4

5.2K 213 7
                                    

Aku merasa tak pantas, apa pun itu yang melekat pada tubuh ku, tetap saja aku merasa diri ku tak pantas mengenakan baju yang mewah seperti ini. Hingga akhirnya aku melepas gaun tersebut dari tubuh ku dan meletakkannya kembali pada lemari.

Ting!

Notifikasi Line berbunyi, segera aku menghampiri ponsel ku yang sebelumnya ku letakkan di atas kasur yang ku tiduri tadi. Tampaklah siapa yang mengirim Line pada ku.

Rio:
Bisakah kau ke kantor saat ini, ada yang harus ku bicarakan pada mu.

Aku menghela nafas panjang, apa lagi yang ia mau dari ku? Tak bisakah ia tidak berhenti membuat ku terganggu?

Bukannya ia mempunyai sekretaris cantiknya itu?

Wajah ku kesal setiap Rio meminta tolong seperti ini pada ku, seperti tak ada orang lain saja yang ada di sampingnya. Dengan terpaksa dan berberat hati aku pun mengambil pakaian ku sebelumnya dan mengenakannya pada tubuh ku lalu aku keluar dari kamar Lena. Seperti pesannya tadi, aku tak mengunci kamar ini.

* * *

Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, beberapa lampu kantor yang biasanya menerangi setiap lorongnya telah mati satu per satu, seluruh karyawan pun telah berhamburan  pulang menuju rumah masing-masing.

Namun tidak bagi Rio, CEO dari perusaahannya sendiri itu masih setia berkutat dengan laptop dan beberapa berkas lainnya, esok akan ada rapat yang sangat penting untuk keuntungan perusahaannya sendiri. Maka dari itu ia masih bertahan hingga larut malam, sudah terbiasa baginya.

Kring!!

Itu suara telfon kantor yang biasanya di gunakan seorang Rio untuk memanggil sekretarisnya, namun kali ini telfon tersebut berdering sendiri.

Rio meninggalkan berkasnya dan mengangkat telfon tersebut.

"Selamat malam."

"Rio..." suara itu terdengar manja dan menggelikkan di pendengaran Rio, tapi ia suka akan suara itu.

"Sinta?"

"Aku kangen kamu..."

"Tolonglah jangan menambah pikiran ku Sinta."

"Tapi aku kangen, pengen peluk kamu..."

"Tidak Sinta, aku masih banyak pekerjaan ku yang menumpuk.

"Gak, aku sekretaris kamu, jadi aku yang tau seberapa banyak tugas mu saat ini."

"Tidak untuk saat ini Sinta."

"Jangan menolak, aku sudah di depan ruangan mu saat in tuan Rio."

"Jang-"

Brak..

Rio menoleh pada pintu yang terbuka secara kasar itu, ia lupa bahwa pria itu tidak menguncinya tadi.

Rio menangkap wanita berparas cantik dari tatapannya, memperhatikan setiap lekuk tubuh yang hampir sempurna di mata Rio, wanita yang selalu menjadi korban atas nafsu jahatnya. Siapa lagi kalau bukan Sinta.

Rio menelan air ludahnya dengan susah payah, menerka-nerka seberapa besar pinggul wanita itu saat ini jika ia yang melingkarkan tangannya sendiri.

"Sinta?"

Sinta hanya diam dengan tatapan manjanya, ia melangkahkan beberapa langkah menuju meja Rio saat ini. Mematikan ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menelfon Rio.

High heels merah yang begitu tajam, menapak pada lantai ruangan ini hingga terdengar sangat keras dari tumit tinggi tersebut.

"Rio, aku kangen."ucap Sinta dengan nada yang sangat menggoda, hingga berhasil membuat seorang Rio mati kutu di tempat. Matanya tak lepas dari jenjang kaki Sinta yang begitu putih dan bersih.

Sinta yang hanya mengenakn baju berkerah merah dan rok hitam yang begitu ketat di pinggulnya membuat sensasi tersendiri bagi Rio. Pikirannya telah bermain nakal saat ini.

"Sinta, tidak untuk saat ini."

Sinta mendekati Rio hingga sangat dekat, bahkan jarak mereka saat ini hanya beberapa senti saja, Sinta yang hanya berdiri di depan Rio yang saat ini duduk hanya bisa pasrah dengan cobaan nafsunya.

"Ayolah Rio, tak perlu khawatir, hanya ada kita berdua di sini tak ada yang lain. Kau juga mau kan?"

Sinta mengedikkan matanya yang manja, ia kini mendaratkan bokongnya pada paha besar milik Rio, wanita itu mengelus dada bidang Rio yang begitu besar, kemudian membuka dasi hitam yang kini melekat pada leher Rio dan pria itu hanya diam di tempat memperhatikan tingkah nakal Sinta yang mampu membuat Rio pasrah.

Rio mengelus jenjang leher Sinta yang begitu mulus dengan tangan kanannya kemudian tangan iti berpindah pada pipi Sinta, Rio mendekatkan kepalanya terhadap kepala Sinta hingga ia berhasil melumat setiap sudut bibir Sinta yang begitu menggoda, wanita itu pun hanya diam dan menikmatinya.

Rio sangat menikmati pelukan Sinta yang begitu hangat begitu juga dengan Sinta yang masih menikmati sentuhan bibir itu, cukup lama kedua insan tersebut melakukan ini hanya untuk memuaskan nafsu di antara mereka.

Hingga akhirnya...

"RIO!"

"Apa yang kau lakukan?"

My (not) Perfect Wedding [completed] Telah Terbit Di Dreame.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang