16. Rasanya Manis

Start from the beginning
                                    

"Eh gak mas. Jangan."

"Aku serius Len."

"Aku sudah sembuh total mas."

"Kalau sudah sembuh kamu gak mungkin lemas begini. Aku rindu semangatmu Len."

"Hehe iya iya maaf ya mas tadi aku cuma bercanda kok."

"Oh ya ,ini aku bawa coklat tapi kayaknya udah mencair deh."
Hendra mengambil tasnya di kursi belakang mobil lalu mengambil coklat dari dalamnya. Hendra memberikannya pada Elena.

"Makasih mas. Coklat itu mau dalam keadaan padat ataupun mencair tetap enak mas."
Elena membuka bungkus coklat lalu memakan dengan lahap. Elena juga salah satu pecinta coklat.
Kini Hendrapun kembali fokus mengendarai mobilnya sambil sesekali memperhatikan Elena dari sudut matanya.

"Len?"

"Ya mas?"

Hendra melihat coklat di sudut bibir Elena. Hendra segera mengelap coklat itu dengan ujung ibu jarinya. Kemudian memasukkan ibu jarinya yang terkena coklat ke mulutnya.

"Hmm rasanya manis."
Gumam Hendra tanpa menatap ke arah Elena. Ia malah fokus ke jalan tanpa menghiraukan Elena yang terlihat salah tingkah, pipinya tampak memerah dan terasa hangat.

"Len?"
Hendra kembali menatap Elena.

"Iya mas?"

"Kamu sekarang sedang menjalin hubungankah?"

"Maksudnya?"

"Hmm maksudnya kamu punya pacar gak?"

"Oh, gak mas. Aku sekarang sedang menikmati masa lajangku."

"Hmm.. berarti gak ada yang lagi dekat sama kamu ya?"

"Sebenarnya ada sih mas. Bukan, bukan sedang dekat tapi kami dekat lagi. Padahal aku sedang mencoba melupakannya."

"Melupakan? Eh apa aku terlalu lancang ya menanyakan hal seperti ini?"

"Ah gak apa-apa ko mas. Menurutku itu bukan suatu hal yang harus dirahasiakan. Lagipula entah kenapa aku percaya sama mas."

"Benarkah? Terima kasih Len karena sudah mau percaya padaku."

"Hahaha, jadi mau dengar ceritaku gak?"

"Oh iya pasti lah."

"Jadiiiii... gak jadi deh."

"Len, jangan buat aku penasaran deh!"

"Oke oke, mas ingat pak Satria gak?"

"Satria? hmmm... CEO PT.SMU itu ya?"

"Iya,betul sekali."

"Ada apa dengannya?"

"Dia mantanku."
Tiba-tiba saja Hendra menghentikan mobilnya, sampai kening Elena terbentur ke dashboard mobil. Kemudian terdengar suara klakson dari arah belakang memprotes tindakan Hendra yang dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.

"Awwww.. mas sakit."

"Maaf,maaf Len. Aku gak sengaja."
Hendra segera menepikan mobilnya dan membelai lembut kepala Elena.

"Mas kenapa?"

"Hah?"

"Iya kenapa tiba-tiba ngerem mendadak begitu?"

"Aku cuma kaget aja."

"Tentang pak Satria?

"I..iya."

"Kami sudah putus sekitar dua yang tahun yang lalu mas. Jadi jangan seterkejut itu."

"Ah iya, dunia sempit ternyata."

"Ya begitulah mas."

"Kamu masih cinta dia?"

"Gak mas, cuma semenjak putus dari dia entah kenapa aku jadi takut memulai suatu hubungan."

"Memang kenapa kalian bisa putus?"

Elena menoleh ke arah Hendra. Tersenyum kecil lalu kembali memandang ke depan jalan.

"Dia dijodohkan."
Senyum Elena hilang,kini air matanya mengalir.

"Maafkan aku Len. Aku gak bermaksud mengungkit masa lalumu. Aku minta maaf."

"Gak apa-apa mas. Aku selama ini menutupi luka yang besar ini, bukan mengobatinya. Alhasil lukanya membusuk bukannya membaik. Sekarang aku gak mau menutup luka itu lagi, aku mau mulai menyembuhkannya. Salah satu caranya berbagi cerita seperti sekarang. Makasih ya mas udah mau dengar cerita aku."

"Sama-sama Len. Ya udah nanti rapat sama PT. SMU kamu gak perlu datang."

"Gak mas aku akan datang, aku gak akan menutup luka ini lagi mas. Dan aku mau kasih lihat ke dia bahwa sekarang aku bahagia."

"Kamu hebat Len."

"Ya udah ayo jalan mas. Kita ngapain di pinggir jalan begini. Hahaha."

"Oke kita berangkat."

"Mas mau coklatnya?"
Elena sudah menyodorkan coklat itu ke depan mulut Hendra.

"Tentu saja."
Hendra kemudian memakan sepotong coklat yang sudah mencair itu hingga menyisakan beberapa coklat di sudut bibirnya juga. Elenapun tertawa melihat wajah Hendra yang lucu karena dipenuhi coklat di sekitar bibirnya itu.

"Kenapa ketawa?"

"Tunggu sebentar mas."

Elena melakukan hal yang sama seperti yang Hendra lakukan sebelumnya. Ia membersihkan coklat yang ada di sekitar bibir Hendra menggunakan ibu jarinya. Kemudian Elena memasukkan sisa coklat itu ke mulutnya. Entah kenapa saat itu tak ada satupun rasa jijik diantara mereka.

"Hmm.. rasanya manis."
Ujar Elena dengan nada menggoda tanpa menatap Hendra. Sedangkan Hendra kini hanya diam. Jantungnya berdegup sangat kencang.

Setelah beberapa saat,suara Hendra memecahkan keheningan.

"Len?"

"Ya mas?"
Elena segera menoleh ke arah Hendra.

"Aku harap lukamu lekas sembuh."
Hendra tersenyum sambil membelai rambut Elena yang tergerai indah itu.

"Makasih mas."

"Coklatnya benar-benar manis ya."
Ujar Hendra sambil menjilat sudut bibirnya yang masih menyisakan sedikit coklat.

"Haa?"

"Coklatnya manis."
Hendra kembali memberikan senyuman manisnya.

"Oh iya, semanis senyuman mas Hendra." Goda Elena.

Hendra menjadi salah tingkah dan terus menatap kaca spion sambil merapihkan rambutnya yang tidak berantakan itu.
Elena hanya bisa menahan tawa melihat tingkah Hendra. Entah kenapa saat ini beban selama dua tahun itu seakan menguap.
"Terima kasih sudah membuka pintu hatiku yang sudah lama tertutup mas." Batin Elena.

"Mungkin ibu benar, aku menyukainya." Gumam Elena pelan sambil menatap ke arah jalan tanpa menyadari bahwa ia sedang bersama Hendra sekarang.

"Menyukai siapa Len?"
Tanya Hendra tiba-tiba.

"Ah,bukan siapa-siapa mas. Hehe."
Elena memalingkan wajahnya sambil menahan malu. "Kamu bodoh Elena." Teriaknya dalam hati.

❤❤❤❤❤

Hai apa kabar semua?
Semoga baik ya.
Maaf jika masih banyak typo.
I hope you enjoy the story.

Baca terus ya kelanjutannya.

Salam cinta,

Zulaikha 💕


White BalloonWhere stories live. Discover now