Diculik

744 38 0
                                    

            "Kalau kau tak percaya dengarkan sajalah sendiri!" Aku segera mengambil handphoneku dan menunjukkannya pada Victor. Namun aneh, aku tak menemukan rekaman itu sama sekali. Bahkan tak ada rekaman, lagu, file-file, ataupun foto dalam hpku ini. Victor hanya melihatku sambil geleng-geleng kepala, menepuk pundakku lalu berdiri. Baru aku mau mengecek slot kartu memory, Victor sudah pergi.

"Hei! Hei! Victor! Lihatlah, kartu memorinya hilang!"

Namun dia tak mau mendengarku.

Kartu memoriku hilang. Aku curiga –mungkin bukan curiga lagi kalau Jason yang bermuka dua itu mengambilnya. Habis siapa lagi?

Aku berdiri lalu berjalan menuju kamar Jason. Sial, dia tak ada. Aku tahu, dia kemana. Aku segera mengenakan jaketku dan pergi ke tempat dimana aku pertama kali mengetahui kelicikannya itu. Di deretan bangunan yang dingin itu. Aku memang agak lupa dengan jalannya, tetapi tak lama setelah itu aku sampai.

Aku berjalan perlahan-lahan menaiki sebuah balkon kotor dan mengintip mereka. Aku menggenggam pistolku erat-erat, berjaga-jaga jika sesuatu terjadi.

Aha! Aku melihatnya! Tepatnya, mereka! Aku melihat wajah mereka terlihat sangat lega. Lalu tiba-tiba aku melihat Jason mengacungkan sebuah kartu memori. Itu kartu memoriku.

Bagaimana dia bisa berpikir secepat itu?!

"Wah, untunglah kau gesit, hingga kau bisa mengambil kartu memorinya." Tukas Pria 1

"Tapi, aku menyesal, aku tak sempat menghapusnya daripada mencabut kartu memorinya."

"Ya. Tapi untunglah kau sempat mengambilnya. Paling tidak itu masih bisa menyelamatkan kita."

"Heh-eh!" Dadaku sesak karena posisi merayap ini. Mereka semua terkejut dan menengok ke segala arah. Aku panik.

Namun akhirnya mereka saling menatap dan kembali mengobrol. Amy tampak akan meminjam sesuatu pada seorang temannya.

"Hei, pinjam handphonemu!" Orang itu memberikan handphonenya. Amy mengacungkannya, lalu melirik ke arahku, dan semuanya terlihat hitam.

***

Aku terbangun dengan kepala yang teramat pusing. Posisiku menelungkup dengan kedua tangan yang diikiat di belakangku. Aku menengok sekitarku, tampak asing. Sepertinya ini di ruang bawah tanah. Dindingnya putih dan tebal, namun banyak bercak darah yang nampak segar dan bahkan masih basah dan mengalir. Lantai ubinnya dingin dan berwarna putih berbercak darah segar. Ada pula jendela berkaca bening dengan tirai tebal berwarna kelabu yang terbuka, serta sebuah ventilasi yang letaknya cukup tinggi. Ruangan ini hanya diterangi oleh sebuah lampu pijar yang cukup terang.

Aku melihat sekelilingku, ada beberapa tabung besar yang berisi cairan seperti air serta beberapa kabel dan pipa yang terhubung dengannya. Ada sebuah meja dengan tuas-tuas aneh. Ada beberapa alat yang tergantung di dinding yang aku tak tahu apa namanya. Ada pula beberapa alat penyiksa kuno.

Aku melihat The Iron Maiden, lemari berduri tajam yang bila seseorang masuk ke dalamnya dan pintunya ditutup, maka orang itu akan tertusuk dan mati secara perlahan dengan merasakan sakit yang luar biasa terlebih dahulu. Duri-durinya bahkan berlumuran darah yang masih menetes. Tak hanya darah, di durinya itu juga ada 'benda-benda menjijikkan dan lunak' berwarna merah kehitaman.

Aku ngeri melihatnya. Aku mengalihkan pandanganku dan melihat jasad seorang pria tergeletak mengenaskan. Sepertinya dialah pemilik darah-darah itu. Tubuhnya berlumuran darah. Kepalanya pecah seperti habis ditekan kuat oleh sesuatu. Mayat ini belum berbau, sepertinya baru meninggal.

Insane Death Angel (Pendosa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang