1

6.9K 289 0
                                    

Saat ini aku telah duduk dalam sebuah mobil sedan putih bersama suami ku saat ini, pria yang tak ku ketahui siapa dia sebenarnya bahkan latar belakang pria ini aku sama sekali tidak tau. Yang ku tau tentangnya hanya sebuah nama saja, Mario.

Aku memandangi arah luar mobil, yang kulihat saat ini hanyalah awan gelap lalu dua detik kemudian turun hujan dengan sangat deras.

Apa? Hujan?

Aku menghela nafas panjang, mengapa ketika aku sedang merasa seperti wanita yang menyedihkan malah hujan deras yang datang? Apa alam juga ikut merasakan apa yang kurasakan?

"Jadi, kau Karina Felicia?" suara berat dan terkesan dingin menyambar lamunan ku saat ini.

Aku mengalihkan pandangan ku padanya. Pria yang sedang mengendarai mobil ini di samping ku.

"Iya." jawab ku singkat.

"Ini pernikahan paksaan,dan aku tak menyukai ini terjadi."

"Lalu?"

"Jika kau ingin bercerai maka aku akan senang hati menanggapi, bila perlu secepatnya lebih baik." gumamnya santai sambil mengendarai mobil.

Aku mengangguk.

Tidak, perceraian tak akan terjadi-batin ku.

Perjalanan menuju rumah kediaman Mario hanya berkisar tiga puluh menit saja, sedan putih yang membawa kami terhenti pada sebuah rumah megah.

Mario turun dan membawa beberapa koper berukuran sedang milik ku dan miliknya. Lalu ia berlari kecil menuju arah halaman rumah menghindari hujan deras ini.

Ini hujan deras. Aku pikir ia akan membukakan pintu untuk ku dan meneduhkan kepala ku, tapi ternyata tidak.

Aku menghela nafas, sadar bahwa aku saat ini tidak berada dalam sebuah dongeng impian mu yang sewaktu-waktu pangeran datang untuk melindungi permaisurinya.

Ahh aku lupa, ini kan hanya sebuah pernikahan kosong. Kau terlalu bodoh Karin.

* * *

Menyedihkan, bahkan di hari pertama pernikahan seperti ini aku tak diperlakukan dengan baik.

Aku melepas gaun putih yang membalut tubuh ku. Basah. Semua basah termasuk wajah dan rambut panjang ku saat ini. Setelah mengganti pakaian, aku pun mengambil baju kaos putih dan celana pendek yang saat ini telah melekat pada tubuh pendek ku.

Aku membalikkan tubuh ku, aku terkejut ketika Mario saat ini telah berdiri di hadapan ku saat ini.

Ia menyerahkan sebuah kertas pada ku.

"Apa ini Rio?" tanya ku singkat.

"Baca saja, aku buat menjadi dua, satu untuk mu dan untuk ku."

Aku pun membuka kertas yang sudah terlipat menjadi dua bagian lalu membacanya.

S

urat perceraian?

"Ini surat perceraian." kata ku singkat.

"Kau bisa menggugat cerai kapan pun kau mau, dan aku siap akan hal itu. Aku hanya ingin memberi mu waktu saja."

Tidak! Itu tak akan terjadi Mario.

Aku menghela nafas panjang. Tak ku sangka pria sepertinya akan tega memperlakukan seorang wanita seperti ini. Sungguh menyedihkan.

Aku menelan air ludah ku dengan susah payah. "Baiklah Rio."

Ia tertawa. "Bagus, ternyata kau masih mempunyai rasa malu ya?"

Aku diam dan mengalihkan pandangan ku.

"Karna aku tak suka menjalankan suatu komitmen dengan wanita yang tak ku suka dan tak menarik, paham?"

Ucapan datarnya yang juga dingin sungguh mengena tepat pada hati ku. Sangat sakit ku rasa.

"Tugas mu hanya membersihkan rumah dan tak lebih, paham!" ujarnya kembali.

Aku bahkan terkejut dengan nada tinggi dan kasar yang ia lontarkan pada ku.

Setelah itu ia pun keluar dari kamar ini meninggalkan ku sendiri, entah kemana aku pun tak tau.

Begitu ia keluar dan menghilang dari pandangan ku, tak sadar aku terduduk pada atas kasur yang berada di samping ku, air mata ku jatuh. Ternyata pertahanan yang sudah ku coba untuk ku jaga runtuh begitu saja.

Aku memejamkan kedua mata ku, secara tak sadar aku meremas sprei kasur yang ku duduki saat ini.

"Tuhan, cobaan seperti apa lagi ini ..."

"Bagaimana aku dapat menjalankan sebuah pernikahan tanpa ada rasa cinta dari kami ..."

▪▪▪

Ini masih dikit yaa, ikuti saja kisah selanjutnya😚
Ok👌

My (not) Perfect Wedding [completed] Telah Terbit Di Dreame.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang