KEABADIAN CINTA

108 8 6
                                    


       Berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Di mana sinar matahari terasa menyengat hingga rasanya ia sanggup menghanguskan tulang-tulang. Hari ini justru diwarnai dengan rintik hujan yang terus menerus turun, mengalunkan nada-nada indah sebagai penawar dahaga untuk hati yang mendamba hadirnya Sang Raja. Perlahan tapi pasti, tiap tetesnya mulai membangkitkan rasa rindumu pada dia yang sedang berada jauh tak tersentuh.

       Empat tahun sudah berlalu, sejak dia yang merajai hatimu pergi menjauh demi sebuah janji atas masa depan yang lebih baik. Menuntut ilmu ke negeri orang, meninggalkanmu untuk sementara waktu dengan harapan kembali dengan sebuah senyum kebanggaan.

       Memang ada banyak jenis media komunikasi yang selalu setia menjadi penghubung antara kalian. Tapi itu ternyata masih tak mampu membendung rasa rindu yang begitu menggebu. Rindu untuk saling merengkuh kehangatan tubuh masing-masing. Lalu bagaimana lagi caramu untuk melukiskan rasa bahagia, saat akhirnya pertemuan itu akan segera kembali terjadi? Dia yang kau nanti benar-benar akan kembali dalam jangkauan mata dan sentuhan jemarimu.

       Kau yang begitu bahagia mengetahui kepulangannya. Sejak pagi-pagi buta sudah terjaga. Dengan semangat mempersiapkan diri untuk bergegas menunggu kedatangannya di rumah kedua orangtua kekasihmu itu.

       "Sarapan dulu, Nak!" tegur seorang wanita paruh baya yang sedang sibuk menata sarapan di atas meja makan saat melihatmu berjalan begitu terburu-buru.

       "Tidak sempat, Bu. Cia harus ketemu Mas Damar," ucapmu riang.

       "Tapi nak, ini masih terlalu pagi. Pesawatnya pasti belum mendarat."

       Kau segera mencium pipi perempuan yang tak lain adalah ibumu itu. "Cia buru-buru, Bu. Taksi yang Cia pesan sudah menunggu di depan."

       Ibumu hanya mengeleng tidak habis pikir dengan tingkahmu itu.

       Hujan di luar masih belum reda dan juga, Damar sudah memberitahu kalau pesawatnya akan mendarat sekitar jam delapan pagi. Tapi kau yang terlalu antusias dengan kepulangannya justru sudah berangkat saat jam masih menunjukkan pukul enam pagi.

       Rasa rindu memang luar biasa. Membuat penikmatnya gelisah tak menentu. Bahkan pertemuan yang tinggal beberapa jam lagi akan terwujud, pun masih terasa seperti puluhan tahun.

----

       Kau yang barusaja tiba di rumah kekasih hatimu, tersenyum begitu lebar saat melihat kehadiran adiknya.

       Kenapa kau malah ke rumahnya? Bukan langsung ke bandara?

       Sebenarnya kau pun ingin menjemput dia langsung ke bandara. Tapi dia malah memintamu untuk duduk manis menunggu di rumah kediaman kedua orangtuanya.

       "Kak Cia," pekik Dania. Adik dari kekasihmu.

       "Hai Nia!" sapamu ramah. "Selamat pagi, Om, Tante."

       Kau meraih tangan kedua orangtua kekasihmu. Mencium tangan mereka penuh hormat. Calon menantu yang baik harus bersikap sopan pada calon mertua, bukan?

       Bicara tentang calon menantu membuat senyummu semakin lebar.

       "Mas, Cia kangen," ujarmu lirih saat dia menghubungimu dua hari yang lalu.

"Mas lebih kangen lagi. Tunggu mas, ya? Mas akan segera pulang dan setelah itu, kita akan menikah."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 14, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now