24. Modus

401 39 7
                                    

Hari pertama kerja beberapa hari yang lalu cukup membuatku gugup. Bagaimana nggak gugup kalau Reva bolak-balik ruanganku terus. Bukannya bekerja aku malah asik liatin wajahnya terus-terusan. Kan jadi khilaf. Adira juga bingung. Katanya."tumben Pak Reva mau turun langsung buat meriksain kinerja. Biasanya kan laporan dari tiap kepala divisi."

Aku sih positif thinking saja. Mungkin memang dia berniat untuk lebih memajukan perusahaan yang sudah resmi menjadi miliknya ini sekarang. Belum sampai sebulan aku keluar dari kantor ini, kepemilikan sudah berganti begitu saja. Pokoknya kata adira. "Ceritanya panjang ra. Pokoknya gue baru tau kalau bokapnya Pak Reva itu tajir mampus."

Aku mengangguk saja waktu adira bilang begitu. Memang dari dulu Reva juga sudah terkenal tajir kan.

Hari ini, tepat seminggu aku resmi kembali menjadi karyawan di kantor ini. Gosip sudah tersebar ke seantero kantor. Ada yang bilang aku simpanan Reva lah, ada yang bilang kalau aku nyogok lah, dan bahkan ada yang bilang kalau aku ini istri muda ayah Reva. Saat mendengar gosip yang terakhir rasanya naluri tukang pukul ku meronta ingin keluar. Tapi karena aku baru masuk, dan nggak mungkin langsung bikin masalah lebih baik bersabar aja. Adira juga bilang begitu.

Seperti biasa, setiap hari Reva mampir dulu ke ruang kerjaku dan Adira. Katanya sih ucapan selamat pagi untuk karyawan itu akan menambah semangat kinerja sang karyawan. Adira bilangnya sih. "Bilang aja mau ketemu Farrah pak." Tapi dia bilangnya juga cuma di depanku. Mana berani langsung di depan Reva. Mau dia di pelototin? Aku rasa nggak ada yang mau di pelototin Reva. Ngeri.

"Pagi Farrah, pagi Adira." Sapa Reva. Dia sudah berdiri dengan senyum sumringah di wajahnya.

"Pagi pak." Jawab kami serentak.

"Hari ini Farrah ikut saya meeting dengan klien ya."

"Loh kok saya pak? Kan ada ibu Adira."

"Yang nanganin projek itu saya maunya kamu. Udah ikut aja, bagus juga kan buat karir kamu." Katanya. Tanpa menerima bantahan lagi Reva langsung menuju ruangannya.

Adira berjalan kearahku dengan menari-nari seperti kupu-kupu. "Meeting apa ngedate nih." Katanya.

"Ngaco." Kataku singkat.

Dia mencoel daguku pelan. "Hemm wangi. sentuh sedikit aja langsung bau bunga gini. Beda ya yang lagi falling in love."

Aku berdiri dan langsung menjepit mulut adira kesal. "Tiati lo nyebar gosip yang enggak-enggak ya. Lo mau gue di amuk sama tunangannya pak Reva?" Ku pelototi dia. Adira memaksa melepaskan tanganku dari bibirnya.

"Jontor dah nih bibir gue." Katanya dengan wajah memberengut. "Jessica itu sahabat lo kan?" Tanyanya. Aku mengangguk.

"Kok dia bisa sama pak Reva sih? Gimana ceritanya?"

"Panjang kalau di ceritain. Bisa sampe lebaran monyet nggak kelar-kelar ceritanya." Jawabku asal.

"Yee dasar pea." Adira kembali ke kursinya, sambil mendendangkan lagu falling in love dari j-rocks dengan kuat.

"Berisik." Aku melempar karton bekas rancangan yang salah kearahnya. Dia tertawa lebar karena bisa membuatku kesal.

Meetingnya itu sekitar jam 2 siang. Ya, sehabis makan siang. Tapi Reva mengajak aku keluar jam 11 dari kantor. Katanya. "Biar sekalian makan siang."

Aku mau menolak, tapi kalau ditolak dia itu bosku sendiri. Pusing sendiri jadinya. Bismillah aja, semoga nggak ada salah paham lagi antara aku dan jessica.

"Udah siap ra?" Reva sudah berdiri di ambang pintu.

"Sudah pak." Dengan sigap aku mengangkut tas jinjing dan rancangan yang aku gambar.

It's You, Reva?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang