Terjebak Kutukan

240 20 45
                                    

     Ada saat di mana kegelapan seakan menelanku. Membawa jiwa lemahku, terbang melintasi garis batas dunia. Menunjukkan lukisan-lukisan yang membuat bulu kuduk merinding. Sosok seorang wanita dengan wajah penuh luka, darah di sudut bibirnya terus menetes tanpa henti dengan kedua tangannya yang mencoba meraihku.

     Saat malam tak lagi menawarkan ketenangan. Tarian jiwa-jiwa yang terperangkap dalam kurungan sang waktu, terus berusaha menarikku masuk dalam lingkaran setan dan mencoba memenjarakkan jiwaku dalam lingkaran waktu tak berujung.

     Kisah itu kembali memenuhi seluruh ingatanku akan dia yang menjadi alasan rantai penghubung itu tidak dapat diputuskan bahkan oleh waktu.

     Saat dia yang tiba - tiba muncul dari balik kegelapan bersama suara raungan burung gagak yang memecah kesunyian malam. Pertanda malaikat kematian sedang mengintai.

     Sosok pria dengan jubah hitam, perlahan berusaha memanjat naik menuju kesalahsatu jendela kamar rumah megah yang lampunya masih menyala.

     "Dara," bisik pria tersebut tepat di depan jendela kamar perempuan bernama Dara. Berharap sang pemilik kamar segera membuka pintu jendela.

     "Ri—an, kau kenapa datang kemari?" Dara yang baru saja membuka pintu jendela, berusaha membantu Rian masuk ke dalam kamarnya.

     Begitu berhasil masuk dan berdiri di hadapan Dara, Rian langsung memegang pundak perempuan itu. Menatap manik mata indah kekasih tercintanya untuk sesaat, "Kita harus pergi Dara. Malam ini juga!" ucapnya penuh keyakinan.

     "Tapi...."

     "Tidak ada waktu lagi. Kalau bukan malam ini...," tatapan penuh kecemasan terlukis dengan sangat jelas di wajah Rian. "Kita tidak akan bisa bertemu lagi dan itu untuk selamanya."

     Hening.
    
     Dara terdiam, berusaha mencerna ucapan Rian saat tiba-tiba suara ketukan yang cukup keras terdengar di depan pintu kamarnya.

     "Rian, cepat sembunyi," ucap Dara mendorong Rian masuk ke dalam lemari pakaiannya secara terburu-buru.

      Setelah memastikan Rian berada dalam posisi yang aman. Dara perlahan membuka pintu kamarnya  yang langsung menampilkan sosok pria tua dengan sebuah pistol dalam genggaman tangannya.

     "Ayah!" gumam Dara takut.

     "Mana pria itu? Ayah tahu di datang dan masuk ke dalam kamar ini!" bentak ayah Dara.

    Beliau menerobos masuk ke dalam kamar. Mata tuanya mengamati seluruh sudut kamar, mencari kemungkinan ada orang lain di dalam kamar tersebut.

     "Tidak ada siapapun di sini, Ayah."

     Puas mengamati seisi kamar, pria tua itu menatap tajam ke arah Dara, "Kalau ayah tahu kamu masih bertemu dengan pria miskin itu. Jangan panggil aku ayahmu kalau tidak bisa melenyapkannya."

     Air mata Dara mengalir pelan, seiring dengan kepergian sang ayah yang keluar dari kamarnya.

     "Tidak, tidak boleh ada yang melukai Rianku ataupun memisahkan dia dariku!" Dara menghapus air matanya, berlari membuka lemari tempat Rian bersembunyi.

     "Dara, ada apa?" tanya Rian cemas, tangannya terulur dan mencoba menyentuh jejak air mata di pipi Dara.

     Dara mengabaikan pertanyaan Rian. Ia menarik tangan pria itu ke arah jendela secara paksa, "Kita pergi. Malam ini juga."

*****


     Dalam dinginnya malam yang semakin larut. Hanya dengan berbekal keberanian, sepasang anak manusia itu saling bergandeng tangan. Berjalan menelusuri jalan setapak terjal dan berbatu yang ternyata malah menuntun keduanya masuk ke dalam pekarangan sebuah rumah besar. Mereka tidak sadar sama sekali, kalau mereka baru saja menembus batas dua dunia. Dunia nyata dan dunia roh.

     "Rian, ini di mana?" Dara memeluk lengan Rian erat. Ia berusaha menyalurkan rasa takut yang saat ini menyelimutinya.

     Suasana di sekitar mereka begitu mencekam. Di dalam area pekarangan tersebut hanya ada sebatang pohon besar tanpa daun. Burung gagak terlihat bertengger pada salah satu dahannya sambil sesekali terdengar meraung. Cahaya bulan yang tidak terlalu terang setidaknya cukup membantu pengelihatan Dara dan Rian.

     Rian menggeleng, "Entahlah. Aku juga tidak tahu Dara."

     "Kita sebaiknya pergi dari sini. Aku takut," usul Dara.

     "Tidak. Sebaiknya kita meminta pertolongan pada pemilik rumah ini. Sekarang sudah hampir tengah malam, kita butuh tempat istirahat. Ayo!"

     Rian memegang tangan Dara yang memeluk erat lengannya. Mereka berjalan mendekati pintu rumah besar yang tiba-tiba terbuka padahal Rian barusaja berniat mengetuknya.

     "Rian," cicit Dara yang semakin ketakutan. Bulu kuduknya meremang. Seiring dengan suara pintu yang langsung tertutup kembali, begitu mereka berhasil masuk.

     Rian dan Dara berbalik, berusaha membuka pintu namun sia-sia.

      "Sedang apa kalian di sini? Wahai anak manusia!"

     "Rian!" Dara memekik kencang, memeluk Rian erat begitu matanya menangkap kehadiran sosok yang baru saja menyapa mereka.

     Seorang nenek tua bungkuk, bertudung hitam dengan lilin di dalam genggaman tangannya.

     "Kami ... Kami tersesat, Nek," jelas Rian meskipun ia sedang ketakutan. Tapi pria itu tetap berusaha membangkitkan keberaniannya dan itu semua demi Dara. Jika ia ikut ketakutan, bagaimana dengan Dara?

     "Pergi! Pergi kalian dari sini!" perintah sang nenek.

     "Tapi...."

     "Keluar dari sini!" perintah sang nenek lagi, namun kali ini nenek tersebut menjatuhkan lilin dalam genggaman tangannya. Membuat jubah yang dikenakannya langsung terbakar dan....

     Rian segera menarik Dara. Mereka berdua segera berlari keluar dari rumah tersebut.

    Antara percaya dan tidak dengan apa yang mereka lihat. Sosok nenek itu langsung berubah menyeramkan begitu api membakar jubahnya. Wajah sang nenek penuh luka dan yang semakin menyeramkan adalah sosok lain yang tiba-tiba muncul dari balik tubuh si nenek. Sosok pria yang sedang memeluk kepalanya sendiri, berdiri berdampingan dengan wanita yang menggunakan ususnya sebagai kalung. Sungguh menyeramkan.

    Meskipun nyaris tenggelam dalam rasa takutnya. Rian tetap terus menarik tangan Dara untuk berlari bersamanya. Mereka berlari tanpa arah yang jelas hingga sebuah cahaya putih datang menghantam keduanya.

     Cahaya itu membawa mereka menjauh dari dunia nyata dan terjebak diantara waktu. Keduanya terkurung, menunggu kapan saat pembebasan itu datang.

*****

     Saat sebuah pertanyaan datang padaku. Tentang apa hubunganku dengan jiwa yang terkurung itu? Dan jawabannya sungguh membuat bulu kudukku berdiri, mengerikan.

     Mereka adalah kisah kutukan yang akan hadir menghantui siapapun yang mengetahui kisahnya. Jadi bagi kamu yang telah membaca kisah yang kuceritakan.

     Berhati-hatilah kalian!

     Karena Dara dan Rian akan datang padamu saat kau mulai membaringkan diri di atas tempat tidur. Suara derap langkah mereka akan terdengar di dalam kamar kalian. Nyanyian minta tolong keduanya pun akan terus menggema dalam rongga telinga siapapun yang mengetahui kisah ini. Hingga semua berubah dan waktu seakan berhenti, hanya untuk memperlihatkan penampakan Dara dan Rian dengan wajah penuh luka. Dari salah satu mata keduanya keluar belatung dan dari mata lainnya mengalir darah seperti anakkan sungai. Mereka akan terus ada di sekitar kalian. Saat membuka jendela di malam hari, di bawah kolong tempat tidur dan lemari pakaian kalian.

     Maafkan aku jika kalian merasa ketakutan. Sesungguhnya, aku tidak ingin menceritakan kisah ini. Namun kutukan ini harus dibagikan karena aku tidak ingin menderita sendiri dan kalian ....

     Kalian korban kutukan selanjutnya.

     Bersiaplah!


-- THE END --

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now