"Saudara tirimu juga akan datang sebentar lagi, jadi duduklah dengan santai," sambungnya sambil berlalu untuk berbicara pada sambungan telepon yang sudah terhubung, meninggalkan istri barunya dengan Junhoe.

Wanita itu tersenyum canggung, "ada yang masih harus aku urus Junhoe-ya. Kau bi-"

Ucapannya terpotong karena Junhoe meninggalkannya dengan tatapan penuh kebencian.

Junhoe pergi menuju halaman belakang rumahnya yang luasnya seperti lapangan basket di sekolahnya. Ia terduduk lemas sambil memeluk kedua lututnya. Wajahnya disembunyikan pada ceruk lipatan lututnya.

Hujan lebat menemani kesedihan Junhoe. Suara hujan beradu dengan deru tangis dirinya.

"Biar kutebak, kau anak pria itu?" Suara seorang lelaki membuat Junhoe mendongakkan kepalanya. Ia menemukan seorang laki-laki manis yang sekiranya sebaya dengannya tengah berdiri disampingnya dengan pandangan yang menatap jauh pada perkarangan luas rumah itu. Baru melihatnya seperti ini Junhoe sudah tertarik.

Bagaimana tidak? Laki-laki itu memiliki kulit putih mulus, rahang yang tegas, dan mata elang yang entah mengapa membuatnya terlihat begitu manis. Tapi mata elang itu terlihat tidak asing bagi Junhoe.

Dengan suara sesegukan karena sehabis menangis, Junhoe bertanya "kau siapa?"

"Aku?" ia menoleh sambil tersenyum, "aku adalah orang yang akan selalu membuatmu kesal setiap kau melihatku."

Junhoe mengernyitkan keningnya. Ia pun berdiri menatap lelaki yang kini tengah menadahkan tangannya untuk menampung air hujan itu. Lelaki lain itu terlihat menikmatinya.

Dan pemandangan ini seperti slow motion bagi Junhoe. Adegan yang begitu indah baginya. Tapi semakin ia menatap wajah itu, semakin ia tau bahwa senyum yang ditampilkan laki-laki itu adalah sebuah bingkai penutup rasa kecewa yang dirasakannya.

Terlihat bagaimana mata elang itu kini menatapnya.

"Coba tatap mataku. Bukankah kau seperti pernah melihatnya."

Awalnya Junhoe menatap dengan penuh rasa puja. Ia tenggelam pada manik kelam laki-laki itu.

Namun,

Ia sadar mata elang itu sama dengan mata yang dimiliki wanita yang baru saja dikenalkan ayahnya sebagai ibu barunya.

Sepertinya laki-laki itu menyadari bahwa Junhoe kini sudah mengenali apa perannya sekarang. Ia adalah saudara tiri Koo Junhoe.

"Aku tidak peduli kau mau percaya atau tidak. Kau mau mendengar ucapanku atau tidak. Tapi pernikahan ini juga mengecewakanku, hingga rasanya aku ingin menangis. Berteriak atas apa yang terjadi dan bodohnya aku tidak bisa melakukan apa pun."

Laki-laki itu kembali menatap lurus. Kini ia tengah megamati hujan yang semakin deras menghujani bumi. Hidungnya memerah entah karena hawa dingin atau tangis yang terus ditahannya.

Junhoe menarik tangan laki-laki itu menuju tengah perkarangan rumahnya. Mereka kini tengah diguyur hujan.

"Menangislah. Jika kau menangis ditengah hujan, kau tidak akan terlihat menyedihkan," ucap Junhoe sambil sedikit berteriak karena suara tetesan air yang memang terus dengan kasar menghujani keduanya.

Laki-laki yang masih terus digenggam Junhoe itu tersenyum, "siapa namamu?"

Entah apa ia sudah mulai menangis atau tidak, tapi suaranya mulai sedikit serak. Ya, hujan berhasil menutupi air matanya.

"Koo Junhoe," ucap Junhoe

"Aku Kim Jinhwan."

Sungguh, Junhoe tidak bisa membenci Jinhwan bahkan dari sejak pertama pertemuan mereka.

Junhoe mendekat, keduanya saling bertemu tatap. Dan untuk pertama kalinya, detakan jantung dirasakan oleh keduanya.

Dan saat itu juga, hujan menjadi saksi bisu ikatan terlarang antara keduanya. Perasaan yang seharusnya tidak boleh tumbuh.

I met you

And I won't

Lose our many happy memories

In the rain

"Kim Jinhwan. Kini, kau adalah hujan bagiku."

"Kenapa?" tanya Jinhwan dengan wajah heran, "bukankah hujan itu pertanda kesedihan?"

Junhoe masih sibuk menatap ciptaan Tuhan yang terpampang indah dihadapannya itu.

"Ah. Aku mengerti. Itu hal wajar jika kau sedih melihatku karena aku memang akan mengingatkanmu dengan ibuku yang dinikahi ayahmu, bukan?" dia tersenyum tipis, "maafkan aku, atas nama ibuku."

Tidak, bukan itu yang Junhoe maksud. Ia mengelus pipi putih milik Jinhwan untuk menenangkannya. untuk membuat sosok itu mengerti bahwa Junhoe tidak membencinya, tapi ia membenci ibu Jinhwan.

"Seperti hujan yang mampu menghapus sebuah jejak. Kau lah yang mampu menghapus rasa sedihku dan rasa benciku."

Sentuhan lembut dan ucapan Junhoe membuat pipi Jinhwan menghangat.



"Dan berhenti meminta maaf untuk hal yang tidak kau lakukan."

.

.

.

.

.

To Be Continued

Halo, ada yang kangen? ^^

Yaudah kalo enggak T_T

























Aku kembali lagiiiii~

Cerita remake lagiiiii~~~

Semoga kalian suka dan berminat baca ^^


Junhwan Story

BxB | Yaoi | Hurt

Original Story by dedek JeonFox


Welcome October  💕🎉🎁🎊

소나기 (DOWNPOUR) | JunHwanWhere stories live. Discover now