[7] it's just about lust (agni)

3.9K 281 43
                                    

"Ughhh," aku melenguh saat merasakan sinar matahari menembus jendela kamarku. Atau lebih tepatnya jendela kamar Juwita.

Terbaring gadis itu dalam pelukanku. Perempuan licik yang berniat membunuhku. Tentu saja aku tahu. Perempuan mana yang memilih untuk tetap tinggal bersama laki-laki yang menyakitinya setiap hari jika ia memiliki banyak kesempatan untuk kabur?

Hanya saja aku memilih untuk pura-pura tidak tahu. Membiarkan musuh berada dalam pengawasanku, bukan karena aku sudah bosan hidup, hanya saja itu memudahkanku untuk mengawasinya. Tindakan bodoh apa yang akan ia lakukan padaku. Aku melihat suntikan insulin yang tergeletak diatas meja sebelah tempat tidurnya. Cara membunuh yang sangat bodoh.

Aku menatap Juwita sebentar, gadis itu tidak jelek. Yeah...lumayan. tapi tentu saja Juliet lebih indah dibandingkan gadis yang telah memutilasi kekasihku itu. Kalian bisa menyebutku gila. Terserah saja.

Aku memutuskan untuk meninggalkan gadis itu terlelap. Ada urusan lain yang membutuhkan atensiku. Namun langkahku terhenti saat tubuhku bereaksi lain. Aku tahu, tubuh ini sudah terbiasa dengan keberadaan Juwita disisinya. Walau kami baru 2 kali tidur bersama.

Sedikit saja. Biarkan aku mencicipi bibirnya sedikit saja.

Aku meraih dagunya memaksa Juwita mendongak. Mencondongkan tubuhku kedepan dan mulai mencercapi manis bibir bervolumenya. Kecupan ringan yang awalnya menjadi rencanaku, harus berganti menjadi lumatan dalam ketika Juwita tiba-tiba bangun dan membalas pangutanku.

Lidahku menari-nari dalam rongga mulutnya. Berdansa dengan lidah pembunuh kekasihku itu. Aku tidak mengerti mengapa aku begitu bernafsu padanya? Apakah karena ia adalah gadis pertamaku?

Persetan! Lebih baik aku menikmati sentuhan ini selagi bisa. Sebelum aku menjebloskannya kedalam penjara nanti.

"Ugh..." Juwita melenguh saat tanganku bergerak nakal ke dua gundukan kembarnya. Menyentuh puncak gundukan itu dengan gerak melingkar.

"Agni..." aku senang mendengar ia mendesahkan namaku. Namun lebih senang lagi saat ia menjeritkannya.

Sepertinya setan nafsu memang telah menguasai kami berdua. Rencanaku untuk meninggalkan ranjang harus tertunda beberapa saat, demi memuaskan hasrat kami berdua.

Iya... diantara aku dan Juwita memang hanya terdapat hasrat yang bahkan lebih kuat dari rasa benci kami pada masing-masing.

Rencana untuk menjebloskannya kepenjara sebaiknya kutunda dulu, sampai aku bosan dengan tubuhnya. Mungkin memang membutuhkan waktu yang cukup lama. 2 bulan?

-----

"Kau pergilah kekantor terlebih dahulu. Aku ada urusan." Akhirnya kami bisa berpakaian setelah 2 jam berkutat didalam selimut. Entah sudah berapa kali kami mencapai pelepasan.

"Kantor mana?" Juwita mengernyit bingung. Entah kebiasaannya atau memang ia berniat menggodaku, Juwita menggigit bibirnya.

Setan...berhentilah menggodaku! aku mengalihkan pandangan keberkas-berkas yang harus ia bawa. Sebaiknya seperti itu, sebelum hasrat mengambil alih logikaku dan memaksaku untuk menelanjanginya dan mengurungnya dibawahku. Membuatnya mendesahkan namaku berkali-kali. Mungkin dengan menghisap pusarnya bisa membuat gadis itu basah dan langsung siap untuk kumasuki. Bajingan! Lagi-lagi aku tidak bisa berkonsentrasi.

"Ke kejaksaan!" aku membanting map itu didepan meja riasnya. Berusaha menyadarkanku untuk segera enyah dari hadapan iblis penggoda itu.

"Memangnya kau mau kemana?" Aku mengerang kesal saat Juwita meletakan tangannya diatas tanganku. Menatapku pura-pura polos.

Sialan. Hanya dengan sentuhan ringannya pada tanganku saja membuatku turn on seperti ini. Bagaimana jika gadis itu menyentuh selangkanganku? Bisa-bisa aku langsung merobek pakaian gadis itu dan membatalkan janjiku dengan Abisena.

Stuck In Lust [On Going]Where stories live. Discover now