Chapter 8

8 0 0
                                    

A Woman's Strength.

Jannah tak pernah menyebut dirinya sebagai pewarta agama. Jannah pun tak pernah mengajak penduduk desa untuk berkumpul menjelang senja di tepi pantai dan menjadikannya tempat berdakwah apalagi berdebat.

Bibir Pantai Parwati selalu tampak sepi, terkecuali sebulan belakangan. Tampak kerumunan kecil dibawah pohon kelapa, sekitar duapuluh orang duduk anteng disana. Anak-anak berpeci, Ibu-Ibu berkerudung, Bapak-Bapak renta, kadang bisa kau temui turis lokal ikut bersila disana. Jam empat tepat, Jannah duduk di pusat pusaran lingkaran yang mereka bentuk.

"Semalam ada yang menghampiri saya, seorang Pria Muda yang gelisah mempertanyakan iman-nya sekaligus fungsi agama bagi hidupnya. Sore ini dia tak hadir, sayapun berjanji tak akan menyebutkan namanya." Buka Jannah.

Umur Jannah yang belum genap tujuh belas tahun kala itu, tak menghalanginya untuk bersikap layaknya tetua. Sikap arif dan karisma yang luar biasa, membungkam mereka untuk bertanya di luar topik yang tiap sore berganti.

"Mari kita babar soal fungsi agama."

Semua orang disana mendekat dan memasang telinga mereka tajam, tak ingin melewatkan apa yang Jannah utarakan. Sore itu dia berpendapat bahwa Agama tak cuma mempunyai dua sisi bagai koin, tapi lebih dari itu. Agama bisa dianggap oleh awam sebagai kebenaran mutlak, bisa dianggap oleh orang bijak sebagai kesalahan, dan oleh penguasa tiran sebagai sesuatu yang bisa dimanfaatkan habis untuk kepentingannya.

"Apa fungsi agama sesungguhnya?" tanyanya pada pria renta yang di desa terkenal sebagai haji soleh. Dia menggeleng, antara takut salah menjawab dan sungguhan tidak mengerti jawabannya.

Jannah bertutur, "Tuhan telah diklaim milik agama ini, agama itu, dan agama lainnya. Manusia-manusia ini akhirnya malah menjadi Tuhan menurut gambarannya sendiri, dengan tameng agama dan ayat-ayat-Nya. Dengan mudah mereka menghakimi, memecut, mendakwa, mengucilkan, bahkan membunuh sesama hanya karena mereka merasa satu-satunya orang yang mengerti fungsi agama."

"Memeluk agama ataupun tidak memeluknya, tetap akan ada orang yang berbuat jahat dan orang yang berbuat baik. Untuk membuat orang jahat menjadi baik, agama bisa digunakan. Fungsinya bisa saja berbalik, untuk membuat orang baik menjadi jahat. Fungsi agama sungguh banyak, tergantung manusia yang menggunakannya." Tuturnya panjang.

Seorang wanita sampai terisak dipojok, mungkin saja dia merasa terbukakan hatinya, atau mungkin malah pernah terlibat? Jannah pun tak tahu. "Padahal fungsi agama, nyatanya adalah untuk menunjukkan jalan, bukan menghukum. Menghukum manusia atas perbuatannya adalah murni tugas Tuhan semata. Sementara tugas manusia, yang menyebut dirinya para pemuka agama yang mulia, adalah cukup hadir disana, bicara dengan lunak menenangkan, dan memahami kondisi mereka. Jika dirasa salah, barulah tugas mereka untuk menunjukkan jalan yang benar dilakukan."

"Adakah agama yang sempurna, Mbak Jannah?" tanya gadis kecil didepannya sambil mengacungkan telunjuknya.

Jannah menarik nafasnya dalam. "Saya masih memimpikannya, Dik. Agama sempurna yang menurut ideal saya adalah agama yang tidak melahirkan celah sedikitpun akan penindasan antar manusia di bumi." Dia menggeleng bagai minta ampun kepada entah siapa.

"Silahkan belajar agama. Kalau perlu beberapa agama. Untuk memahami dan memilih, bukan untuk jadi makin bingung. Pelajarilah agama dengan berpikir luas, bukan hanya mengandalkan bacaan buku terjemahan usia ratusan tahun lalu yang kadang sudah hilang relevansinya dengan jaman sekarang, atau cuma duduk mendekam mengangguk tak henti mendengar uraian imam-mu."

Sosok wanita yang tadi menangis kemudian merangkak menghampirinya, mengecup pipi Jannah spontan, "Terima kasih. Hati saya jadi hangat mendengarnya."

The House SparrowWhere stories live. Discover now