Wanda kemudian menyeka rambut panjangnya yang masih basah karena air wudhu. Dia merasa tidak enak kepada Ari karena menyebut walinya sales panci. Tapi dia juga tidak sepenuhnya salah. Kebanyakan orang asing yang datang ke ruang guru terkadang merupakan penjaja barang yang bisa di cicil hingga sepuluh kali, mulai dari panci, alat pijat, emas sepuhan, bahkan alat pel mutakhir sekalipun.

Kalina tersenyum saat melihat Wanda datang.

"Lin, pinjem ruangannya bentar, ya. Nanti ada satu lagi habis ini. Nggak apa-apa, kan?" Tanya Wanda sopan. Kalina mengangguk.

"Gak papa dong, Nda. Sering-sering juga boleh. Hihihi." Dia terkikik, membuat Wanda mengerutkan dahinya.

Sangat bukan Kalina.

Lalu wanita itu mengalihkan perhatiannya pada dua orang yang sekarang duduk di sofa dalam diam.

Wajah Ari masih segugup sebelumnya dan Wanda merasa tidak enak mengatai walinya sales panci. Sementara sang wali sendiri, apa dia benar-benar wali anak itu? Wajahnya yang dibingkai kaca mata hitam tampak muda, lalu gayanya itu, kok Wanda agak sebal ya melihatnya, duduk bergaya sok mengangkat satu kaki, tangan bertumpu di pangkuannya, lalu senyum tipis seolah ingin berkata, "aku ganteng loh".

Lalu dengan canggung Wanda mendekat dan menyalami pria itu.

"Walinya Ari?" Tanyanya.

Tanpa ragu si pria mengangguk.

"Saya baru tahu ayah Ari masih muda, ya?"

"Anu, bunda. Ini kakak saya." Jawab Ari sopan, membuat Wanda meliriknya, lalu menganggukkan kepalanya.

"Kakak kandung atau kakak ketemu gede?" Tanya Wanda serius.

"Kakak kandung Ari, bunda."

Wanda meneliti wajah sang wali, berharap menemukan kemiripan walau gagal karena kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang mancung.

Yah, hidungnya mirip, sih. Lubangnya ada dua.

"Orang tua Ari mana?" Tanya Wanda lagi pada Ari.

"Orang tua Ari sedang di luar negeri, bunda." Balasnya.

Wanda kembali manggut-manggut.

"Oke, bapak..." Wanda tidak bisa melanjutkan, karena memang dari awal mereka belum memperkenalkan diri.

"Dhito." Kata pria itu, dengan suara berat yang dibuat seksi yang membuat Wanda geli.

"Oke, bapak Dhito..."

Ditoyor maksudnya.

"Saya Wanda, wali kelas Ari. Tadi oleh bapak wakil kurikulum ditemukan sedang merokok di kantin. Padahal Ari bukan murid biasa di sekolah ini, dia ketua OSIS yang punya tanggung jawab besar, juga sebagai panutan teman-temannya."

Wajah pria itu berubah, lalu sebuah kalimat keluar dari mulutnya.

"Lah, kerjaan gurunya apa kalau menghadapi murid macam Ari saja tidak bisa?"

Wanda menelan ludahnya.

Boleh nggak ini orang disambit pake sepatu?

"Oke, begini bapak. Siswa perwalian saya jumlahnya tiga puluh orang, dan saat Ari dan satu orang temannya merokok di kantin, saya sedang mengajar. Tidak mungkin saya fokus mengurus Ari sementara dua puluh delapan murid saya yang lainnya terlantar. Jika bapak berpikir saya digaji hanya untuk mengasuh Ari yang notabene sudah dewasa, maka saya harap bapak meninjau ulang definisi guru dan pengasuh itu cukup berbeda dalam kamus bahasa Indonesia."

Miss Wanda (Completed)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن