PART 2 (FIXED PART)

9.8K 229 6
                                    

Apa yang Alea lihat sekarang berbeda dengan apa yang pernah ia lihat dulu. Sekarang, Alea melihat keadaan disekitarnya menjadi abu-abu dan seakan-akan bergerak sangat lambat. Suara bisingnya kendaraan lalu lalang menjadi tidak terdengar olehnya. Matanya selalu tertuju kepada setiap pasangan yang ia lihat disepanjang jalan. Duduk bercengkerama, bercerita dengan senang dan saling memandang pasangannya satu sama lain.

Dia pernah begitu. Ya, pernah.

Alea memejamkan matanya sesaat dan membukanya perlahan. Tiba-tiba saja dadanya merasa sesak ketika menarik napas saja. Ini kah yang dinamakan orang dengan galau? Perasaan yang menyesakkan ketika memikirkan mantan? Ha, jangan membuatku tertawa.

Sekali lagi Ia memejamkan matanya sejenak. Alea pikir selama ini dirinya kuat, kuat dengan semuanya. Ia juga berpikir dirinya sudah siap, siap dengan konsekuensinya. Alea hanya dapat berpikir, ya, ia pikir ia akan bahagia dengannya. Bahagia dengan Sam sampai akhir hayat mereka. Klise memang, tapi itu adalah harapannya. Namun, Tuhan sepertinya berkata lain ketika dirinya sendiri menemukan Sam dan Vena tengah bercumbu mesra didepan matanya.

Apakah semua pria seperti itu? Atau hanya Sam? Apakah banyak wanita lain seperti dirinya dengan nasib yang sama? Kenapa Vena tega melakukan hal itu? Apa salahnya? Apa yang sebenarnya yang salah dengan hidupnya?

"Alea..."

Sayup-sayup, Alea mendengar namanya dipanggil. Ia kemudian mulai membuka matanya perlahan dan mendapati keempat sahabatnya menatap dirinya dengan khawatir.

"Hei, ini aku yang salah atau aku melihat ada air dimatamu? Kamu nangis?" Tanya Val dari arah kemudi depan.

Ketiga sahabatnya yang lain masih menatap dirinya. Menunggu jawaban. "Tidak. Aku kebanyakan menguap Val. Kamu tau aku suka banyak nguap kan kalo ngantuk."

"Benarkah?" timpal Fei.

"Iya benar. Aku hanya merasa mengantuk."

"Hmm... " gumam Nina dari kursi belakang.

Talia yang berada dikursi kemudi hanya menatapnyasekilas dari kaca. Diantara mereka berlima, Talia adalah satu-satunya orang yang tidak banyak bicara,namun rasa pedulinya sangat besar. "Oke, kamu tidur aja dulu. Nanti kami bangunin pas udah di bandara."

Alea tersenyum mendapati Talia mengerti keinginannya dan mengarahkan pandangannya ke arah luar mobil. Ia berusaha memejamkan matanya. Berusaha menghapus ingatan pahit yang terjadi selama sepekan lalu.

*

*

*

Alea membuka matanya dan menemukan kegelapan yang tiba-tiba datang menyeruak ketika ia terbangun dari tidurnya dan merasakan matanya sangat perih saat membukanya secara cepat. Meskipun setengah sadar namun ia mendengar hiruk pikuk bisingnya kesibukan kota New York dari bawah apartemen yang ia tinggali. Suara klakson dari mobil yang menyiratkan bahwa sang pengemudi dalam keadaaan buru-buru, lalu ada suara para remaja wanita yang tertawa cekikikkan membahas para pria yang akan mereka temui di Bar dan suara-suara kucing liar yang berada digang sempit yang berjarak hanya beberapa langkah dari apartemennya. Hebat sekali, tiba- tiba saja ia bisa punya pendengaran yang tajam. Yah, sebenarnya ia tidak kaget karena indra pendengarannya memang terlatih dari kecil untuk bisa mendengarkan suara sekecil apa pun. Namun pendengaran yang bodoh ini tetap tidak bisa membantunya mendengar apa yang sakit dari badannya. Badannya terasa berat bahkan untuk sekedar berdiri dan menyalakan lampu kamar yang berjarak lima langkah kaki dari tempat tidurnya.

Alea kemudian mulai mengerjapkan matanya lagi dan berusaha untuk menemukan cahaya dikegelapan kamar. Ya, setidaknya ia harus sadar untuk beberapa jam kedepan untuk memulai lagi hari yang setidaknya penuh dengan kesibukan. Setidaknya hal itu bisa membuatnya melupakan masalah yang telah ia hadapi di Indonesia. Apa yang bisa dilakukan Alea hanyalah berharap.

That Man and That WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang