Chapter IV

1.6K 153 7
                                    

Percy masih mengobrol dengan Annabeth dan Jason saat terdengar suara gemerisik rumput di kejauhan. Instingnya langsung awas, mengatakan ada orang.

Annabeth dan Jason tampaknya juga sadar, lantaran mereka langsung memasang wajah waspada dengan senjata masing-masing di tangan. Percy berdiri dan mengeluarkan Riptide.

"Hei. Bangun," desisnya kepada Caspian. Caspian tersentak bangun dan langsung berdiri.

"Ada apa?" katanya setengah berseru. Seruannya membangunkan yang lain, yang juga langsung berdiri dengan siaga.

"Diamlah. Kurasa ada orang di sana," bisik Percy.

Caspian menatap rerumputan di hadapannya dengan ekspresi curiga. "Aku akan melihatnya."

Setelah menyambar salah satu pedang, tanpa memedulikan tatapan protes yang lain, ia bergegas memeriksa.

"Apa yang dia pikirkan?!" jerit Annabeth frustasi.

"Sebaiknya kita ikuti saja,"

Percy menyiagakan Riptide dan maju ke depan. Annabeth dan Jason tampak mengikuti di belakangnya. Ia memandu mereka melewati semak belukar. Namun Caspian sudah tidak terlihat.

"Kau dengar itu?" bisik Jason. Percy mengerutkan kening, mendengar lebih seksama.

Suara pedang beradu. Dari balik pohon besar. Ia bergegas berlari ke sana. Kemudian, ia mendapati pemandangan yang sungguh menggelikan. Caspian ada di sana, pedangnya terempas ke tanah. Dan ada pula Peter Pevensie, berdiri dengan ekspresi ganas.

Ia ingin menyaksikan hal tersebut, namun jika tidak dihentikan mereka akan saling membunuh. Seperti dirinya dan Jason saat di Kansas, kerasukan arwah Eidolon.

Percy sedang memikirkan bagaimana caranya melerai mereka, saat sebuah seruan terdengar. Suara Susan. Menyerukan nama Peter. Untungnya, baik Peter maupun Caspian menjadi terdiam.

"Hei, kalian. Apa yang kalian lakukan?" kata Percy begitu mereka keluar dari persembunyian.

"Kalian berdua?!" seru Peter dengan tampang tak percaya.

"Yes, your majesty," balas Percy dengan seringaiannya.

Caspian memandang Percy dan Peter beegantian. "Kau," katanya pelan. "Raja Peter?"

Peter memandang Caspian dengan tatapan mencela. Kemudian ia mengoper pedang di tangannya pada Caspian.

"Ada masalah dengan itu?"

"Kupikir kau akan," Caspian terdiam sejenak, tampak berusaha mencari kata yang pas. "kau tahulah. Lebih tua dari ini."

Peter mendengus dan tersenyum mengejek. "Kalau begitu aku akan pergi dan kembali beberapa tahun lagi."

Caspian merengut mendengarnya. Percy dan Jason tertawa keras, saling ber-tos ria. Annabeth hanya tersenyum kecil. Menurutnya tingkah Percy dan Jason sungguh kekanak-kanakan.

Susan bertanya kenapa Caspian memanggil mereka, dan Caspian menjelaskan. Annabeth menyimak, sesekali menambahkan. Percy sibuk memandang berkeliling, dan Jason mengamati Edmund yang menurutnya mirip dengan Nico.

Saat matahari mulai meninggi, sang minotaur menghampiri. Percy mendengarnya berkata seperti, pasukan sudah siap. Kita harus segera melangkah.

Mereka berdiri dan beranjak pergi. Nikabrik memandu mereka melalui kelokan, rimbunan pohon, semak belukar, sampai mereka tiba di sebuah bukit.

"Di bawah bukit ini," Trufflehunter menunjuk. "adalah markas kita."

Susan memicingkan matanya, berusaha mencari celah. "Markas apanya? Di sini tidak ada apa-apa."

"Itulah yang tidak kau tahu," gumam Caspian.

Nikabrik melangkah maju dan memutar sesuatu yang tampak seperti batu. Namun setelah Percy amati, ternyata itu adalah sebuah tuas. Mulut bukit berderak, dan membukalah sebuah pintu. Serombongan centaur keluar dari dalamnya dan berjejer di sepanjang jalan. Mereka mengangkat pedang, untuk menyambut.

Peter jalan paling depan, diikuti yang lain. Lucy melambaikan tangan pada salah satu centaur yang tampak masih kecil. Centaur tersebut hendak balas melambai dengan pedangnya, yang langsung dihentikan oleh tatapan tajam centaur dewasa di sebelahnya.

Begitu masuk ke dalam, Percy disambut dengan kegelapan yang seakan tak berujung. Caspian menemukan sebuah obor dan menyalakannya. Puluhan obor menyala bersamaan, menerangi seisi ruangan.

Percy mengamati dinding. Terdapat banyak goresan di sana. Namun setelah diamati, itu bukan goresan biasa. Goresan tersebut beruapa gambar-gambar dan relief. Menggambarkan petualangan Percy, Annabeth, dan keempat Pevensie.

"Tempat apa ini?" celetuk Peter dari suatu tempat di dekat Percy.

Annabeth memutar otak, dan menimpali. "Menurutku ini Meja Batu."

"Maksudmu?"

Pertanyaan Peter tidak dijawab oleh Annabeth. Namun, Annabeth mengisyaratkan mereka untuk mengikuti.

Mereka menyusuri lorong gelap, dab menemukan sebuah ruangan. Terdapat dinding berukirkan Aslan di sana. Tepat di tengah ruangan, sebuah meja batu yang retak berdiri kokoh.

Tangan Peter menelusuri sepanjang meja. "Inikah tempatnya?"

"Tempat Jadis membunuh Aslan? Yeah," jawab Susan.

"Tapi ia tidak mati cukup lama, kan?" celetuk Lucy.

"Dan ia langsung datang menolong kita. Kenapa sekarang tidak?" gumam Edmund.

Percy terdiam. Andai ia bisa berkomunikasi dengan kakak tirinya yang satu itu. Dan satu ide gila terlintas di benaknya. "Ayah! Annabeth, bisakah mengirim visi mimpi kepada seorang dewa?"

Annabeth tampak berpikir sesaat, dan mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Belum pernah ada yang mencobanya. Dewa bisa mengirim visi pada kita, tapi aku tidak tahu kalau sebaliknya,"

"Hei, kalian," Jason mendadak muncul. "Bukankah Annabeth pernah mengirim pesan dari Tartarus, yang hampir mustahil? Coba saja, bung,"

Percy mengembuskan napas dalam. "Baiklah, akan kucoba."

~#

The Prince, The Royal and The DemigodsWhere stories live. Discover now