[Barista] Si Aku yang Harus Ingat

Mulai dari awal
                                    

"Kutekankan padamu, namaku Jihyeon, bukan Jaehyung. Menjijikkan."

Ia melirikku dari atas hingga bawah, "Tidak, kau Jaehyung-ku." Lihatlah, dia itu maniak. Sudah berapa kali aku mengatakannya, tapi segalanya hanya berujung pada keanehan. "Rambutmu, wajahmu, matamu, kau Jaehyung." Kali ini ia lebih menekankan ucapannya.

"Ingat, kau yang memotong rambutku, kau yang menimpal rambut hitam legamku, kau yang membawaku kesini. Aku bukan saudara laki-lakimu itu, Kim Taehyung-ssi. Aku perempuan, aku harap aku bisa ... bisa ...." Astaga, bisa apa ya. Tidak, tadi malam aku memikirkan ini. Apa yang membawaku kesini, apa yang terjadi padaku sebelum bersama dia.

"Jaehyung, kau banyak bermimpi. Cepat mandi, lalu kita ke sekolah. Oke?"

-

"Jae, bangun! Disuruh ngerjain soal ke depan, tuh." Kenalkan satu keanehan lagi, yang menyikutku dari ketenangan dunia hingga aku tersentak, yang tidak akan sah kehidupan yang ia punya kalau sehari saja melewatkan acara menjaili orang, Boo Seungkwan.

Sejak hari pertama sekolah, Taehyung -orang yang mengaku sebagai kakakku- menyuruhku hanya bergaul pada orang bermarga Boo. Aku bisa apa kalau nyatanya di sekolah hanya dia yang bermarga Boo. Taehyung itu aneh seperti cenayang, terkadang sekilas seperti tsundere, namun penuh misteri seperti keberadaan adanya ikan hilang ingatan seperti Dory di tengah-tengah lautan.

Aku maju, mengerjakan beberapa soal yang tampaknya mudah, lalu kembali lagi. Seungkwan sudah heboh di tempat, mengayunkan tangannya berlebihan, dan berujung pada permintaan guru yang menyuruhnya diam barang sedetik. Setelah itu bisa dipastikan Seungkwan akan merosot di tempat duduknya dengan bibir mengerucut lucu.

"Seungkwan, sepertinya hari ini Taehyung ulang tahun."

Seungkwan menoleh dramatis, kurang lebih seperti tampang seorang anak yang baru mengetahui ia hanya anak angkat. "Sepertinya?! Wah, Jaehyung memang seorang adik yang sesuatu."

"Bagaimana lagi, aku tidak tahu. Sudah syukur aku mencari tahu lewat foto-fotonya. Beruntungnya lagi disana ada tanggalnya."

"Memangnya kau tidak bertanya pada orang tuamu?" Aku sedikit berpikir, kenapa rasanya semakin hari semuanya terasa hilang.

Aku menggeleng seraya berkata, "Aku tidak tahu dimana mereka."

"Bohong besar! Kau bilang beberapa hari lalu kau mau lari dari rumah Kakakmu dan akan kembali ke rumah orangtuamu yang di Seoul. Kau ini bagaimana, sih."

"Benarkah? Tapi ... aku tidak merasa begitu." Raut wajah Seungkwan terlihat seperti menahan sesuatu, ia menghembuskan napasnya kasar lalu kembali menatapku.

"Aku akan melupakan sifatmu ini, tapi ... sebentar." Seungkwan membawa tasnya ke sisi depan, menuliskan sesuatu pada kertasnya. "Karena ini sudah terjadi beberapa kali, simpan kertas ini di genggamanmu sampai kau menyelesaikan semuanya. Pergi beli sekotak hadiah, lalu berikan pada hyung-mu. Tugas yang mudah, kan?"

Aku mengangguk, Seungkwan berlari menuju sepedanya dan melambai salam berpisah. Aku menunduk, membaca setiap kata yang ia tulis, "Ingat, hari ini ulang tahun Taehyung hyung. Beli hadiahnya jangan sampai lupa di pertengahan."

Tanpa ada titah apapun, aku berjalan menuju toko jam. Sepanjang perjalanan aku selalu melirik kertas. Bagusnya, aku berjalan menuju tempat kerja Taehyung -warung ramen di persimpangan jalan-, menenteng hadiahnya. "Oh, kau mirip Taetae. Pasti adiknya, kau Jaehyung, kan?" Ada seorang lelaki ceria yang menyambutku, dia terlihat seperti menunggu jawabanku dan aku hanya dapat mengangguk. "Sayangnya dia sudah pergi, Jae. Jam segini dia di dermaga mengangkat barang, kalaupun tidak paling di dekat bangunan setempat yang masih dibangun." Aku mengangguk lagi.

#1: A Simple Food and A Warm FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang