(7/7)

Inka frutasi. Ia melipat surat itu dengan kasar dan menaruh sembarang kedalam tas.

"Gue nggak yakin kalau dia," ucap Ivanna yang terduduk disebelah Inka.

Inka mengira kalau akhir dari surat tersebut akan memberi sebuah clue siapa pengirimnya. Tapi karena tadi ia melihat sendiri siapa pengirimnya, membuat Inka ingin menangis rasanya. Bagaimana tidak? Cowok pengirim surat itu adalah seseorang yang tidak Inka kenal baik.

"In, nanti pas isitirahat kita samperin tuh cowok." ucap Ivanna.

Inka menoleh, "Buat apa?"

"Ya...Cari kebenaran aja."

"Nggak usah. Tapi cowok tadi itu..." Inka tidak melanjutkan kata-katanya.

       Saat bel istirahat tiba, Inka dan Ivanna langsung mencari seseorang yang mungkin selama ini dialah yang meletakan surat-surat itu dikolong meja Inka.

"Eh, itu orangnya!" seru Ivanna saat melihat cowok bertubuh janggung berdiri didekat tiang basket.

"Samperin,"

Mereka langsung berlari kecil kearah cowok itu, dan kemudian Ivanna menepuk bahunya.

Cowok itu menoleh dan terlihat terkejut saat melihat kedua gadis itu, "Ya?" tanya cowok itu dengan alis terangkat satu.

"Jadi selama ini, lo yang diem-diem suka sama Inka?" tanya Ivanna.

Cowok itu mengernyit, Ia tidak paham apa maksud Ivanna yang datang-datang menanyai perihal itu.

Ivanna memutar kedua bola matanya, Ia langsung merebut amplop biru polos yang dipegang Inka sedari tadi, dan mengacungkan amplop itu kedepan wajahnya.

"Ini surat yang lo letakin dikolong meja Inka, Ardo! Jadi selama ini lo suka sama Inka?" tanya Ivanna menahan sabar.

Cowok bernama Ardo itu hanya diam. Ia melihat amplop itu dan berganti menatap kedua cewek didepannya.

"Jadi lo suka sama, Inka?" tanya Ivanna sekali lagi.

Ardo diam, cowok yang menjabat menjadi ketua osis itu bingung bagaimana ia harus memberitahu yang sebenarnya.

"Ardo! Tell me!!" sentak Ivanna.

Ardo sedikit terkejut. Kemudian mulai bersuara, "Oke...Oke gue bisa jelasin soal ini. Tapi nggak disini."

"Taman belakang pas pulang sekolah!" ucap Ivanna yang langsung memberi usul dan pergi menggandeng tangan Inka.

                       ***

"Coba jelasin sekarang!" tanya Ivanna tak sabar. Disampingnya Inka hanya diam dan masih tidak percaya kalau Ardo lah yang ternyata selama ini menaruh surat-surat itu dilaci meja Inka.

Ardo adalah cowok yang dikenal playboy dikelasnya. Memang belum banyak yang tahu tentang percintaan ketua osis itu. Mereka hanya tahu kalau Ardo adalah cowok yang dingin. Ia juga tak banyak bicara kalau bukan karena rapat osis.

Ardo menghela napas. Ia mendungakan kepalanya kearah Ivanna dan Inka yang siap menerima penjelasan darinya.

"Sebenarnya, surat itu bukan dari gue." ucap Ardo membuka pembicaraan.

Kedua gadis didepannya bersitatap sekilas.

"Terus?" tanya Ivanna.

"Gue cuman disuruh buat letakin surat itu dikolong mejanya, Inka." jawabnya seraya menatap Inka sekilas.

Ivanna dan Inka semakin bingung. Mereka hanya diam dan menunggu kelanjutan dari Ardo.

"Sebenernya, bukan gue yang suka sama lo, In."

"Terus siapa!?" tanya Ivanna tidak sabaran.

Ardo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung harus bicara jujur atau tidak. Karena belum waktunya untuk memberitahu semuanya. Namun sudah terlanjur ia tertangkap basah oleh Ivanna dan Inka, membuatnya harus jujur.

Ardo menghela napas lagi. Dan menjawab, "Marchell."

Maupun Ivanna atau pun Inka, mereka sama-sama tercengah oleh penyataan yang diberikan Ardo.

"Lo pasti boong, kan?" tanya Inka tak percaya.

Ardo bangun dari duduknya, "Gue nggak bisa jelasin semua, In. Tapi ini kenyataannya."

"Tapi kenapa lo yang kasih surat itu?" tanya Ivanna.

"Semua orang tau bahwa fakta dari anak kembar identik seperti mereka adalah, sama-sama pengecut."

"Tapi kata-kata dari surat itu? Marchell yang buat atau..."

"Marchell yang buat. Gue emang deket sama Marchell dan dia minta tolong sama gue untuk letakin surat itu dikolong meja lo, In."

"Tapi kan cuman letakin doang, nggak ngomong langsung. Kenapa nyuruh lo?" tanya Inka heran.

Ardo memutar kedua bola matanya. Kemudian menjawab dengan nada menyebalkan, "Udah gue bilang kan, Marchell itu pengecut! Darwin juga demikian. Letakin surat aja dia minta tolong ke gue, gimana ngomong langsung? Belum ngomong pun Marchell udah pingsan duluan."

Inak tercengah untuk kesekian kalinya. Sama sekali Inka merasa tidak ada hal yang membuatnya berpikir bahwa Marchell yang menyukainya. Tidak ada tanda-tanda bahwa Marchell menyimpan perasaan untuknya. Atau memang Inka yang tidak peka?

                         ***

Nerdy, I Wuf YouWhere stories live. Discover now