Senandung kematian

344 14 14
                                    

#RedRoom
#DuelThriler

Hujan masih terus turun, sementara malam semakin dingin. Kilatan-kilatan cahaya sesekali tampak jelas dari balik jendela kamar. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Mata yang sejak tadi berusaha kupejamkan tak juga berhasil membawaku masuk ke dalam alam bawah sadar.

Semua terasa aneh malam ini. Entah ada apa? Tapi jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Kegelisahaan menyelimutiku begitu kuat hingga keringat dingin membanjiri wajah, tangan dan juga leherku.

Jendela kamar yang awalnya tertutup rapat, tiba-tiba saja terbuka lebar. Tirai yang menutupi jendela, melambai-lambai tertiup angin. Terlihat seperti tangan raksasa yang siap mencengkram tubuh siapapun saat itu juga. Sosok bayangan hitam melintas begitu saja di depan jendela kamar.

"Siapa di sana?" Teriakku dengan suara bergetar takut. Mengamati area di sekitar jendela dibantu cahaya dari kilat yang terus menggelegar.

Beberapa menit menunggu, tak ada jawaban sama sekali. Berbekal secuil keberanian, aku turun secara perlahan dari atas tempat tidur. Melangkah mendekat pada jendela kamar yang terbuka.

"Siapa di sana?" Ulangku dengan mata memandang ke berbagai arah, terus mencari bayangan siapa yang kira-kira melintas tadi. Tapi nihil, tak ada siapapun di luar sana. Apa aku salah lihat? Pikirku.

Mengabaikan bayangan yang melintas tadi, kutarik gagang jendela berniat menutupnya. Namun gerak tanganku terhenti saat melihat sesosok manusia yang tengah berada di bawah guyuran hujan lebat.

"Orang itu! Sedang apa di sana? Dalam cuaca seperti ini?" gumamku seraya mengucek mata beberapa kali. Sekedar meyakinkan, kalau yang kulihat tidaklah salah.

Aku sangat yakin penglihatanku tidak sedang terganggu. Di sana, seseorang tampak sedang berdiri mematung. Tepat di bawah lampu yang berada di seberang jalan. Entah dia pria atau wanita, aku tidak tahu. Padahal langit sudah terlalu gelap, ditambah guyuran hujan yang semakin lebat. Apa orang itu kurang waras? Untuk apa berdiri di tengah hujan saat waktu hampir tengah malam begini.

"Sebaiknya aku keluar," ucapku mantap. Rasa penasaran dan simpati mengalahkan rasa ketakutanku. Orang itu bisa saja sakit bila aku tidak menolongnya. Dia bisa kena hipothermia kalau lama-lama berada di udara dingin seperti ini.

Aku segera meraih jaket dan sebuah senter kecil di atas meja belajar dan beranjak keluar. Untuk sekedar memastikan, mungkin saja orang tersebut butuh bantuan.

-------

Aku menutup pelan pintu kamar kost, melangkah menuju ke seberang jalan. Tepat di mana orang yang kulihat melalui jendela kamar tadi. Ia masih berdiri kaku di tempat yang sama saat terakhir kali aku melihatnya.

"Per… permisi. Se... selamat malam," sapaku ragu. "Sedang apa Anda berada di luar sini? Di bawah hujan tengah malam begini?" tanyaku lagi. Aku memandang orang tersebut dari ujung kepala hingga ujung kaki. Seketika bulu kudukku tiba-tiba saja meremang. Entah karena udara dingin atau sosok di depanku.

Dia perlahan menurunkan tudung penutup kepalanya, memperlihatkan wajah yang membuatku berteriak dalam hati. Ada luka bakar pada seluruh wajah bagian kirinya. Wajahku pias seketika. Ingin rasanya aku segera berlari, namun kakiku seperti terpaku di tempat.

"Kenapa? Apa kau ketakutan sekarang?" ucap pria tersebut dengan suara berat dan tersenyum miring.

"Ti... tidak, aku hanya—," ucapanku terhenti. Dia tiba-tiba memegang pergelangan tanganku kuat. Payung yang kupegang spontan terlepas dari genggamanku karena kaget.

"A... apa yang kau lakukan? Lepas... Lepaskan aku!" Aku mencoba berontak sekuat tenaga untuk melepaskan genggamannya. Tapi sepertinya sia-sia. Tenaganya terlalu kuat untuk aku lawan.

Kumpulan CerpenDonde viven las historias. Descúbrelo ahora