Bab 3

28.9K 1.5K 27
                                    

"Argh... sial," umpat Alex begitu kaki nya berciuman dengan keramik sekolah, dan seketika orang yang ia kejar menghilang entah kemana.

"Sial....," umpat Alex lagi.

"Alex? ini beneran lo kan? "

Alex mendengus, melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan tatapan sok kaget dari mahluk aneh bernama Suren.

"Ah elah pangeran es marah muluk, entar es nya cair lo, "cibir Suren dengan mulut nyinyirnya. Pria itu masih setia mengikuti langkah Alex. Perlu di garis bawahi bahwa Alex tidak pernah berteman dengan manusia jenis apa pun.

***

"Astagfirullah...." ucap Aisyah seraya menunduk, mengambil pulpennya yang terjatuh di bawah meja.

Aisyah tersenyum lebar, setelah berhasil menjangkau pulpen miliknya itu, "alhamdulillah, " katanya seraya kembali ke posisi semula.

"Lo!...."

"Astagfirullah.... " Aisyah langsung menggelus dadanya yang tiba-tiba sport jantung.

"Pergi dari sini! "

"Tapi... Aku harus duduk dimana? hanya kursi ini yang kosong,"lirih Aisyah pelan, sebenarnya ia juga tidak ingin satu bangku dengan seorang pria.

"Pergi, kalo lo gak mau dalam masalah! " ancam Alex.

"Wow! ini langka" Willy datang sambil bersorak girang, "temen-temen untuk pertama kalinya seorang Alexander ngomong sepanjang itu. Ini semua berkat gadis bercadar," pekik Willy sambil bertepuk tangan riang di ikuti tepukan riang semua penghuni
12 IPA 1

Alex menatap tajam bak pisau ke semua mata yang tertuju padanya sedangkan Aisyah ia malah menunduk dalam.

"Lo mau pergi sendiri atau lo mau gue seret!"

Aisyah tak bergeming, gadis itu bingung harus melakukan apa. Melihat tak ada respon apa pun dari Aisyah, membuat kemarahan Alex memuncak.

"Eh lo budek ya!!" teriak Alex tepat di telinga Aisyah.

"Astahgfirullah, " tanpa sengaja Aisyah berteriak cukup kencang.

"Eh lo gila ya.. "seru salah satu siswa, ia berdiri sambil berkaca pinggang menatap garang Aisyah yang semakin ketakutan.

"Maaf, "ujar Aisyah lirih. Bukannya iba Alex malah ingin menarik tangan Aisyah, beruntung Aisyah mengetahui pergerakan tangan Alex dan langsung menjauhi tangannya dari jangkauan tangan dingin seorang Alex.

"Maaf akhi kita bukan muhrim dan anda tidak berhak menyentuh saya" Aisyah berujar pelan.

Alex menatap benci kearah Aisyah yang masih setia diam seribu bahasa,
"lo itu sampah yang mesti gue buang" ancam Alex sebelum pergi menghilang dari kelas.

****


Hari ini dengan terpaksa Alex duduk di kelas bak seorang murid rajin dan pintar.

"Kalo kamu ngak sekolah lagi hari ini, semua fasilitas mu akan ayah ambil "

Ancam itu sukses membuat Alex duduk dengan tenang dikelas, bahkan tenang menghadapi kemarahannya yang selalu memuncak tiap kali melihat Aisyah.

Gadis bercadar dengan bola mata berwarna biru hazel itu seolah kilas balik yang selalu menyeret Alex mengenang semua peristiwa buruk yang bahkan tidak pernah ia lupakan dan selalu menghantuinya dan kehadiran gadis itu semakin mempertajam semuanya.

Alex menjambak kasar rambutnya sendiri, rasa sakit itu kembali menggerogoti hatinya, "argh! "

"Ada apa?" gadis itu terlihat sangat cemas.

"ah sial mata itu lagi"
batin Alex menjerit dan rasanya ingin keluar dan segera merebut mata biru hazel itu.

Alex menatap atjam Aisyah, membuat Aisyah seketika menundukkan pandangannya,"lo sengaja deketin gue kan! " bisik Alex dengan suara penuh penekanan.

Sontak Aiayah mendongka, dari matanya terlihat jelas bahwa gadis itu bingung," maaf maksud kamu apa ??"

"Udah deh lo nggak usah sok suci!" bentak Alex, membuat Aisyah semakin tidak mengerti.

"Maaf, tapi saya tidak mengerti arah pembicaraan ini, "jawab Aisyah jujur.

"Pergi nggak lo dari bangku gue, atau gue jamin lo bakal sengsara hingga lo lebih memilih mati ketimbang hidup," bisik Alex.

Aisyah sedikit menjauh dari Alex, gadis itu menunduk, "maaf, tapi aku punya Allah dan aku percayakan semua takdir ku pada-Nya. Aku percaya apa pun yang Allah beri pada hambanya adalah yang terbaik. "

"Cukup! pergi lo dari sini! " Alex langsung menarik tangan Aisyah yang segera gadis itu tepis dengan kasar.

"Sekali lagi saya tegaskan pada anda, jangan pernah menyentuh saya dengan alasan apapun!" Aisyah bangkit, gadis itu terlihat begitu marah, sorot teduh matanya berubah menjadi kilatan penuh kemarahan, Aisyah memang bukan gadis pemberani tapi ia selalu memegang teguh prinsipnya.

Alex terteguh, sebuah kata tiba-tiba terngiang di kepalanya, persis seperti kaset rusak yang di putar terus menerus.

"Mata mampu mewakili perasaan."

Tanpa mereka sadari suara mereka menggundang semua orang tak terkecuali pak Eko, guru BK paling killer seantero jagat raya.

"Kalian berdua, ikut saya ? "suara berat pak Eko akhirnya sampai di telinga mereka.

Dengan patuh Aisyah mengikuti langkah kaki pak Eko sedangkan Alex dengan terpaksa berjalan mengekor di belakang pak Eko.

***

Tabir di Balik CadarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang