobos beberapa orang-orang itu untuk cepat melihat Sheena. Dan setelah mendapati Sheena yang penuh darah, dibopongnya perempuan itu untuk masuk kedalam mobil. Tidak perlu menunggu lama untuk menolong Sheena, istrinya harus mendapatkan penanganan medis secepatnya.

Aku berusaha tidak perduli, tapi hatiku tiba-tiba menyuruh untuk terus memperhatikan mu. Bahkan ketika kamu terluka seperti sekarang.
Aku sudah berjanji untuk tidak menggunakan hati dalam hubungan ini, namun perlahan janji itu kuingkari sendiri.
Tidak benar. Ini tidak benar. Harusnya aku bisa menahan diri.

-Memeluk Bayang-

Haloo gengs, Kala dan Sheena sudah hadir ya, buat tombo kangen hehe.

Dah. Mau tidur. Ngantuk. Dan perlu mimpi indah.

Regards

Umi Masrifah

Memeluk BayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang