14

12.3K 1.1K 76
                                    

“Hey,”

Aku masih setengah sadar ketika Davis memasuki kamarku. Ia tersenyum tipis sambil mengambil tempat di pinggir ranjang. Aku menurunkan selimut hingga ke hidungku dengan malas.

“Hey, Davis.” Kataku sambil menguap, “Bisakah kau tinggalkan aku dulu? Aku mau tidur.”

“Tidak bisa.” Davis menyibak selimutku lalu menarik kedua tanganku beberapa kali agar aku terusik. Dan memang aku terusik. Bagaimana bisa aku melanjutkan tidur kalau ada Davis disini?

Melihat mata birunya saja sudah membuat mataku terang.

Sebenarnya, Davis secara rutin membangunkanku untuk sarapan. Aku selalu bangun, makan bersama Davis dan Mr. Josh, kemudian kembali ke kamar untuk tidur sepanjang hari. Aku memaksa tidur beberapa hari ini dan untungnya aku jadi benar-benar tertidur.

Aku sadar posisiku disini. Aku tahu aku gadis merepotkan dan penuh kesialan. Dua malam yang lalu, ketika tengah malam aku terbangun untuk ke kamar mandi, aku mendengar pembicaraan Mr. Josh dengan Davis.

“Kalau kau tidak mau menjaga anak itu, cepat kau pulangkan dia.” Begitu kata Mr. Josh. Ia mengatakannya dengan tegas dan dingin. Setelah mendengar itu, aku berlari menuju kamarku dan memaksa diriku untuk tidur.

Aku memutuskan untuk melakukan apa yang seharusnya kulakukan sebagai seorang penderita Klein-Levin. Tidur. Aku tidak ingin merepotkan Davis. Aku ingin tinggal sedikit lebih lama.

“Kau bau.” Davis memecah keheningan yang sudah cukup lama melanda kami berdua. “Sebaiknya kau mandi.”

“Dan sebaiknya kau keluar.” Kataku. Aku harus normal. Aku tidak boleh merepotkan. Aku tidak boleh membuatnya kesal. Aku tidak boleh…

Davis terlihat bingung. Dahinya berkerut. Ini rahasia, ya, aku sangat menyukai ketika dahinya berkerut seperti itu.

“Alice, kau—”

“Aku tahu. Aku akan langsung turun untuk sarapan sehabis mandi. Sebaiknya kau—”

“Dan kau kembali naik ke kamar dan tidur hingga pagi lagi?” Davis balas memotong ucapanku. “Kau kenapa, sih?”

“Aku oke.” Kataku cepat. Davis mendengus kesal. “Alice, aku tahu kau menjaga jarak.”

“Aku tidak melakukannya.”

“Ya.”

“Tidak.”

Tiba-tiba Davis mendekat. Ia memegang kedua pundakku dan menatap tepat ke arah mataku. “Katakan padaku.”

Oh, skakmat.

Aku malu. Entah sepelan apa suaraku ketika aku berkata, “Aku tidak mau kau kesal.”

Aku menunggu. Tapi Davis tidak bereaksi apa-apa selama lebih dari 20 detik.

“Aku minta maaf karena sudah merepotkanmu.”

Davis tetap diam.

“Aku tahu aku sangat merepotkan.”

Davis tetap tidak merespon.

“Kalau kau mau, kau bisa pulangkan aku sekarang.”

Aku menghela napas kasar. Davis menatapku dengan kening berkerut. Aku suka, tapi kesal karena mulutnya tetap tertutup rapat.

Tapi ketika melihat Davis menyipitkan matanya, tersenyum, lalu mulai tertawa membuatku bingung setengah mati. Apa yang lucu?

“Oh, Alice,” Ucapannya terhenti sebentar karena ia tertawa. “Kau bicara apa sih?”

My Sleeping BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang