18. Tertawa lepas tanpa beban

118K 10.8K 626
                                    

Vennelica terus mempercepat langkah kakinya hingga setengah berlari sembari tak henti-hentinya memutar kepala ke belakang untuk memastikan tidak ada yang mengikutinya, terutama Ziko. Jantung berpacu begitu cepat seperti orang yang sedang lari marathon. Keringat dingin membahasi wajah dan tubuhnya karena ketakutan.

Kecurigaan Vennelica kepada Ziko semakin menjadi setelah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Ziko bertemu dengan seseorang yang mengenakan baju serba hitam, menutupi setengah wajah dengan masker, dan juga menggunakan topi.

Vennelica penasaran, kira-kira siapa orang yang ditemui Ziko itu, dan juga apa yang mereka bicarakan. Dari raut wajah Ziko, Vennelica menebak bahwa mereka sedang membicarakan sesuatu yang begitu penting.

Karena terlalu sibuk berfikir dan tidak memperhatikan langkahnya, Vennelica hampir saja terjatuh karena tersandung batu di depannya. Untung saja seseorang menahan langkahnya agar tidak terjatuh.

"Vennelica..?"

Vennelica mendongak memandang wajah orang yang menolongnya. Vennelica ingat dengan orang itu, tetapi ia lupa dengan namanya.

"Lo dari rumah terbengkalai di ujung sana ya?" tanya orang itu lagi.

"Lo Elang temannya Dava sama Vino kan?" bukannya menjawab, Vennelica malah bertanya hal yang lain.

Orang itu tertawa, "iya gue Elang. Kenapa lo bisa ada di sini?"

"Hmm gue.." Vennelica menjeda kalimatnya karena otaknya masih mencari alibi untuk menjawab pertanyaan Elang. "Gue kesasar. Iya, gue kesasar dan gue lupa jalannya lewat mana."

"Memangnya rumah lo dimana? Mau gue anterin gak? Kasihan cewek jalan sendirian malam-malam begini. Ntar di culik lagi,"

Vennelica menanggapinya hanya dengan senyuman tipis lalu mereka berjalan beriringan. Selama beberapa saat tidak ada yang membuka suara. Vennelica sibuk dengan fikirannya, sedangkan Elang menunggu Vennelica berbicara.

"Oh iya, kok lo bisa ada disini?" tanya Vennelica akhirnya memecah keheningan diantara mereka.

"Rumah gue di blok sebelah. Tadi gue iseng aja jalan-jalan, eh malah ketemu lo."

Vennelica manggut-manggut mendengar jawaban Elang. Ia pun terus berjalan beriringin bersama Elang menyusuri Jalan sepi di kompleks rumahnya. Dinginnya hembusan angin membuat Vennelica menghirup dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.

Matanya melirik Elang yang berjalan tanpa suara. Dari raut wajahnya terlihat jelas bahwa ada sesuatu yang mengganggu fikiran Elang. Setahu Vennelica, Elang tipikal orang yang ceria, hiperaktif dan juga konyol, tapi kali ia melihat Elang dengan versi berbeda.

"Lang, gue mau nanya dong," ucap Vennelica di sela keheningan.

Elang menoleh, "mau nanya apa?"

"Waktu gue kerumah Dava kemarin, gue perhatiin lo suka sama adiknya Dava ya? Atau lo memang pacaran sama dia?" tanya Vennelica sebenarnya hanya basa-basi karena bosan berjalan tanpa bersuara.

"Oh itu," responnya. "Semua orang tau kalau gue suka sama Poppy. Tapi mungkin Poppy yang gak suka sama gue. Anggap aja cinta gue bertepuk sebelah tangan, persis kayak lirik lagu."

"Sejak kapan?" tanya Vennelica lagi.

"Sejak beberapa tahun yang lalu, waktu pertama kali gue ketemu dia. Awalnya gue kira itu sekedar rasa kagum, tapi lama kelamaan gue sadar kalau gue lebih dari mengagumi dia dan gue mencintai dia," jawab Elang memberitahu tanpa perduli jika ia baru saja kenal dengan Vennelica.

Mendengar jawaban dari Elang membuat Vennelica takjub. Cowok seperti Elang di zaman seperti ini sangat sulit di temukan. Humoris dan setia, siapapun pasti ingin memiliki pasangan seperti Elang.

If You Know Who [TELAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang