[8] Confession (author)

3.4K 288 30
                                    

"Apa yang membuatmu bisa tertangkap seperti ini?"

"Bagaimana kamu bisa masuk kesini Juwita?" Joana sangat terkejut dengan kedatangan saudari kembarnya di ruang introgasi. Ruangan yang seharusnya tidak bisa dimasuki orang lain selain petugas yang bertanggung jawab.

"Beberapa pengawas merupakan orang-orangku. Kebetulan mereka yang bertugas menjagamu saat ini. Ayo kita pergi."

"Tidak Juwita. Jika kita pergi sekarang, kau tidak akan pernah bisa kembali ketempat itu."

"Kita bisa mencari cara lain untuk membunuh Agni. Kita harus segera pergi. Cepatlah teman Agni yang polisi itu sudah dalam perjalanan menuju kesini."

"Raza..?"

"Kau tahu namanya? Sudahlah itu tidak penting!"

"Kau tahu aku tidak akan mati semudah itu?"

"Kau memang berkali-kali bebas dari maut Jo! Tapi kali ini berbeda. Hukuman mati sudah dijatuhkan padamu."

"Juwita!"

"JOANA!"

"Jangan membentakku!"

"Kau membentakku lebih dulu! Dengarkan aku Jo, kau tidak mungkin memiliki kesempatan lain untuk kabur lagi. Percayalah padaku, kita harus segera pergi."

"Kau yang harus mempercayaiku! Aku sudah berkali-kali mengelabui polisi. Apa yang membuatmu yakin aku kalah dari polisi Indonesia sedangkan agen FBI saja tidak dapat menangkapku?"

"Buktinya kau saat ini sedang menjadi seorang tahanan!"

"Dengar!" Joana menarik kerah Juwita. Mengancam saudarinya itu dengan tatapan membunuh yang selalu ia tunjukan pada korban-korbannya sebelum ia memulai tindakan.

"Kau pergi dari sini sekarang atau...aku akan memberitahu laki-laki itu keberadaanmu." Joana menyeringai melihat wajah ketakutan Juwita.

"Kau brengsek!"

"Terimakasih pujiannya, Kembaran." Joana menatap kepergian Juwita dengan senyum lembut, "Jangan kau bunuh Agni dulu. Ia bisa menjadi tamengmu kelak saat laki-laki itu menemukanmu nanti."

Juwita mendengus mendengar saran yang diberikan Joana. "Yang ada dia akan dengan senang hati melemparku kearah buaya busuk itu."

"Buaya busuk yang masih memiliki hatimu?"

Tanpa menjawab pertanyaan Joana, Juwita memilih segera pergi sebelum mereka nantinya saling membunuh satu-sama lain.

Ia sempat berbalik menatap Raza yang tengah memasuki ruang introgasi saudari kembarnya.

"Joana...mungkinkan kali ini dia akan selamat?"

"Besok."

"Hah?" tanya Juwita pada laki-laki yang mengantarnya keluar ruangan tersebut tanpa diketahui siapa-siapa.

"Besok adalah hari dimana hukuman tembak akan dijatuhkan pada Joana. Joana menyerahkan surat ini untukmu."

"Apa? KENAPA KAU TIDAK BILANG!" Juwita memberontak, berusaha menerobos masuk kembali keruangan introgasi Joana.

"Lepaskan!" bentak Juwita. Walaupun mereka tidak cocok satu sama lain, walaupun mereka sering bertengkar, walaupun ia tidak perhan tahan berdekatan dengan Joana. Mereka tetaplah saudara kembar. Mereka lahir bersama, menghabiskan masa kecil bersama...tentu saja ada rasa tidak rela saat mengetahui saudari kembarnya akan dijatuhi hukuman mati besok.

"Tidak bisa, Nona! Ini sudah menjadi perintah Nona Joana agar anda tidak boleh mendekati tempai ini selamanya. Kembalilah ke tempat keluarga Baskhara itu. Saya akan mengamati anda dari jauh." Juwita menampar laki-laki itu keras.

Juwita. Seorang putri angkat mafia kelas kakap yang merajai ASIA. Seorang ketua perampok bersenjata yang kehadirannya tidak dapat diendus anjing polisi sekalipun.

Selama bertahun-tahun ia harus menyembunyikan keberadaannya dari para pengikutnya agar Sisi bisa mempercayainya. Menyusup dan tinggal di rumah Agnipun ia lakukan hanya untuk membunuh laki-laki yang telah merenggut kebahagiaannya. Ayah angkat yang sangat memanjakannya serta Joana. Laki-laki yang memiliki peran besar dalam hidupnya.

Juwita tahu ayahnya jahat, dan apa yang ia lakukan saat ini salah. Tapi dibumi ini, tidak selamanya hitam itu kotor dan putih itu bersih. Ia yang jahat dimata dunia, bisa jadi pahlawan untuk secuil orang. Juwita tidak memedulikan kata-kata orang lain. Yang ia lakukan adalah apa yang ia percaya. Jika dengan membunuh Agni ia bisa merasakan kelegaan. Maka akan ia lakukan walau nyawanya sendiri sebagai taruhan.

"Dari mana saja?" langkah Juwita terhenti saat memasuki ruang kerja Agni di kantor kejaksaan.

"Toilet." jawab Juwita acuh.

"Jangan berbohong padaku Juwita." rahang Agni mengetat menandakan ketidak sukaannya mendengar kebohongan dari mulut Juwita.

"Sudahlah Agni, yang penting aku sudah disini bersama berkas-berkasmu ini." jawab Juwita sambil membanting berkas-berkas itu di meja Agni. "Apa yang kau lakukan!" jerit Juwita kemudian saat merasakan cengkraman keras Agni pada tangannya.

"Aku tidak suka kelancanganmu ini, pembunuh. Sudah cukup kesabaranku selama ini. Sekali lagi kau membentakku, akan kupastikan kau menyesal telah terlahir di bumi ini." Agni menghempaskan tangan Juwita sehingga gadis itu mundur beberapa langkah sampai membentur meja kerjanya.

"Cepat bekerja! Manfaatkan tubuhmu yang tidak berguna itu!" bentak Agni.

"Tubuh tidak berguna?" entah kenapa kali ini Juwita terpancing dengan kata-kata kasar Agni. Bisanya apapun yang laki-laki itu katakan, Jalang bahkan Pelacur sekalipun tidak pernah Juwita pedulikan. Namun, kali ini berbeda. Mungkin karena ia masih kesal pada Joana atau memang ia sudah gila.

"Terimakasih pada tubuh tidak berguna ino, kau bisa mengerang nikmat dan mencapai pelepasanmu!"

"Juwita jaga bicaramu!"

"Ahaha! Lihatlah siapa yang bicara! Kau tidak ingat tadi pagi kau memohon-mohon untuk kupuaskan!"

"Enak saja! Kau lah yang mengerang minta aku puaskan!"

"Tidak! Kau yang memohon padaku untuk menjilati cacing mungilmu itu!"

"Ah...jika kau lupa cacing mungilku ini yang membuatmu kehilangan akal sehat. Memintaku memompamu lebih cepat. 'Argghhh lebih cepat Agni! Lebih cepat Agni!' Seperti itu!"

"Aku tidak seperti itu!"

"Ah.. seandainya saja aku rekam perbuatanmu yang murahan itu."

"Kau perjaka tidak tahu diri!"

"Dan kau menikmati sentuhan perjaka ini!"

"Aku tidak menikmatinya!"

"Oh ya?" Agni melangkah mengunci pintu ruangannya. Menatap Juwita kesal. Amarah yang sudah menguasainya sejak sampai dikantor dan tidak mendapati keberadaan Juwita, kembali membara saat gadis itu melawannya terlebih menghina keperkasaannya.

32 tahun bukan waktu yang singkat. Ia tidak pernah menyentuh wanita manapun, bahkan memuaskan diri sendiripun tidak ia lakukan. Kali ini biar saja wanita itu menanggungnya. Seluruh fantasi yang selama ini ia pendam.

"Apa yang kau lakukan?" Juwita berjalan mundur menjauhi Agni yang mulai melucuti pakaiannya. Melepas dasi dengan gerakan sensual. Perlahan dengan seringai masih tertanan di wajahnya Agni melangkah maju. Melepas kancing kemejanya satu persatu.

"Mari kita buktikan siapa yang lebih menikmatinya. Kau...atau Aku"

Tbc

Mungkin kalian bertanya2 kenapa cerita ini mesumnya setiap saat 😅😄
Tapi dari judul udah kelihatan sih harusnya....😂
Bagi kalian yang engga suka cerita mesum 😂😃 dan kalian anak2 kecil atau para pemengang tiket menuju surga...aku peringati dari sekarang...gak usah dibaca...karena mulai part depan udh extra hot...pemanasannya udah cukup sampai disini

Buat yang mau melanjutkan 😉 see u next part :*
Update ini kusus buat dedek nabila kapoor, vote ke 22 komentator ke 7,8,9 eh ke 8,9,10 😂😂 dihitung sama dia 😂😂😂
U made my day girl.

Makasih buat yang selalu vote dan komen cerita aku wowofu :* (I Love U)

Stuck In Lust [On Going]Where stories live. Discover now