Chapter 11

2.3K 357 6
                                    

Happy Reading!

-0-0-0-

HARI ini gladiresik.

Dan jantungku berdetak semakin tidak keruan. Besok adalah perlombaan pertama dalam hidupku. Dan semoga saja aku tidak mengacaukannya. Karena jika itu terjadi, bukan hanya aku yang kecewa. Tapi seluruh anggota Paskibra. Terutama Geran.

Ngomong-ngomong soal Geran, aku belum melihatnya hari ini. Padahal kurang lebih, sudah dua jam aku ada di sekolah. Tapi batang hidungnya belum terlihat. Dia memang sulit ditemui akhir-akhir ini. Aku merasa, semenjak Kak Rendi datang, Geran sering menghilang.

Aku sering berpikiran negatif. Tapi kata Mama, saat lomba semakin dekat, usahakan jangan ada yang mengganggu pikiran. Jadi, sebisa mungkin, aku harus yakin, semua baik-baik saja.

"Fokus Chika, jangan sampe besok lo ngelamun. Oke!"

Aku gak ngerti sama Kak Meta. Aku tau, dia sedang tidak emosi saat ini. Wajahnya cerah, tapi kenapa nada bicaranya selalu terkesan membentak? Aku jadi takut sendiri. Bagiku, dia terlalu ganas sebagai seorang cewek.

Aku tersenyum, "Siap Kak!" Ketika Kak Meta hendak melangkah, aku buru-buru mengintrupsi, "Kak Meta, liat Kak Geran gak?"

Matanya yang bulat, lengkap dengan lingkaran hitam yang tercetak jelas membuatku merinding sendiri. "Di belakang sekolah tadi gue liat."  Aku mengangguk lalu berterima kasih. Sejujurnya, Kak Meta itu baik, asik, dan gokil parah. Cuma terkadang, sifat galaknya itu suka gak ke kontrol.

-0-0-0-

Aku gak ngerti. Ada apa dengan Geran?

Belum sempat aku mendaratkan bokongku untuk duduk persis di sebelahnya, namun Geran sudah bangkit dari duduknya. Tak menoleh, bahkan sama sekali tak melirik.

Sebenarnya, aku salah apa? Aku baik-baik saja selama latihan tadi, tidak membuat ulah. Dan yang terpenting, bibir sialku ini juga belum melontarkan kalimat apapun padanya. Jelas saja, aku baru saja bertemu dia hari ini. Aku bahkan belum membuka suara. Jadi, apa salah Chika? Kenapa Geran, terkesan ... menjauh?

"Kak," Geran terus berjalan lurus tak merespon. "Kak, gue samperin, kok malah lo tinggal?" Aku mensejajarkan langkahku padanya. Tatapannya lurus, seolah aku ini tak kasat mata. Dan itu cukup menyebalkan, omong-omong.

"Kak, lo marah ya?" Aku menahan pergelangan tangannya.

"Kak." Aku memanggilnya lagi saat Geran malah menatapku, tak bersuara. Itu cukup mengerikan. Wajahnya itu galak, jika diam seperti itu horror juga.

Geran mengangkat tangan kanan, lebih tepatnya ingin menunjukan jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Aku mengernyit, lalu apa?

"Udah masuk jam makan siang." katanya datar lalu kembali melenggang pergi. Sedangkan aku hanya bisa terdiam, terpaku menatap punggung tegapnya yang menghilang di balik dinding.

Pikiran negatif menari-nari dengan indah di kepalaku. Berbagai macam pertanyaan bercabang di otak, mendesak untuk segera aku salurkan. Tapi lagi-lagi aku ingat kata Mama, menjelang lomba aku harus fokus. Jangan memikirkan apapun. Berpikir bahwa semua baik-baik saja. Dan semoga, Geran dan aku baik-baik saja.

-0-0-0-

Hallo!

Semoga suka

Love, Vanillopa

geran & chika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang