Bagian 7 : Drunk

22.3K 2.6K 141
                                    

Tae-Hyung menatap kosong makanannya yang sudah habis. Sesekali ia mencuri pandangan pada punggung Seul-Ji yang sedang mencuci piring.

Ia ingin mengatakan sesuatu, namun ada keraguan dalam dadanya. Apalagi setelah tahu bahwa gadis itu memiliki rasa takutㅡtidak, benci akan kegelapan.

Tae-Hyung masih ingat dengan jelas penjelasan terbata gadis itu semalam. Dalam pelukannya di dalam dinginnya malam. Bahkan hangatnya tubuh gadis itu, Tae-Hyung masih mengingatnya dengan sangat jelas.

"Bicara saja."

Seul-Ji berbicara tanpa menoleh. Tae-Hyung yang merasa tertangkap basah pun berdeham salah tingkah. Ia bahkan beberapa kali membuang muka walaupun Seul-Ji sedang tidak menatapnya.

"Iㅡitu... soal semalamㅡ"

"Saat itu aku mengantuk. Makanya aku biarkan kau memelukku," potong Seul-Ji cepat.

Wajah Tae-Hyung memerah sendiri. Gila. Ini benar-benar gila. Kenapa Tae-Hyung harus memerah karena memeluk seorang gadis?

"Lupakan saja kalau itu mengganggumu," ucap Tae-Hyung pada akhirnya.

"Kalau tidak mengangguku aku juga akan tetap lupakan."

Rahang Tae-Hyung mengeras mendapat penuturan tajam dari seorang gadis. Ia ingin bertiak, namun sebuah kalimat dari kepalanya segera membuatnya segera menguasai diri.

"Aku benci kegelapan. Saat lampu padam. Aku dan Oppa berada di ruang keluarga. Berada di bawah selimut yang sama. Menunggu Ayah dan Ibu pulang ke rumah. Tetapi, sejak saat itu mereka tidak dapat pulang lagi ke rumah. Oppa sudah bekerja keras, maka tidak ada lagi Seul-Ji yang manja. Seul-Ji adalah gadis kuat dan mandiri."

"Masalalu sudah berlalu. Lagipula menangis tidak menandakan bahwa kau itu cengeng dan manja. Terkadang menangis adalah obat untuk luka yang semu. Daripada melukai diri sendiri dengan pisau, lain kali ungkapkan apa yang kau rasakan lewat tangisan."

Tae-Hyung mengambil tasnya setelah menghabiskan susunya. Kemudian, ia berjalan menuju pintu utama apartemen ini.

Sementara Seul-Ji membiarkan tangannya basah terguyur air dari keran wastafel. Pipinya merah padam dengan bibir mengukir senyuman tipis.

Bukankah sudah jelas Seul-Ji memiliki sebuah alasan untuk memyukai pria sialan seperti Tae-Hyung?

***

(Baca dulu Fuck Jimin, bagian 12 : permainanmu? Sebelum baca bagian ini).

Hyo-Jong menatap Eun-Woo yang terlihat sangat frustasi. Walaupun sudah meminum beberapa gelas wine, Eun-Woo masih berprilaku dengan normal.

"Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Adikku juga tidak terlalu buruk kok," ucap Hyo-Jong yang mendapat tatapan tajam dari Eun-Woo.

"Kalau dia tidak buruk, kenapa dia selalu menyusahkanmu? Kenapa dia kabur dari rumah? Kenapa? Ha?!"

Hyo-Jong menggigit bibir bagian dalamnya kencang. Dalam hati Hyo-Jong mengumpat karena sudah tersindir.

Namun, ia menahan dirinya agar tidak membalas ucapan Eun-Woo. Ia mengerti. Eun-Woo sangat menyayangi adiknya. Lagipula hanya Eun-Woo yang bisa menjaga adiknya saat ini hingga adiknya memiliki seorang suami.

Eun-Woo kembali meneguk wine-nya yang berada di gelas. Matanya menatap sekeliling hingga suatu objek mengundang perhatiannya.

Damn TaehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang