SIX

733 29 2
                                    

Warning guyss!
Typo bertebaran...
                                       ***

Author PoV

Fano mengendarai mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Penuh dengan kekhawatiran, kecemasan, dll. Perasaannya kali ini campur aduk, cemas, emosi, marah, dan sebagainya.

Setelah sampai di rumah sakit terdekat, beberapa suster membantu Fano menidurkan Alifia di brankar berjalan. Setelah itu Alifia dibawa dengan beberapa suster memasuki ruang UGD.

"Maaf mas, mas tidak di perbolehkan masuk... tunggu di luar saja ya mas!" Ujar sang suster memperingati Fano yang hendak masuk ke ruang UGD.

"Dia harus selamat sus! Kalau tidak saya bisa melakukan apa saja diluar ekskpentasi kalian!" Ancam Fano.

"Kami usahakan mas! Mas yang sabar yaa!" Jawab sang suster dan menutup pintu ruangan.

Fano bolak-balik di lorong rumah sakit tersebut. Sesekali ia mengusap wajahnya dan menjambak rambutnya sendiri. Ia frustasi, benar-benar frustasi.

Kemeja putihnya sudah di penuhi darah segar Alifia saat ia ingin menggendong ke mobil tadi. Dan Fano akan bersumpah orang yang menabrak Alifia tidak akan tenang seumur hidupnya.

Bahkan Demian yang notabennya sebagai pacar Alifia tak berniat untuk mengantar Alifia ke rumah sakit. Walaupun sekedar pacar pura-pura, setidaknya ia punya hati nurani. Ia melihat kecelakaan itu, tapi ia sama sekali tak peduli.
                                        ***

Dokter keluar dari ruangan terkutuk itu dengan wajah yang sedih.

"Keluarga pasien?" Tanya dokter membuka pembicaraan.

"Saya sahabatnya dok!" Fano menjawab dengan nafas memburu.

"Pasien kritis, saya tidak tau kapan ia akan bangun... dan ada sedikit masalah di jantungnya... anda harus sabar, untuk sementara ia tidak boleh di pindahkan ke ruangan inap... kondisinya buruk sekali saat ini, benturan di kepalanya cukup keras, dan kemungkinan ia hanya mengingat orang yang terdekatnya saja... kalau begitu saya permisi,,,!"

Dokter meninggalkan Fano yang mematung di depan punti ruangan UGD. Ia membeku ditempatnya, Alifia amnesia, apakah Alifia masih mengingatnya nanti? Atau Alifia akan lupa dengannya. Secara Fano adalah orang baru yang masuk di kehidupan seorang Alifia.

Fano buru-buru mengaktifkan ponselnya, dan menghubungi kedua orang tua Alifia, beserta keluarganya. Nada sambung terdengan di indra Fano. Dan...

"Halo, assalamualaikum tante! Ini Fano... Alifia masuk UGD tan!!!" Ujar Fano langsung sergap dengan nada keputusasaannya.

"Al-lifia? Ma-suk UGD?" Jawab orang di sebelah sana dengan syok.

Dan sambungan terputus. Fano kembali memejamkan matanya, menjambak rambutnya sendiri.

"Arggghhhh!!!" Teriaknya.

Ia melihat dari kaca besar, Alifia terbaring lemas di brankar rumah sakit. Dengan beberapa alat medis yang terpasang di tubuhnya. Dan yang paling menyakitkan adalah alat pendeteksi jantung itu.
                                       ***

Sedangkan di sisi lain, keluarga Alifia. Terutama mamanya sangat syok mendengar bahwa Alifia dilarikan ke UGD.

Dan mereka semua menunggu Liam pulang dari rumah salah satu temannya. Liam sudah berjanji akan pergi ke rumah sakit bersama-sama.

Dan disinilah mereka, berkumpul di rumah sakit Alifia di rawat. Mama Alifia kembali menangis melihat satu-satunya anak perempuan yang ia miliki kini terbaring lemah di atas brankar rumah sakit dengan alat medis yang tercantum di badannya.

"Maafkan saya tante, om... ini salah saya, saya lalai dalam menjaga putri satu-satunya om dan tante!" Ujar Fano sambil berlutut di kaki kedua orang tua Alifia.

Tadi sesampainya kelurga Alifia, Liam-kakak pertama Alifia memberi Fano satu bogeman yang mentah. Liam sudah terlalu emosi, ia tidak akan bisa memaafkan siapa yang membuat adik perempuan satu-satunya seperti ini.

Dan setelah di nasihati oleh orang tuanya, Liam pun meredakan emosinya.

"Bukan salahmu nak, ini memang takdir... sebaiknya kamu pulang bersih-bersih, kamu sudah berlumuran darah..." tegas papa Alifia.

Ia juga tak kalah syoknya mendengar Alifia masuk UGD, dan setelah mendengar penjelasan Fano tadi, ia berusaha untuk ikhlas karena ini memang murni takdir.

"Kalau gitu saya pulang dulu om, tante... kak!" Sapanya ke kakak-kakak Alifia.

Liam tak menjawab ia hanya menampilkan muka datarnya. Sedangkan Azriel kakak kedua Alifia mengangguk kecil tanpa melihat wajah Fano.

Liam berjalan masuk ke ruangan Alifia terbaring. Ia memakai baju yang telah disediakan di dalam ruangan itu.

Setelah itu ia berjalan dan duduk di samping Alifia terbaring. Sekarang Liam bisa melihat dengan jelas wajah adik kesayangannya.

Kepalanya di perban, wajah sendunya menyiratkan kesedihan yang mendalam, rambutnya yang panjang tergerai indah. Dan alat bantu pernafasannya tak menutup mulutnya yang terlihat sangat pucat. Damai. Kata itu yang tepat bila digambarkan.

"Dek... tidurnya jangan lama-lama yaa, bang Liam disini nunggu kamu sadar, kita kayak dulu lagi... main bareng sama bang Azriel jugaa, abang janji gak akan sibuk dulu sama kerjaan abang, bangun yaa..." ujar bang Liam

Ia menggenggam erat tangan Alifia yang lemas. Ia bisa merasakan tangan Alifia yang dingin dan sangat kurus.

Setelah mencium pucuk kepala adiknya, ia keluar dari ruangan itu, dan bergantian dengan mama papanya. Serta adik keduanya itu, Azriel
                                       ***

Di lain tempat, Fano sedang berada. Keluarganya masih berkumpul, ada Demian juga disana. Dengan wajah santainya, sekana-akan tak terjadi apa-apa malam ini.

Fano berjalan gontai masuk ke dalam rumah yang besar itu. Semua mata mengarah ke Fano yang tampilannya acak-acak.

"Fano, bagaimana temanmu? Apa dia baik-baik saja?" Sergap mama Fano.

Mama Fano juga tadi melihat kejadian kecelakaan itu. Ia juga syok melihat kejadian yang berlangsung di matanya.

"Dia kritis ma, dokter belum bisa memprediksi kapan dia sadar... kalau pun dia sadar, dia belum tentu ingat sama Fano ma!! Dia cuma inget orang terdekatnya doang..." jawab Fano putus asa.

"Sabar sayang... semua akan baik-baik saja!!" Ujar mamanya menyemangati.

Fano kembali berjalan menuju kamar mandi, ia akan bersih-bersih dan esok ia akan ke rumah sakit lagi, menemani Alifia. Fano menatap tajam Demian saat mata mereka tak sengaja bertemu.

Fano tau, apa yang membuat Alifia sampai masuk rumah sakit. Itu karena tadi, tepat acara berlangsung, ia melihat Demian mencium pipi Aisyah yang notabennya sebagai sahabat Alifia sendiri.

Jika Fano seperti Alifia, ia juga pasti merasakan sakit hati yang mendalam.
                                       ###

Haee guysss...
Gk mau banyak cincong lah...
See you next part yaa!!!

Tinggalkan jejak gaesss
Voment😄
                                     --------

ASS STORY (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora