Sapuan Dua; Si Tuan Kucing

Start from the beginning
                                    

Detik itu, seisi ruang seperti mendapat pukulan telak hingga mereka terdiam. Sedang di posisinya, muka Baskara terlihat merah padam dan Mega mulai berani mengangkat dagunya dengan congkak.

Mega suka keributan, asal bukan dia yang harus ribut.

"Tapi jangan khawatir." Guntur kembali duduk dan menyandarkan punggungnya ke kursi dengan santai. Suara tawa lelaki itu terdengar pelan, sebelum dia menatap ke Baskara tajam. "Charity concert kali ini tetap bakal bawa kamu ke kursi BEM tahun depan."

Seperti bumerang, kalimat tajam Guntur langsung mendapat balasan yang sukses membuat Mega menelan ludahnya kasar. 

"Satu minggu," sahut Baskara dengan tatap datar. "Aku kasih kalian waktu satu minggu, kalau kalian gagal, mending kalian keluar dari kepanitiaan."

Dan setelah perdebatan sore itu, Mega bersumpah kalau dia gagal, Guntur akan ia hajar habis-habisan. Enak saja dia menabuh gendering perang dan menjadikan Mega tumbal.

"Semangat, Ga. Aku bakal bantu sebisaku," ucap Guntur sebelum lenyap tanpa sempat Mega telan bulat-bulat.

Bantu apa coba? Nyatanya sudah dua hari Mega kehilangan jam tidurnya demi secuil info, tapi Guntur malah susah dihubungi.

Mengingat kejadian itu membuat Mega kehilangan tempo di langkahnya. Napasnya kian tersengal dan ia terpaksa berhenti saat jantungnya berdetak seperti akan meledak. Aliran darahnya terasa begitu membakar, bahkan dingin udara sisa hujan semalam tak mampu meredam.

Ternyata, jogging yang biasanya bisa menghapus sejenak rumit di kepala pun gagal bekerja. Maka, Mega menyeret langkahnya ke bangku kayu di tepi lapangan, menyandarkan tubuh, dan menutup wajahnya dengan handuk untuk kemudian memejam.

"Satu minggu ... aku kasih kalian waktu satu minggu."

Memangnya satu minggu Mega bisa melakukan apa?

Apa ia harus menyeret Doris dan memaksanya untuk menandatangani kontrak kerjasama? Atau mungkin Mega harus ke basecamp mereka, memohon sambil menangis dan berharap mereka iba?

Yang benar saja!

"Jangan-jangan lo ke sini tanpa tau lagu kami? Atau malah lo nggak tau nama kami?"

Mengingat kalimat itu membuat Mega yakin kalau peluang keberhasilannya ada di angka nol. Mungkin jalur santet akan lebih ampuh untuk saat ini.

"Oh, satu lagi. Lain kali pastiin lo udah dengerin lagu dari band yang mau lo lobi."

Astaga.

Mega menarik kasar handuk kecil di wajahnya dan mendengkus kasar. Ia meraih ponsel di saku, mencari nama 30seconds di Spotify dan memutar lagunya keras sekali. Bukan apa-apa, Mega lagi nggak bawa headset.

Luka itu telah kututup dengan tawa.
Hingga aku terbiasa, bahkan melupa.

Liriknya mengalun, dengan suara Doris yang berbanding terbalik dengan kelakuannya. Harus diakui, artikel yang Mega baca benar, lirik 30seconds mengetuk sesuatu di dalam dirinya perlahan, dengan petik-petik gitar yang terdengar seperti rintihan.

Lalu, bagaimana bisa kau melihatnya?

"Permisi."

Lukisan Tentang LangitWhere stories live. Discover now