7. Calon Pacar

5.2K 371 1
                                    

Elena sudah duduk manis di samping Hendra. Mereka sedang dalam perjalanan menuju 'meeting' padahal sebenarnya itu bukan meeting, hanya saja salah satu anak dari klien yang sekaligus sahabat papahnya itu menikah dan kebetulan dia juga temannya Hendra.

"Mas apa gak aneh ya meeting serapih ini, ini sih kayak mau ke pesta."

"Hmm sebenarnya kita memang mau ke pesta."
Hendra menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.

"Loh? Maksud mas apa? Berarti ini bukan soal pekerjaan dong."

"Eit jangan mikir yang ngga-ngga dulu. Ini pesta pernikahan anak klien kita dan kebetulan juga teman saya."

"Jadi kita ini mau keundangan? Kenapa mas gak ajak pacar mas aja? Lagipula mana ada orang membicarakan pekerjaan saat di pesta."

"Ini saya ngajak calon pacar kan."
Hendra melirik ke arah Elena dengan sambil tertawa kecil, Elena malah mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

"Bercanda kok Len." Suara Hendra memecahkan keheningan kala itu.

"Iya mas aku juga tau, mana mungkin seorang mas Hendra. Ah sudahlah."
Elena masih memandang ke arah jalan.

"Seorang saya? Kenapa? Kalau ternyata saya serius gimana?"

"Udah mas jangan ngelantur ah ngomongnya."

"Haha. Oke oke maaf. Len tolong ambilin jas saya di kursi belakang."

Elena mengambil jas itu dan segera memberikannya pada Hendra yang sedang fokus mengemudi. Saat sedang lampu merah Hendra buru-buru memakainya namun jasnya belum benar-benar rapih.

"Len tolong benerin jas saya dong ini ada lipatan di sini, sekalian kerah kemeja saya. Oh ya sekalian kancingin."
Hendra tersenyum sambil memperlihatkan sederetan giginya yang putih. Elena bergegas menuruti permintaan bosnya itu. Saat Elena sedang merapihkan kerah kemejanya ternyata mereka sudah sampai di parkiran gedung pernikahan itu. Namun Hendra sengaja membiarkan Elena yang masih asik dengan kerah bajunya. Hingga Elena sadar lalu membuat mereka saling bertukar pandangan cukup lama. Hendra menatap Elena lekat-lekat jantungnya kembali bergemuruh. Begitupun dengan Elena.

"Ya Tuhan, dia imut sekali." Batin Hendra.

Elena masih menatap Hendra dengan seksama dilihatnya pria yang merupakan bosnya itu. Alisnya yang tebal, hidungnya yang mancung, tulang rahangnya yang tegas, matanya yang entah kenapa membuatnya merasa nyaman dan aman saat ini.
"Dia memang tampan, sangat tampan ditambah dengan jas nya itu. Rrr nampaknya aku semakin gila." batin Elena. Elena yang mulai sadar dengan suasana canggung ini lalu menjauh dari Hendra.

"Hmm.. Kok gak bilang sih mas kalau sudah sampai daritadi."

"Saya masih mau liat wajahmu yang imut itu ehh nggak gitu maksud saya mmmm saya gak enak ganggu kamu."
Ujar Hendra gugup.

"Hah ganggu apa ya maksudnya mas?"

"Itu mm anu, udah yuk ah acaranya udah mulai."

Hendra pun segera turun dari mobil. Elena yang bingung mengikuti langkah Hendra. Elena sadar bahwa dasi yang dikenakan Hendra saat itu agak turun dan miring membuatnya kurang enak dipandang.

"Sini dulu mas itu dasinya miring."
Elena reflek langsung merapihkannya. Degup jantung Hendra semakin tidak terkontrol.

"Nah sudah rapih. Bagus sekali."
Elena membulat jari telunjuk dan jempolnya seraya berkata oke.

"Te..terima kasih."
Hendra segera berjalan memasuk gedung. Elena melangkah perlahan dengan wajah takjub melihat gedung yang megah itu. Hendra yang sadar Elena tertinggal jauh segera menghampirinya dan menggenggam tangannya.

White BalloonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang