[13] Touch (author)

4.8K 313 30
                                    

Sejak dulu Juwita memang berbeda dengan Joana.

Joana si Pintar, Juwita yang biasa saja.

Joana yang menarik, Juwita gadis tak terlihat.

Joana dewasa, Juwita kekanakan.

Joana Sang Pembunuh, gadis yang diinginkan oleh dua kelompok mafia sedangkan Juwita hanya sebuah bonus tanpa guna.

Ia tidak akan pernah menjadi seperti Joana, walaupun mereka memiliki wajah yang sama. Juwita selalu gemetaran saat melihat darah, membunuh? Bahkan kecoa pun tidak pernah ia lukai.

Saat kedua orang tuanya dibunuh oleh kelompok Luciano. Juwita berguna sebagai sandera agar Joana menuruti setiap perintah yang di tunjukan padanya. Saat itulah Joana bekerja sebagai penculik anak yatim piatu dan beberapa gelandangan untuk diambil organnya bagi mereka yang sudah memesan.

Tidak mudah karena agar lebih efektif gelandangan dan anak-anak itu dibiarkan hidup sampai seseorang membutuhkan donor. Mereka mengeluarkan cukup banyak uang untuk memberi makan gelandangan dan para yatim piatu tersebut, namun pemasukan Joana jauh lebih besar. Bahkan nama gadis itu semakin di kenal karena tidak satupun pasiennya yang meninggal di meja operasi.

Sejak saat itu, Joana membunuh sebanyak ia menyelamatkan nyawa. Juwita yang masih 15 tahun saat itu, mendapatkan hidup yang jauh lebih mudah dari Joana. Juwita tidak harus merasakan lebam akibat pukulan orang-orang berbadan besar karena harus berlatih bela diri. Juwita tidak harus merasakan darah memuncrat di tubuhnya saat menembakan peluru dalam jarak dekat.

Juwita tidak pernah merasakan merobek kulit leher seseorang dengan pisau. Berbeda dengan Joana, Juwita tidak pernah membunuh sekalipun dalam hidupnya. Berbeda dengan Joana, Juwita sama sekali tidak berguna. Karenanya ia menjadi boneka seks putra Juan Luciano.

Juwita kehilangan keperawanannya saat berusia 16 tahun, saat itu Samuel Luciano menerobos masuk kekamarnya dan memperkosanya begitu saja. Juwita tidak mampu memberontak, tidak juga memiliki tempat untuk mengadu. Membiarkan saja Sam memperlakukannya sesuka hati.

Joana tidak tahu, tidak ada seorangpun yang tahu bahwa Sam adalam mimpi buruknya. Laki-laki itu memperlakukan Juwita dengan amat kasar, sehingga lama kelamaan tubuhnya menyesuaikan diri dengan tindakan kasar laki-laki itu. Walaupun sudah hampir 6 tahun tidak bertemu dengan Sam. Juwita sering sekali memimpikan laki-laki itu dalam tidurnya. Perasaan takutnya saat Sam pada akhirnya akan menemukan tempatnya bersembunyi akhirnya berubah menjadi nyata.

"Juwita..." wajah Juwita memucat saat mendapati seseorang berada di depan pintu kamarnya. Kamar tamu keluarga Bhaskara yang telah ia tempati beberapa hari belakangan ini.

"Akhirnya aku menemukanmu sayang..." laki-laki itu mendekat, mengecup pelan bibir Juwita. "Aku sudah mendapatkan Joana untuk ayah, sebagai balasannya ayah akan merestui pernikahan kita."

"Sam..." Juwita mundur beberapa langkah sampai tubuhnya membentur kepala ranjang.

Jadi benar, Samlah yang membunuh Raza untuk merebut kembali Joana. Tubuh Juwita bergetar saat merasakan sentuhan kasar Sam. Laki-laki itu menghapus jarak mereka kemudian kembali mengecup bibir Juwita. Diawali oleh Kecupan-kecupan ringan yang semakin lama semakin menuntut. Wajah Juwita memerah saat merasakan Sam mengcengkram lehernya erat. Juwita berusaha mencakar lengan kokoh yang mencekiknya itu agar Sam menyadari bahwa Juwita tersiksa.

"Kenapa sayang? Kau menyukainya bukan? Lihatlah kau mulai basah." Jeritan Juwita teredam oleh lumatan Sam saat laki-laki itu memasukan dua jarinya pada milik Juwita. Cepat tanpa pemanasan. Air mata Juwita mengalir di pipi saat Sam mulai mengocok tangan itu cepat.

"Lepaskan gadis itu!" Tubuh Juwita membeku saat melihat Agni di luar pintu kamarnya. Berdiri menatapnya dengan pandangan dingin. Rahangnya berkedut mengetat. Dengan tangan kiri memegang pistol yang mengarah tepat ke kepala Sam.

"Ah... ada pengganggu rupanya," Sam berbalik dengan cepat. Mengacungkan pistol tepat kearah Agni. Kini mereka dalam posisi yang sama, hanya menanti siapa yang akan menarik pelatuk lebih dulu. Walaupun pada akhirnya mereka berdua akan mati oleh senjata lawan masing-masing.

"Hari ini cukup sampai disini, Juwita. Aku hanya memastikan bahwa kau masih mengingat sentuhanku. Kau masih menginginkan tubuhku." Sam mengeringai sementara Agni semakin kesal. Agni tidak mencintai Juwita. Hanya saja ia tidak ingin apa yang sudah menjadi miliknya disentuh oleh orang lain.

"Hari ini kau masih bisa hidup, pertemuan kedua kupastikan roh akan meninggalkan jasadmu." Sam berbicara setelah melewati Agni.

"Hanya akan ada satu yang mati diantara kita, dan aku pastikan itu bukan aku." balas Agni tanpa berbalik.

Tidak, Agni tidak akan mengambil resiko. Ia tidak ingin mati saat ini, apalagi hanya untuk seorang Juwita. Jika ia menarik pelatuk untuk menembak Sam, tentu Sam akan melakukan hal yang sama, satu detik lebih lambat tidak akan berpengaruh. Mereka berdua pasti akan sama-sama mati.

Pertarungan Jarak dekatpun sepertinya percuma, walau Agni cukup kuat, walau ia sering berlatih bela diri. Pengalamannya sungguh tertinggal dibandingkan Sam.

Sam adalah putra seorang mafia. Entah berapa orang yang sudah laki-laki itu lenyapkan, sedangkan Agni? Ia hanyalah seorang jaksa. Tugasnya bukan untuk membunuh orang lain, melainkan menjatuhkan hukuman terberat yang bisa ia minta dari negara.

Agni harus memikirkan cara untuk menghabisi Sam. Membalaskan dendamnya atas kematian Raza, dan juga karena telah lancang menyentuh wanitanya.

"Buka bajumu!" perintah dingin Agni sukses membuat Juwita ternganga. Baru tadi sore Agni mengacuhkannya, sekarang apa? Laki-laki itu memintanya membuka baju?

"Buka bajumu sekarang, atau aku akan merobeknya paksa!" Sepertinya Agni tidak sedang dalam posisi bercanda. Kali ini Juwita tahu mengapa keluarga Bhaskara sangat ditakuti. Jika mereka sedang serius makan tidak seorangpun yang berani menentangnya. Dengan patuh seperti seekor macan yang kehilangan taringnya, Juwita membuka seluruh pakaian yang ia kenakan.

"Aku ingin kau membakar baju busuk ini besok pagi," ucap Agni sebelum melumat bibir Juwita ganas, seperti ingin menghapus jejek Sam dari bibir Juwita.

Juwita mendesah saat tubuh Agni menimpanya, memaksa gadis itu membuka mulutnya mencercap setiap rongga dalam mulut gadis itu. Juwita terengah saat Agni melepas pangutannya kemudian bermain-main di leher jenjang milik Juwita. Meninggalkan bekas kepemilikan berkali-kali sampai-sampai Juwita merasa lemas hanya dengan kecupan Agni.

"Dimana lagi ia menyentuhmu?" tanya Agni sambil menatap mata Juwita yang mulai tidak fokus. Juwita yang masih terengah dan dikuasai hasrat tidak mampu mencerna kata-kata Agni.

"Jawab aku Juwita, dimana lagi laki-laki brengsek itu menyentuhmu?" tidak mendapatkan jawaban Juwita membuat Agni menyerah. Laki-laki itu akan menghapus jejak Sam dari tubuh Juwita. Ia tidak keberatan untuk mengabsen satu per satu permukaan tubuh gadis itu.

Juwita mengerang geli saat Agni mengecup telapak kakinya, menggigit ringan sebelum perlahan naik kebetis, kemudian paha. Agni berlama-lama bermain disana, mengecup paha dalam Juwita dengan tentunya meninggalkan jejak kepemilikan. Dengan sengaja menggesekan hidungnya pada milik gadis itu, membuat Juwita mengerang karena merasa dipermainkan.

"Cepat Agni!" desah Juwita tidak sabar.

"As you wish ma queen." balas Agni sebelum menenggelamkan kepalanya pada selangkangan wanita itu. Memanjakan Juwita sampai gadis itu meraih puncaknya berkali-kali.

Malam itu, mereka melakukannya sampai pagi

TBC

Kebanyakan adegan 17++? Dari judulnya aja udah ketahuan isinya begini 😂
Nikmati saja. Engga suka? Get out aja.
Jangan komentarin aku mesum dll karena semua orang sudah tau aku mesum :p

Stuck In Lust [On Going]Where stories live. Discover now