"Bisa aja kan kamu merekayasa semua ini"

Handphone Lia bergetar, notifikasi panggilan tidak terjawab dan beberapa pesan menghiasinya.

"Silahkan, Bapak, baca pesan itu dan kalau masih tidak percaya silahkan telepon Aga"

Skakmat! Pak Anugroho mulai bingung ingin berbicara apa. Dan akhirnya secara tidak sadar dia menekan "panggil". Panggilan itu langsung tersambung ke Aga.

"Ha..halo, Lia, kamu di mana? Saya nyariin kamu dari tadi" kata Aga dengan nada khawatir

"Sekarang kamu ke ruang kepala sekolah!" perintah Pak kepsek.

Aga menepuk keningnya berulang kali, menarik nafas dalam. Dia tidak menyangka Lia akan senekat ini. Cewe itu sangat berani ambil resiko.

"Permisi, Pak"

Lia langsung menoleh begitu mendengar suara Aga, keduanya beradu pandang. Dan.. BRUKKK, suara gebrakan meja membuyarkan itu semua.

"Cepat duduk!"

"I..iya, Pak"

"Lia, sekarang kamu boleh kembali ke kelas"

"Iya, Pak, terima kasih"

Lia bangkit dari duduknya, Aga juga ikut melakukan hal yang sama. Pak Anugroho langsung melotot tajam pada Aga dan menyuruhnya tetap duduk.

"Siapa yang suruh kamu untuk keluar? Yang keluar itu cuma Lia, kamu tetap di sini"

"Ahh.. Iya maaf, Pak, saya refleks gitu"

Di ruangan itu tinggal Aga dan Pak Anugroho, dalam pikirannta saat ini hanyalah Lia, dia takut Lia akan terseret kasus ini.

"Tadi Lia sudah menceritakan semuanya pada saya, dan saya juga sudah mendapat laporan terbaru. Saya minta maaf atas kesalahpahaman ini"

"Jadi maksud Bapak saya tidak bersalah kan?"

"Iya, kamu dan teman-temanmu tidak bersalah, sedangkan yang lainnya memang benar terlibat"

"Makanya, Pak, lain kali kalau dapat informasi itu diklarifikasi dulu jangan asal nuduh aja"

"Bapak minta maaf yang sebesar-besarnya"

Ada rasa lega dalam diri Aga karena tuduhan itu tidaklah benar, tapi dia tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya. Ingin sekali dia menghajar orang yang ada di hadapannya saat ini.

"BRRAAKK". Aga menggebrak meja Pak Anugroho dengan tatapan penuh kebencian, tatapan yang begitu tajam seolah menusuk.

"Bapak pikir dengan minta maaf saja semuanya akan selesai? Bapak sudah mempermalukan saya dan teman-teman saya di depan semua murid!"

Pak Anugroho sangat kaget dengan reaksi Aga, amarah yang sempat muncul dalam dirinya telah terbakar dengan rasa takut. Dia berusaha berbicara selembut mungkin agar Aga mau mendengarkannya, dia berjanji akan membersihkan nama baik Aga beserta teman-temannya.

Aga tidak merespon perkataan Pak Anugroho, dia keluar begitu saja dari ruangan itu tanpa sepatah kata pun.

                                      ***
Bel istirahat berbunyi, para murid berhamburan keluar kelas. Bel istirahat itu ibarat penyelamat mereka dalam keboringan mengikuti pelajaran. Aga dan Rendy segera keluar kelas menemui teman mereka yang lainnya.

"Rasanya gue udah ngga sabar mau kasih tau info ini ke mereka" kata Rendy.

"Iya, gue juga. Tapi gue lebih ga sabar buat nemuin Lia, dia yang udah nolong kita" jawab Aga.

"Dia itu cewe yang hebat, Ga. Gue restuin deh kalo lu emang beneran suka sama dia" ucap Rendy dengan nada sok serius.

Aga hanya tertawa menanggapin perkataan Rendy, tapi apa yang dibilang oleh Rendy memang ada benarnya. Lia itu beda dari kebanyakan cewe yang dikenalnya, hal ini yang membuat Aga makin semangat untuk mendapatkannya.

"Eh itu dia mereka" kata Rendy sambil menunjuk teman-temannya.

"Yaudah, ayo samperin" jawab Aga.

Mereka sudah berkumpul di tempat biasanya, meja kantin itu sudah dianggap sebagai tempat kepemilikan, tidak ada yang berani menempati tempat itu selain kelima anak ini. Dan saat kelimanya sudah berkumpul, pasti ada saja masalah yang dibuat. Tapi kali ini keempat teman Aga duduk tenang di bangkunya, mereka siap mendengarkan hal penting yang akan disampaikan oleh Aga.

Aga tersenyum dengan tatapan meledek, Reza, Andri, Alvian merasa heran. "BRAAKK" Aga menggebrak meja cukup kencang, membuat seisi kantin menoleh ke arahnya. "Gue cuma pengen bilang ke kalian, kalo si Anu itu udah salah tangkep orang! Gue dan temen-temen gue sama sekali ngga terlibat tawuran itu!" katanya lantang.

Pengunjung kantin itu lansung riuh begitu mendengar pernyataan Aga. Ada yang teriak histeria kegirangan, ada yang langsung bergosip ria, bahkan ada pula yang hanya melongo kebingungan.

Melihat kondisi itu, Aga bangkit dari duduknya. Dia kembali ke niat awal untuk menemui Lia. Aga celingak-celinguk mencari sosok Lia, dan dia begitu kegirangan saat melihat orang yang dicari sedang berdiri tidak jauh dari kantin.

"Lia, tunggu!" teriaknya.

Lia langsung menoleh saat mendengar teriakan Aga. Cowok itu segera menghampirinya. "Ternyata kamu ada di sini" katanya dengan senyum sumringah.

"Ada apa?"

"Saya mau ngucapin terima kasih ke kamu, karena kamu udah nolongin saya dan teman-teman saya"

"It's okay"

"Kamu udah makan belum? Kalau belum makan bareng yuk"

Lia hanya menggeleng menjawab ajakan itu. Bukan karena dia tidak ingin, tapi situasi seperti ini tentu akan menimbulkan masalah.

"Yah kenapa ngga mau? Saya yang traktir kok"

"Maaf, lain kali aja. Sekarang saya bawa bekal"

Aga berusaha tidak memperlihatkan kekecewaannya. "Oke, tapi nanti pulang bareng ya". Belum sempat Lia menjawab ajakan yang kedua kalinya itu, Aga sudah pergi meninggalkannya.

Lia kembali ke kelasnya, begitu masuk ke kelas itu, seperti ada aura yang berbeda. Anak-anak cewek di kelas itu melihat ke arahnya dengan tatapan sinis. "Ada apa kok pada liatin?" tanya Lia pada mereka. "Siapa yang ngeliatin? Kepedean banget si" celetuk salah seorang diantara mereka. Lia yang tidak ingin memperpanjang masalah segera duduk di kursinya. Dia mengambil sebuah novel dari dalam tasnya, pura-pura tidak mendengar ocehan dari anak cewe itu. "Dasar cabe bisanya gosipin orang aja" pekiknya dalam hati.




EightWhere stories live. Discover now