|1| First Time

289 76 101
                                    

"Kenapa kali pertama kita dipertemukan dalam keadaan tidak baik? Sebab takdir mengiginkan pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya untuk memperbaiki."

-Agam Artha P. pada Dania S.

***

"Itu, itu! Ceweknya tuh!"

Wirga, cowok berambut ikal dengan warna tembaga itu berseru sambil menunjuk. Tidak begitu spesifik, karena baru beberapa saat yang lalu bel berbunyi dan tumpahan siswa-siswi Bintang Angkasa dengan cepat memenuhi pelataran parkir.

Hampir bersamaan, tiga orang cowok lain di samping Wirga menoleh pada arah telunjuk cowok itu mengacung. Walaupun pengkhususan wujud yang Wirga maksud tidak pasti, namun penglihatan keduanya langsung tertuju pada dua orang cewek yang baru saja keluar lobi, yang berada beberapa meter dari mereka.

Cewek yang dua hari lalu mereka tetapkan sebagai objek tantangan untuk Agam.

Salah seorang cowok dengan tanda pengenal bertuliskan 'Agam Artha P.' di dada bagian kanannya, masih terpaku memperhatikan. Cara cewek itu mengubah air mukanya, entah mengapa benar-benar menarik Agam. Mulai dari wajah terlampau seriusnya menyimak cerita cewek yang berjalan di sampingnya sampai tawa yang mampu menenggelamkan mata cewek itu, semua tidak luput dari mata tajam milik Agam.

"Familiar gue muka tu cewek," gumam Nolan sambil menyipitkan mata. "Nah lho! Elo mau kemana Coeg?" cowok dengan topi Adidas hitam yang dipakai terbalik itu bertanya.

Agam tidak mengubris pertanyaan Nolan itu. Setelah memasang kaitan helm full face merahnya, cowok itu memutar kunci motor sportnya meninggalkan Danu, Nolan serta Wirga.

"Sial! Ternyata kita nggak terlalu kenal sama temen sendiri. Harusnya kita tau, kalau itu cowok nggak bakal berani. Tai lah!" umpat Nolan melihat motor Agam yang semakin menjauh.

"Udahlah! Cuma ToD, lo kayak kerugian 1M," timpal Danu.

Nolan menoleh pada Danu, "Bukan masalah rugi. Tu Manusia nggak tau cara bertanggung jawab sama bibir."

"Apalagi sama cewek bunting." Timpal Wirga disusul kerasnya tawa cowok itu.

"Ada hubungannya gitu?" Nolan bertanya datar.

"Hubungan kita cukup sebatas sahabat, nggak lebih." Jawab Wirga-yang asli sudah melenceng jauh dari bahasan mereka sebelumnya-lalu kembali tertawa.

"Allahu-" Nolan mengerang frustasi sambil mengepalkan tangan.

Duta yang peka akan keadaan, langsung memegang ke dua tangan Wirga ke belakang tubuh cowok itu.

"Apaan lo woy! KDRT ini! Gue laporin komanas HAM lo berdua," anacam Wirga ditengah jahatnya derai tawa Danu serta Nolan yang menggelitiki cowok itu.

Nolan lantas langsung mendang tulang kering Heri, "KDRT huh? KDRT iya?!"

Wirga melompat-lompat menghindari kaki Nolan yang masih berusaha menganiaya tulang keringnya.

Bising yang diciptakan ke tiganya seketika terdengar begitu nyata saat entah malaikat mana yang tiba-tiba melewati parkiran itu hingga sunyi membungkus sempurna.

Danu, Nolan serta Wirga yang dengan cepat sadar diri-bahwa hanya mereka yang bersuara-menghentikan aktivitas mulut mereka. Ke tigaya kompak menatap sekeliling. Orang-orang di sana menaruh fokus pada satu sumber, yaitu tepat di pintu gerbang. Tempat di mana seorang cowok yang anehnya masih mengenakan helm tengah berjongkok di depan seorang gadis.

"Agam?"

***

"Sumpah, ya! Masa' cuma gara-gara gue ngilangin Tuppeware, nyokap gue marahnya gila banget," sungut Windy.

"Yah, lo seharusnya tau kalau Tupperware itu benda keramat bagi emak-emak," Dania sebisa mungkin menyingkirkan tawa dalam kalimatnya mengingatkan Windy itu.

"Ini yang anaknya gue apa Tupperware, sih?" Keluhan Windy itu dibarengi bibir yang mengerucut.

Tawa Dania mendadak keluar tanpa bisa ditahan lagi melihat bagaiamana merah padamnya wajah Windy saat kesal, ditambah dengan betapa semangatnya Sang Surya menumpahkan sinarnya siang ini semakin membakar wajah gadis itu. Dania juga harus menyipitkan mata saat terik itu menusuk ketika mereka memasuki pelataran parkir.

Dan sepertinya Windy tidak pernah kehabisan gagasan untuk ia keluhkan. Buktinya, racauan kesal cewek itu masih setia berbaur dengan bisingnya keadaan sekitar sampai mereka hampir mendekati pintu gerbang. Di sampingnya, Dania masih menjadi pendengar setia.

Hingga sesorang dengan helm full face menempatkan motor sport dengan warna merah miliknya melintang di depan keduanya. Meredam sisa kalimat Windy di ujung bibir.

"Ini orang mau apa sih? Belum pernah ngerasain ditonjok cewek kali ya?" Windy sudah melangkah maju saat lagi-lagi orang itu membuatnya berhenti dengan turun dari motor.

Cowok itu terus melangkah maju hingga melewati Windy. Tujuannya hanya satu, seseorang yang kaku di depan sana.

Kakinya hendak melangkah mundur, namun mata cokelat itu seakan membekukan Dania. Termasuk orang-orang di sekitar mereka. Kini sepasang anak manusia yang belum mengurai kata itu menjadi orbit fokus mereka.

Tepat sebelum dua jengkal dikikisnya, cowok itu berhenti. Dan saat itu Dania menyerah, gadis itu meliarkan pandangan. Ke mana saja, asal tidak bertemu mata hitam sakaligus tajam itu.

Bising kembali menyeruak malu-malu dan telinga Dania mampu menangkap sayup bising itu. Terdengar lebih halus untuk suara konvensional dan terlalu keras untuk disebut berbisik. Karena Dania tau isi bisik itu tantang dirinya dan... cowok ini.

Irisnya berugulir pada punggung tegap yang kini membukungkuk di bawahnya. Entah apa yang cowok itu lakukan. Niat Dania untuk menanyakan maksud cowok itu saat sudah berdiri lagi batal karena tiba-tiba mata hitam itu menyipit dan ia yakin dibalik helm itu tersimpan senyum. Tak cukup sampai di sana, tangan cowok yang tidak dikenalnya itu dengan ringan menyentuh puncak kepalanya.

Kontras dengan bungkamnya Dania, sekelilingnya malah terdengar ricuh dengan teriakan anak perempuan. Termasuk Windy.

Bersamaan dengan cowok itu membalikkan badan, Dania menemukan kembali kesadarannya.

"Tung--akh!" kalimatnya terhenti bahkan selum satu kata terselesaikan. Sesuatu memberati langkahnya dan yang Dania lihat selanjutnya adalah gelap.

Hiruk pikuk menjelma hening berikutnya. Lenyap setelah Dania sukses tersungkur dengan siku dan lutut lebih dulu menyentuh semen parikiran.

Kelopak mata Dania masih setia menyembunyikan bolanya. Membukanya nanti hingga ia mempu mengumpulkan sisa-sisa kepercayaan dirinya. Sampai dimana apa yang ia coba kumpulkan tak kunjun genap, Dania memaksa matanya terbuka. Hanya karena satu suara.

"Nia?"

Tbc...

Belajar woy! Jangan malas kayak yang nulis.

See ya😚

Dari: adeknya Zayn Malik yang males mandi

IneffectiveWhere stories live. Discover now