Chapter 3 - That girl

Start from the beginning
                                    

Alexander menghela nafas, dia menyadari dia memang punya kelainan seperti itu tapi selama hidupnya baru kali ini dia lakukan, Davian adalah pria pertama yang dia tiduri, pria pertama yang membuat seorang Alexander Alzelvin merealisasikan semua fantasi dan hasratnya selama ini.
Alexander masih mengingat dengan jelas pertemuan pertamanya dengan Davian, bukan pertemuan yang mengesankan, hanya pertemuan biasa dan sedikit unsur ketidaksengajaan, hari itu dimana dia yang sedang terburu-buru untuk menemui kolega bisnisnya dari luar negeri tidak sengaja menabrak Davian yang sedang bertugas membersihkan lorong didepan pintu lift VIP yang biasa dia gunakan awalnya Alexander mengira kalau Davian adalah seorang gadis namun akhirnya dia sadar bahwa orang itu adalah seorang pemuda.
Dia tertegun memandang wajah cantik pemuda itu, tubuh pendek dan kurusnya yang hanya sebatas dada Alexander, bukan hanya penampilannya yang terlihat androgini, namun suaranyapun begitu, terlalu berat untuk suara seorang gadis namun terlalu lembut untuk suara seorang pemuda.
Alexander tidak ingin sama sekali menyebutnya cinta apalagi cinta pada pandangan pertama, dia tidak percaya dengan cinta namun dia tahu bahwa dia menginginkan pemuda itu.
Setelahnya dia menandatangani sebuah cek bernilai 50 juta dan menyuruh Georgio untuk melaksanakan apa yang sudah dia rencanakan.
Dan pada malam itu saat dia hanya berdua didalam kamar dengan Davian yang memakai lingerie hitam, untuk pertama kalinya seorang Alexander Alzelvin lepas kendali, kehilangan kontrol akan dirinya sendiri.

Davian Connor, pemuda itu tidak mengetahui seberapa besar daya tariknya untuk seorang Alexander Alzelvin.

******

Dari semalam Davian sudah mengganti mini dress yang dia pakai dengan pakaiannya sendiri, pakaian-pakaian itu dibawakan oleh Georgio tentu saja atas seijin Alexander.
Pagi ini dengan penuh kasih sayang dia terus membelai pipi pucat adiknya, terlihat kantung mata hitam dibawah matanya karena Davian yang sama sekali belum tidur dari kemarin.
"Samantha bangun..kau tidak merindukan kakak hmm?"

Setelah menemui Alexander di kantornya, Georgio segera kembali kerumah sakit dan membawa makanan dan beberapa kebutuhan lain untuk Davian. Bagaimanapun dia merasa iba pada pemuda itu, dia juga punya andil akan Davian yang terjebak dalam situasi ini maka dia ingin mengurus Davian dengan baik, "Tuan Davian, sebaiknya anda sarapan terlebih dahulu lalu tidurlah sebentar dan saya akan menggantikan anda menjaga adik anda."
Davian hanya diam, bukan berarti dia tidak mendengar apa yang diucapkan Georgio tapi dia hanya tidak mau, dia sangat membenci Alexander juga pria yang berada didalam ruangan ini bersamanya sekarang. Georgio menghela nafas, dia meletakan makanan di meja yang ada diruangan rawat VVIP itu juga beberapa kebutuhan lainnya, "Saya taruh makannya disini, bila anda membutuhkan saya, saya akan ada diluar," Georgio dengan langkah pelan segera meninggalkan ruangan, enggan berlama-lama terjebak suasana canggung dengan pemuda cantik itu.

Davian melirik makanan yang ada diatas meja, sungguh sebenarnya dia tidak sudi memakan atau menerima apapun dari pria iblis itu namun sekali lagi dia teringat dengan adiknya, dia harus tetap kuat supaya terus bisa menjaga Samantha.
Dengan langkah lesu Davian berjalan menuju sofa dan mendudukan dirinya, meraih makanan diatas meja lalu memaksakan dirinya melahap habis makanan yang dibawakan Georgio sekalipun dia sama sekali tidak mempunyai selera makan.
Setelah makan, rasa kantuk menyerangnya, Davian pikir tidur sebentar tidak masalah untuk menjaga tubuhnya agak tidak jatuh sakit karena sedari tadi kepalanya terus berdenyut nyeri, seluruh badannya masih sakit apalagi bagian belakang tubuhnya akibat ulah Alexander, Davian merebahkan dirinya disofa kemudian jatuh tertidur. Dalam tidurnya kejadian-kejadian buruk dalam hidupnya datang sebagai mimpi buruknya silih berganti, ibunya yang pergi meninggalkannya, ayahnya yang meninggal, penagih hutang yang datang setiap hari, adiknya yang kesakitan karena penyakit jantungnya dan Davian yang malam itu diperkosa oleh Alexander. Keringat dingin mulai membasahi tubuh Davian, tubuhnya menggigil, nafasnya tersengal, suhu tubuhnya terus meningkat dan menjadi demam.

Davian membuka matanya perlahan merasakan sentuhan di keningnya, dia terkesiap lalu menampik lemah tangan yang ada dikeningnya, walaupun padangannya masih buram dia sudah sangat yakin kalau itu adalah Alexander, apalagi dengan wangi pafrum maskulin yang sama menguar dari sosok itu.
Davian menajamkan pandangannya, menatap tidak suka pada Alexander yang duduk disampingnya, "jangan sentuh aku."

"Kau demam, aku akan memanggilkan dokter."

"Bukan urusanmu," Davian berusaha mendudukan tubuhnya dengan susah payah karena kepalanya yang terasa sangat pusing dan rasa lemas yang menyerang tubuhnya.

"Kau berencana untuk mati mendahului adikmu?" Tanya Alexander dingin, dia tidak perduli kalau kata-katanya itu terdengar sangat kejam dan bisa membuat pemuda dihadapannya marah besar. Membujuk, lembut, bersabar itu sama sekali bukan sifatnya.

Davian menggertakan giginya marah namun tidak berbicara apapun lagi untuk membalas pria angkuh dihadapannya, dia sendiri tahu kalau kondisinya sedang buruk saat ini, "bisakah kau pergi dari hadapanku?" Tanyanya lemah.

Alexander seolah tak mendengar apapun yang diucapkan Davian, dia merogoh ponsel disaku jasnya lalu mendial nomor Georgio, "panggilkan dokter kemari," perintahnya lewat sambungan telepon.

Awalnya Davian bersikeras menolak untuk dirawat namun setelah mendapat tatapan intimidasi dan beberapa ancaman -menghentikan perawatan adiknya- dari Alexander akhirnya dia hanya pasrah ketika dokter memasangkan selang infus pada tangannya dan memberinya obat namun dia tetap menolak dirawat di ruangan lain, dia hanya ingin berbaring di sofa ruangan rawat adiknya dengan itu Alexander meminta pihak rumah sakit membawa ranjang tambahan ke ruangan itu untuk Davian berbaring.
Keputusan seorang Alexander Alzelvin adalah mutlak.

Davian kini terbaring diranjang pasien disamping ranjang adiknya, dia menghela nafas lalu menatap sendu pada gadis kecil manis berumur lima tahun keluarganya satu-satunya yang masih belum sadarkan diri, lalu pandangannya beralih pada Alexander yang masih duduk disofa yang kini juga tengah menatapnya, Davian mencoba bersabar dan menekan seluruh emosi dan rasa marahnya, "Tuan, asal anda tahu kalau saya itu seorang pria dan bukan boneka anda."

Alexander tak mengindahkan kata-kata Davian, "Aku punya penawaran yang sangat bagus untukmu yang tidak akan bisa kau tolak." Sebuah seringaian tercetak jelas dibibir tebal Alexander.

Sungguh saat itu Davian merasa bulu kuduknya meremang, dia merasa benar-benar menghadapi seorang iblis yang dibalut dengan rupa rupawan.

To be continue..

Mind to vote n comment??
Tolong jangan minta lebih panjang ya, karena ini ngetik pakai hp

[BL] Allure (Complete)Where stories live. Discover now