Tagihan

63 7 3
                                    

Aga mengobrak-abrik isi lemarinya, mencari sesuatu yang sedari tadi tidak ketemu. Dia lemas dan memandangi selembar kertas itu dengan tatapan frustasi.

"Brengsek!! Kemana si uang itu?" teriaknya sambil menendang pintu lemari.

Uang yang diberikan oleh Valen, kakaknya. Uang itu untuk membayar tagihan rumah sakit ibunya dan sekarang uang itu hilang. Dia ingat kalau dia menyimpannya di dalam lemari.

"Gue harus cari uang kemana buat lunasin ini semua?. Kalo gue minta sama valen lagi itu gak mungkin" batinnya.

Aga mengambil sebuah kotak berwarna hitam. Kotak itu adalah pemberian dari ayahnya, beliau meninggal sejak dua tahun yang lalu. Saat itu ayah dan ibunya sedang dinas ke luar kota, lalu sebuah musibah menimpa mereka. Mobil yang mereka naiki mengalami kecelakaan, ibu Aga selamat namun sampai saat ini dia mengalami koma.

"Mau ngga mau, gue harus pake uang ini dulu" ucapnya lirih, seraya mengambil uang dalam kotak itu.

Aga menarik nafas dalam, berharap rumah sakit itu membolehkannya menyicil uang tagihan tersebut. Dia berjalan keluar dari rumahnya, yang sebenarnya adalah sebuah kontrakan sederhana. Dia menyewa kontrakan itu untuk tempat tinggalnya, ada beberapa hal yang membuatnya tak ingin kembali ke rumah asalnya.

Aga menaiki motor ninja kesayangannya, melesat kencang menuju RS Permai, tempat ibunya dirawat. Dia menemui seseorang di rumah sakit itu, tepatnya seorang suster yang merawat ibunya.

"Gimana kondisi ibu, mba Leni?" tanyanya pada suster itu.

"Sampai saat ini kondisi bu Mesya masih sama seperti sebelumnya, dia belum menunjukkan tanda-tanda akan siuman" jawab suster itu dengan wajah muram.

Aga terdiam, dia berusaha menahan gejolak dalam hatinya. Mensugesti dirinya sendiri bahwa semua ini baik-baik saja.

"Kamu yang sabar ya, Ga. Kamu harus tetap kuat" ucap suster itu berusaha menyemangati Aga.

"Ya sus, pasti. Kalau gitu saya permisi mau keluar ya" jawab Aga, kemudian dia keluar dari ruangan itu.

Aga menyerahkan selembar kertas dari dompetnya. Dia bertanya pada orang itu soal pembayaran tagihan tersebut.

"Maaf, pak. Apa boleh saya membayar sebagian dulu?"

"Hhmm.. bagaimana ya? Sebenarnya si tidah boleh"

"Tapi pak, tolonglah"

"Yasudah tidak apa-apa. Tapi segera lunasi ya karena kamu hanya punya tempo 2 minggu"

"Siap, pak. Terima kasih ya"

***
Wanita itu merebahkan dirinya di kasur, menatap langit-langit kamarnya. Sudah lama dia tidak menginjakkan kaki di rumah ini, tepatnya dua tahun silam setelah peristiwa itu. Wanita itu adalah kakak kandung dari Aga Setyawan, yang bernama Valencya Setyawan.

"Ahh.. kenapa semuanya berubah begitu cepat?" gumamnya lirih.

Valen dan Aga memutuskan untuk tidak tinggal di rumah ini, dan untuk yang pertama kalinya Valen kembali lagi ke sini. Saat ini Valen bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia menjabat sebagai manager perusahaan. Dia mendapat beberapa fasilitas, seperti rumah dan mobil.

Valen keluar dari kamarnya, dia menuju ruang tamu. Dia menatap rentetan foto yang masih terpampang rapih, di sana terlihat senyum bahagia. Ibu, ayah, Aga, dan dirinya, ahh dia merindukan setiap momen itu.

"Ayah apa kabar? Saya pengen curhat banyak ke ayah, andai aja ayah masih di sini" ucapnya sambil memandangi foto ayahnya, Bimantara Setyawan.

Flashback

EightWhere stories live. Discover now