Galung menuruti permintaan Diandra, membiarkan gadis itu membersihkan wajahnya yang belepotan krim. Namun, lagi-lagi tindakan gadis itu menyulut emosi. Diandra tak henti-hentinya senyum sendiri. Galung merasa sedang ditertawakan. Ia tersinggung.

"Kamu ini benar-benar, ya? Kalau laki-laki, pasti sudah aku hajar," ujar Galung berapi-api.

"Jangan terlalu kasar sama perempuan. Nanti nggak ada yang suka sama kamu," jawab Diandra. Ringan dan tanpa rasa takut sedikit pun. Padahal dia sedang berhadapan dengan pemuda paling kasar di sekolah.

Kemarahan Galung sudah di ubun-ubun mendengar jawaban Diandra. Namun, entah mengapa kali ini ia bergeming, menunggu gadis itu menuntaskan tugasnya. Selama itu, ia diam-diam mengamati Diandra.

Diandra memiliki penampilan yang berbeda dari gadis kebanyakan yang sering mengganggu Galung. Alih-alih rok kependekan dan dandanan kelewat menor, gadis itu justru tampak sangat biasa dengan seragam rapi dan kacamata bertengger di hidung. Sikapnya yang kelewat santai saat menghadapi Galung juga menjadi alasan tambahan mengapa Galung merasa perlu memperhatikannya.

"Nah, sudah selesai." Diandra tersenyum begitu tugasnya telah rampung. Masih tak menyadari tatapan Galung padanya. "Lain kali hati-hati, ya!"

"Apa katamu? Kamu lupa siapa yang melempari wajahku dengan kue?" tanya Galung marah, tanpa melepaskan pandangannya dari Diandra.

Sembari tersenyum, Diandra yang menyadari tindakan Galung memberi gerakan menunjuk ke kedua matanya.

"Maaf. Tapi sebelum kamu jatuh cinta padaku, lebih baik berhentilah menatapku seperti itu. Aku bisa melihatnya jelas dengan kacamata ini." Ucapan terakhir Diandra sukses membuat Galung mendadak salah tingkah.

Tuduhan macam apa itu? Jatuh cinta? Yang benar saja. Galung memang tengah memandangi Diandra, tetapi bukan seperti itu.

Ah, Galung benci karena tiba-tiba tak memiliki pembelaan atas tuduhan konyol Diandra.

"Dalam mimpimu." Akhirnya hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Galung. Diandra tak menjawab. Ia hanya tersenyum kecil lalu pergi begitu saja. "Dasar!" gerutu Galung jengkel.

Bisa-bisanya seorang gadis culun membuat Galung mati kutu, lalu pergi seenaknya. Akan tetapi, kekonyolan yang baru saja menimpa Galung tiba-tiba membuatnya tersenyum. Ia kembali memandangi punggung Diandra yang menjauh. Gadis yang aneh. Mungkin tuduhannya akan jadi benar jika dia sedikit lebih cantik.

Ah, tidak mungkin.

Galung menyadari isi pikirannya yang di luar dugaan. Tampaknya ia harus segera pergi sebelum otaknya terisi dengan hal-hal yang lebih gila.

***

Galung berlarian di koridor menuju kelasnya, berusaha tiba sebelum bel pertama berbunyi.

Hari ini ada ulangan Matematika. Guru pelajaran tersebut terkenal tidak mau berkompromi dengan kata terlambat. Galung tidak pernah terlambat sebelumnya dan tidak ingin membuat catatan baru tentang hal tersebut. Sembari berlari ia terus menyalahkan dirinya sendiri yang semalam begadang menonton pertandingan bola, penyebab keterlambatannya datang ke sekolah pagi ini.

"Aduuh!"

Galung menabrak seseorang ketika melewati tikungan. Entah siapa yang salah karena meski Galung sadar ia yang terlalu terburu-buru dan tidak mengawasi jalanan dengan baik, tetapi justru orang yang ia tabrak tersebut yang dengan segera meminta maaf terlebih dulu.

"Maaf, aku nggak sengaja. Aku sedang terburu-buru," ujar orang yang Galung tabrak tersebut, yang ternyata adalah seorang gadis sebayanya. Gadis yang Galung kenali dengan jelas sosoknya.

Angin Padang Rumput (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now