9

9.6K 690 24
                                    

Pagi yang tenang karena Rave dan Hikari pergi berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan di tengah kota Otto.
Rave bertransformasi menjadi seorang wanita paruh baya yang sedang mengajak anak lelakinya jalan-jalan. Sebelum mereka pergi, tak henti-hentinya Hinata berkata kepada Rave untuk selalu hati-hati dan jangan alihkan pandangannya dari Hikari.

Dan di sinilah Hinata dan Sasuke berada. Di dalam mansion besar yang nampak sepi karena ditinggalkan oleh dua makhluk penyumbang kebisingan terbanyak di dalam mansion itu.

Hinata duduk di ruang utama sambil menyalakan TV dan mulai merajut syal yang entah akan diberikan kepada siapa. Dia hanya senang merajut apapun. Sementara pria Sasuke sedang berlatih melempar kunai di halaman belakang. Mungkin mereka akan lama menghabiskan waktu yang sia-sia di mansion itu. Tanpa misi, tanpa bertemu dengan teman-teman mereka, tanpa bersosialisasi dengan siapa pun. Hal itu cukup membuat persendian Sasuke ngilu. Dia tak tahan hanya memainkan peran 'ayah dan mama' untuk Hikari.

Cih.
Apanya yang ayah ?
Aku ini masih berumur sembilan belas tahun !

Batin Sasuke sambil melempar kunai-nya dengan kesal.

Diam-diam Hinata mengintip dari balik dinding, gadis itu memperhatikan wajah Sasuke yang penuh dengan peluh. Setelah dirasa cukup dengan latihannya, Sasuke membuka T-shirt dengan emblem kipas kertas berwarna merah dan putih yang sudah basah oleh keringatnya sendiri.

Hinata menahan napas melihat pemandangan itu. Gadis lugu itu bermaksud ingin mengambil ancang-ancang untuk segera kabur dari tempat itu, namun, bukan Uchiha namanya jika tak dapat mendeteksi pergerakan sekecil apapun. Saat Hinata sudah bersiap membalikkan tubuhnya, Sasuke sudah berada tepat di depan hidungnya.

"Menikmati pemandangan, huh ?" Sasuke menggoda Hinata dengan tubuh topless-nya.

"A-ano Sasuke-kun... Aku tak sengaja melihatmu sedang berlatih saat ingin ke dapur untuk mengambil kudapan." Ucapan Hinata tidak sepenuhnya bohong, dia memang ingin ke dapur sebelum 'pemandangan indah' itu mengalihkan hasratnya dari kudapan.

Tubuh atletis Sasuke semakin mendekati tubuh Hinata. Pria itu semakin memojokkan tubuh mungil Hinata ke dinding, Sasuke semakin memangkas jarak di antara mereka berdua. Pria itu mengunci ruang gerak Hinata dengan kedua tangan yang dia rentangkan ke dinding di sebelah tubuh gadis itu.

"Terakhir kali aku melihatmu terbalut handuk, aku berakhir dengan luka di keningku karena kau melempar gelas plastik dengan tenaga kuda. Sekarang, aku pun juga harus memberimu hukuman karena sudah melihat 'tubuhku' bukan ?" Sasuke menyeringai.

Hinata blushing.
Wajahnya seakan terbakar karena terlalu dekat dengan wajah Sasuke.
Pikiran Hinata mulai melayang entah kemana. Dia tak dapat berpikir jernih setiap kali pria ini mendekatinya.

"Hen-hentikan Sasuke-kun, Kalau Rave dan Hikari pulang dan melihat kita seperti ini..." Hinata mendorong dada bidang Sasuke agar menjauh dari tubuhnya. Sasuke malah semakin senang menggodanya.

"Mereka tak akan pulang secepat itu. Hinata, tatap aku." Tangan kanan Sasuke menggapai dagu gadis bersurai indigo yang sejak tadi menundukkan kepalanya dan memaksanya melihat ke dalam iris onyx tajam miliknya.

Onyx bertemu Amethyst.

Entah kenapa, namun kali ini Sasuke yang merona. Wajahnya terasa panas saat kedua bola mata pucat itu menatap lurus ke dalam matanya.

Tapi, bukan Sasuke namanya jika tak mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan kali ini, dia akan melakukannya dengan benar.

Dengan lembut, pria itu mengarahkan bibirnya menuju bibir mungil milik Hinata. Hanya butuh waktu sepersekian detik sampai akhirnya kedua bibir mereka bertaut dan saling mengunci. Awalnya Hinata merasa ragu untuk menyambut ciuman itu, namun Hinata sudah pernah melakukan hal itu dengan Sasuke sebelumnya, sudah terlanjur tercebur, sekalian saja berenang. Batinnya.

Will You Ever Look at Me ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang