Chapter 2

886 109 2
                                    

Kaki kecil itu terus melangkah, sedikit berlari untuk segera mencapai tujuannya. Mengabaikan rasa sakit akibat goresan ilalang pada kaki kecilnya. Tigginya yang tak melebihi ilalang masih terus menerobos tak tentu arah. Satu-satunya tujuannya adalah sebuah gundukan yang terletak di atas bukit. Tempat dimana seseorang yang begitu ia cintai mendamaikan tidurnya.

Sepasang kakinya berhenti kala gundukan itu tepat berada di depannya. Mengatur nafasnya yang tak beraturan senada dengan dadanya yang naik turun. Kemudian bibir kecilnya tersenyum.

"Eomma" sapanya.

Ia kembali tersenyum kala tak ada sahutan yang menjawab sapanya. Bahkan suara angin yang biasanya menemani, kini entah enyah kemana. Saat itulah, pandangannya tertuju pada sebuket bunga lili putih yang tampak sedikit mengering dan layu. Bunga itu masih di bungkus dengan plastik dan hiasan apik. Hanya tak yakin harumnya masih tersisa atau justru telah melebur.

Lili putih, sangat menggambarkan dirimu.

"Jika dia datang kenapa tak menemuiku, eomma?" ujarnya lirih dengan tatapan kosong. Ada jeda dalam ucapannya, dan bibirnya bergetar mengucap kalimat selanjutnya. "Dia tidak pergikan? Dia..." jeda itu lagi. "Dia akan datangkan?"

Eomma, kenapa kedatangannya begitu abstrak?

Dia akan datang. Dia... dia akan datang.

"Aku akan menunggunya" dan tekat telah membulat dalam dirinya, Park Donghae.

.

.

"Aku tak pernah punya alasan untuk menunggu. Aku hanya tahu menunggu adalah yang terbaik. Tak peduli ia datang atau tak akan pernah kembali. Sebut saja aku dungu. Nyatanya aku masih berharap sang waktu akan membawahnya berbalik arah dan pulang, bersamaku"

-Pak Donghae-

.

Donghae menghentikan langkahnya menatap kantin yang begitu ramai. Tak ingin berlama, ia kembali melanjutkan langkahnya. Kantin tak begitu nyaman untuknya. Kenapa? Tentu karena tatapan-tatapan mengejek yang terus mengintimidasinya. Meskipun sebenarnya tak ada satupun tempat di sekolah ini yang ia sukai. Kecuali atap, mungkin.

Langkahnya kembali terhenti melihat Kim Kibum dengan gerombolannya sedang berjalan dari arah yang berlawanan dengan dirinya. Ia berdecak kesal, harinya akan dimulai. Dapat Donghae lihat senyum merekah Kibum yang terlihat memuakkan baginya. Senyum itu terus mengembang hingga mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Donghae sendiri tak sedikitpun mengendurkan tatapannya. Ia bahkan tak mundur ketika Kibum mencondongkan tubuhnya untuk lebih dekat dengannya.

"Kau beruntung hari ini Donghae hyung. Kenapa? Karena ia kembali" ujar Kibum lirih tepat di telinga Donghae.

Donghae menatap Kibum lewat lirikan matanya. Donghae hyung? Tidak biasanya anak ini memanggilnya seperti itu. Tapi kalimat Kibum yang selanjutnyalah yang membuat Donghae sedikit tertegun.

"Hari ini aku sedang bahagia. Jadi aku tak ingin merusaknya. Tapi tak perlu sedih, karena masih ada hari esok hahaha" ujar Kibum kembali, kini lebih keras dan diselingi tawa.

Dengan sedikit menepuk pundak Donghae, Kibum dan gerombolannya kembali melanjutkan langkah. Melewati Donghae yang masih diam di posisinya. Pikirannya melayang pada seseorang yang Kibum maksud. Pertanyaan-pertanyaan mulai mengakar dalam pikirannya. Siapa? Mungkinkah dia? Tidak. Tidak mungkin.

Ketika ia sibuk dengan pikirannya, sebuah tangan menepuknya dari belakang. Kim Kibum, bocah itu lagi, pikirnya. Donghae mengerutkan alis, terlebih ketika Kibum mengulum senyum tajam dengan mata menyilat. Detik berikutnya bibir Kibum bergerak mengatakan sesuatu sebelum akhirnya kembali pergi. Meninggalkan Donghae yang tertegun setelah mengerti arti dari gerakan bibir itu.

If You GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang