[Chef] Intemporal

67 13 13
                                    

Kristal pada maniknya berpendar-pendar membelai rasa sakitku. Lewat isyarat yang kulihat, kilauan itu terus berdatangan seperti antitesis yang menimbulkan kecamuk besar, yang menghujamku hingga tubuhku tergeletak nyaman di dalam pelukan terakhirnya untukku...

... sebelum aku tahu jika itu hanya sekelibat muslihat.

-

-

-

'INTEMPORAL'

/BTS's Min Yoongi & BTS's Park (Min) Jimin/

/Genre : Fantasy, Romance, Angst/ Rated T/ WARNING BL, INCEST/ Length : Oneshoot/

/A fanfiction by fakirkuota/

Disclaimer : Fanfiction ini murni buatan saya. Jangan asal menjiplak karena banyaknya kesesatan membelok di dalam cerita.

Note : Cerita ini menggunakan setting abad pertengahan di Eropa. Kalau agak sulit dibayangkan, imajinasikanlah sesuka hati.

-

-

-

Yoongi pov.

Rasanya sangat natural ketika tangan kami sengaja bertaut satu sama lain, seperti ada ledakan kembang api cantik yang menggelitik hati kecilku. Kembang api kecil yang meletup-letup berdampingan lembutnya cahaya lampion yang selalu dilepaskan ke udara dari puncak kastil yang tidak jauh dari sini.

Nuraniku tak henti-hentinya mengembangkan senyum, sambil menggenggam telapak tangan gemuknya lebih erat—seakan aku tidak rela kehilangan sedetik momen yang terbilang konyol—aku terkikik pelan melihat wajahnya yang lucu ketika memejamkan mata seperti ini.

Hal lain yang kusuka—ketika kami berdiam diri di atas bukit sambil memandangi pedesaan yang nampak elok di bawah langit bertabur bintang—adalah aku bisa menatapnya lebih lama dari biasanya, mengaguminya lebih lama dari biasanya dan tentunya, melupakan status kami ... agak lama dari biasanya.

Mengagumi hasil pahatan Tuhan pada wajahnya yang cantik, aku tersihir dalam satu kedipan mata. Permata ruby pada matanya bahkan mampu membuat siapapun akan jatuh ke dalam pesonanya.

"Hng... hhh, Hyungh," desahnya agak lirih, sambil menggeliatkan tubuhnya dan menyamankan posisinya padaku.

"Sudah selesai mimpinya?" godaku padanya yang malah terkikik lembut. Perlahan—diterangi cahaya rembulan yang menyinari bukit—aku bisa melihat senyumnya yang menyebar seperti kehangatan matahari. "Tentu, aku memimpikan dirimu dengan puas."

Aku tertawa keras yang diam-diam menimbulkan kerucutan menggemaskan pada bibirnya. Kemilau bintang di atas sana bahkan tidak mampu mengalahkan kecantikan alaminya yang selama ini aku junjung.

"Eiyyy, siapa yang memperbolehkanmu memimpikanku?" tanyaku dengan nada agak sinis.

Adikku—Jimin—malah terkikik sambil memeluk lenganku tanpa melepas tautan tangan kami. "Memang ada ya larangan untuk memimpikan orang yang dicintai?"

Aku ganti mencebik, anak ini sudah pintar membalas rupanya.

Jimin mengelus tanganku lebih lembut, ia mencondongkan tubuhnya padaku untuk mengecup pipiku sekilas. Aku agak tersentak, dan seharusnya aku tidak menoleh karena pergerakannya yang tiba-tiba mengecup bibirku secepat kilat membuatku hampir jantungan.

#1: A Simple Food and A Warm FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang