9. Sebuah Pilihan

9.8K 480 137
                                    

Part 9

Hari ini, aku memutuskan untuk menemui ervan. Setelah kemarin malam, mantannya menceritakan yang sebenarnya, penyebab ervan bisa melakukan itu semua kepadaku dan aku juga berniat memaafkannya.

Sebelum aku menemui ervan, aku terlebih dahulu meminta ijin, kemas alvaro. Awalnya dia menolak keras niatanku itu, namun aku terus meyakinkannya, jika aku ingin segera menyelesaikan masalah yang terjadi diantara kami dan berjanji kepadanya, jika aku tidak akan kembali kepada ervan lagi dan hanya berniat untuk memaafkannya.

Sekarang, sudah menunjukan waktu makan siang. Aku pun memutuskan, menemui ervan diruangnya, tentunya setelah mendapat ijin dari mas alvaro. Sesampainya diruanganya, aku tidak menemukan keberadaannya. 'Apakah ervan sedang makan siang dikantin, namun tidak mungkin, karna jika memang dia menuju kantin, pasti kami akan bertemu diloby tadi.', batinku.

Aku yang penasaran akan keberadaan ervan, memutuskan menanyakan keberadaannya kesalah satu karyawan yang berada diruangan ini. Aku segera menghampiri karyawan, yang mejanya tidak jauh dari meja ervan.

"Maaf mas, kalau boleh tahu ervannya dimana?", tanyaku sopan kekaryawan tersebut, yang baru aku ketahui bernama dirga rinaldi, karna tertulis jelas di idcardnya dan dia menggeleng pelan, tidak tahu.

"Sudah semingguan ini, dia tidak masuk kerja dan tidak ada kabarnya.", jawabnya menjelaskan dan aku kaget mendengarnya. "Kenapa ervan tidak masuk kerja?, kemana dia selama ini?, apa tanpa sepengetahuanku dia sudah dipecat mas alvaro?, tapi tidak mungkin, kan mas alvaro sudah berjanji kepadaku untuk tidak memecatnya atau mungkin dia bunuh diri, setelah aku menghindarinya selama semingguan ini.", batinku ngeri.

Setelah berpamitan kekaryawan itu, aku memutuskan menuju keruangan mas alvaro, menanyakan keberadaan ervan.

Sesampainya didepan ruangan mas alvaro, aku menghampiri meja sekertaris persis disamping pintu masuk ruangannya. Aku menyatakan maksudku, ingin bertemu dengan  CEO. 'Karna aku tidak mungkin menyebutnya, dengan sebutan mas alvaro, karna jika aku melakukannya, dia pasti akan menertawaiku, karna merasa sok dekat dengan CEO perusahaan ini dan menganggapku gila.', batinku.

Sekertaris itu, langsung menghubungi mas alvoro didalam dan meminta ijin kepadanya. Setelah mendapat ijin dari mas alvaro, dia langsung mengijinkanku masuk. Aku pun berterima kasih kepadanya dan segera berjalan kearah pintu, kemudian mendorongnya pelan.

Sesampainya didalam, aku mendapati mas alvaro berada dimejanya, dengan beberapa berkas yang berada diatas mejanya. Menyadari kedatanganku, dia mengalihkan pandangannya dari berkas dimejanya dan menatapku bingung. Aku pun segera menghampirinya dan duduk didepannya.

"Ada apa?", tanyanya langsung, ketika aku sudah duduk didepannya. "Maaf, mengganggu waktu bapak, tapi aku ingin menanyakan sesuatu.", jawabku sopan, memanggilnya dengan sebutan bapak dan seketika itu dia tertawa kencang, sambil kedua tangannya memegang perutnya. 'Apa ada yang salah dengan ucapanku?', batinku.

"Ada yang lucu?", tanyaku, ketika dia berhenti tertawa dan dia menggangguk cepat. "Karna panggilan kamu itu.", jawabnya dan kumenatapnya bingung.

"Kenapa kamu memanggilku dengan sebutan bapak?, memangnya aku sudah bapak-bapak.", lanjutnya dan kumenggeleng pelan. "Bukan gitu mas, kan jika dikantor aku harus menghormati mas, sebagai pemilik perusahaan, karna aku seorang karyawan.", jawabku apa adanya dan dia menggeleng cepat. "Kecuali lagi ada karyawan lain. Ini kan hanya kita berdua, jadi kamu tidak perlu seformal itu kepadaku, cukup memanggilku seperti biasa.", jelasnya dan kumengangguk pelan, menurutinya.

"Jadi, apa yang mau kamu omongin?", tanyanya dan kumenatapnya serius. "Mas, sudah pecat ervan ya?", tanyaku langsung dan dia menggeleng cepat. "Aku tidak memecatnya, cuma melarangnya kebagianmu saja.", jelasnya dan kumenggguk paham.

My New Life StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang