5. Profesional

5.9K 376 0
                                    

Siska keluar dari ruangan Hendra dengan wajah bingung dan sedikit kesal. Ia menatap Elena penuh makna seakan banyak sekali pertanyaan yg siap ia lontarkan untuk Elena. Elena hanya tertunduk lesu. Tidak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Keduanya terhanyut dengan pikiran mereka masing-masing hingga tiba waktunya makan siang.

Elena menghampiri Siska di mejanya lalu mengisyaratkan Siska untuk segera mengikutinya. Siska pun bangun dan berjalan keluar kantor mengikuti langkah Elena. Elena sengaja mencari tempat untuk makan siang yang agak jauh dari kantor.
Sesampainya mereka di salah satu rumah makan itu tanpa basa basi mereka langsung memesan menu kepada sang pelayan. Setelah ini mereka mencari tempat duduk di pojok belakang. Siska pun duduk lalu menyandarkan tubuhnya di dinding.

"Len, kamu mau nyiksa aku ya? kenapa semua pekerjaan kamu sekarang di alihkan ke aku?"
Keluh Siska sambil mengaduk-aduk es teh yang baru saja di antarkan oleh pelayan.

"Mba, aku juga sebenernya gak mau. Ini karena tadi pagi aku ngebantah dia. Padahal hanya hal sepele. Aku pikir dia selama ini cuma bercanda. Ternyata malah kayak gini kejadiannya."
Elena mengepal tangannya penuh emosi.

"Coba kamu ceritain detailnya."

"Tadi pagi pas aku jalan dari stasiun itu sebenernya aku ketemu sama mas Hendra. Dia nawarin tumpangan cuma aku tolak dengan agak jutek mba. Terus dia ngancam seperti biasa. Aku pikir dia bercanda selama ini mba."

"Ya ampun, cuma gara-gara itu. Udah gila kali bos mu itu Len."

"Bosnya mba juga kan."

Mereka berdua sama-sama menghela nafas panjang. Tak lama kemudian makanan datang. Siska dan Elena mulai menyantap pesanannya itu

"Eh tapi Len kalau aku kerjain tugas kamu terus kamu di pindah ke divisi apa?"

Elena menjawab dengan enggan sambil mengaduk lauk yang ada di piringnya.

"Mending ya mba kalau pindah divisi, ini malah jadi sekretarisnya."

Siska yang sedang mengunyah sampai tersedak mendengarnya.

"Apa? Sekretaris? memang sesibuk apa dia sampai butuh sekretaris. Ayahnya aja dulu bisa ngurus semuanya tanpa bantuan sekretaris kok."

Elena melihat piringnya dengan tatapan kosong.

"Aku bingung mba, aku mau ngundurin diri aja kalau kayak gini."

Siska kemudian mengusap punggung Elena untuk menenangkannya.

"Len, kamu gak boleh kalah sama Pak Hendra. Kamu tunjukin kamu bisa dan kamu orang yang profesional. Aku akan bantu kamu apapun yang terjadi kedepannya. Aku janji Len."

Elena menghapus air matanya yang mulai mengalir. Elena tersenyum lalu memeluk Siska dengan sangat erat.

"Makasih mba. Aku akan tunjukkan ke bos yang nyebelin itu kalau aku adalah karyawan yang profesional."

Siska tersenyum lalu mencubit pipi Elena.

"Itu baru Elenaku."

Setelah selesai makan siang Siska dan Elena segera ke kantor. Elena kini seperti memiliki semangat baru. Ia pun mulai mencari di internet tentang pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh sekretaris. Siska pun sudah mulai terhanyut dengan tugasnya yang semakin bertumpuk.
Tak lama kemudian Hendra keluar dari ruangannya lalu memanggil Elena ke dalam ruangannya. Elena pun segera berlari memasuki ruangan Hendra walaupun sebenarnya ia masih merasa sedikit takut dengan sikap Hendra tadi pagi.

"Ada yang bisa saya bantu mas?"

"Iya, ini jadwal meeting saya selama sebulan. Karena saya masih baru dalam bidang usaha ini jadi saya harus meeting dengan cukup banyak klien."

Elena pun menerima selembar jadwal meeting itu dan membacanya dengan seksama. Elena pun menghela nafas panjang karena ada beberapa waktu meeting yang di luar jam kantor.

"Oh ya Elena nanti saya akan segera buatkan meja kerja di ruangan saya ini untuk kamu. Supaya komunikasi kita jauh lebih mudah. Dan jangan terlalu kaget karena jadwal meetingnya ada yang di luar jam kantor, saya akan memberikan uang lembur untukmu. Kamu tidak keberatankan?"

Kali ini Elena hanya mengangguk pasrah karena ia tak ingin terjadi hal-hal di luar kendalinya lagi.

"Nanti jam 7 malam saya ada meeting dengan klien kita yang cukup besar. Ini akan jadi pengalaman pertamamu jadi bersiaplah dan berdandanlah sampai membuat klien kita terkesan dengan penampilanmu. Hmm karena saya gak mau klien kita ini kecewa dengan penampilanmu yang kurang rapih ini jadi sehabis jam kantor kita harus berbelanja beberapa baju untukmu. Saya harap kamu mengerti dan tak menolak perintah saya lagi."

Elena hanya tersenyum lalu mengangguk.

"Baik mas. Kalau begitu saya permisi mau balik ke meja saya dulu untuk mencatat jadwal meeting mas nanti. Dan bersiap agar klien mas nanti dapat terkesan."

Kemudian Elena kembali tersenyum, kali ini ia sengaja memasang senyum terbaiknya dan langsung keluar dari ruangan itu. Hendra menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu mengelus dagunya sambil tersenyum licik.

"Wah sepertinya kamu ingin mengajakku bermain ya Elena, baiklah kalau begitu aku akan ikuti permainanmu."

White BalloonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang