Chapter VII

1.3K 144 5
                                    

Percy menatap punggung Caspian yang mulai menghilang ke dalam gua. Jujur, ia bingung. Apa sebenarnya masalah Caspian dengan Peter? Mereka bertingkah seolah merekalah pemimpinnya, tidak ada yang boleh memberi saran.

Percy sebenarnya paham perasaan itu. Ia paham perasaan ingin melindungi, ingin memimpin. Selama ini ia tidak pernah mau melibatkan orang lain dalam masalahnya. Tapi ia sudah belajar banyak. Sepertinya Peter dan Caspian perlu diberi pelajaran tentang hal tersebut.

"Seaweed brain, sebaiknya kita masuk." kata Annabeth, membuyarkan lamunan Percy.

Percy mengangguk. Keempat Pevensie sudah masuk ke dalam, menyisakan mereka berdua di luar. Annabeth menarik tangan Percy dan membawanya masuk.

Pemandangan yang ia jumpai sungguh mengerikan. Ada Peter, berdiri di sebuah lingkaran, dengan sebuah dinding es di depannya. Buruknya, dinding es tersebut berisi Jadis, mengulurkan tangan pucatnya. Ada Caspian yang tersungkur di tanah, menunjukkan kalau sebelumnya ialah yang ada di posisi Peter.

"Ada apa sih?" tanya Jason yang mendadak muncul.

Percy berkonsentrasi dan mengulurkan tangannya, berusaha mencairkan atau paling tidak memecahkan kaca Jadis. Namun nihil. Kaca tersebut terbuat dari es yang mengandung sihir, tidak dapat dihancurkan hanya dengan kekuatan Percy.

Saat tangan Peter nyaris menyentuh tangan Jadis, es tersebut retak. Sebuah pedang menyembul tepat di perutnya. Dan dengan jeritan memekakkan, kaca tersebut pecah. Edmund berdiri di sana, memegang pedangnya tinggi-tinggi. Tampaknya ia yang menusuk kaca tersebut.

"Demi Poseidon, apa yang terjadi sebenarnya?" seru Percy frustasi. Bagaimana tidak? Ia masuk dan mendapati Jadis dengan kaca besar, kemudian Peter nyaris membangkitkannya kembali, dan bla, bla, bla.

"Tanya saja padanya," Peter mengedikkan kepala ke arah Caspian dengan kesal. Caspian memandangnya kesal, sampai Jason menghampiri dan mengajaknya mengobrol.

Percy menghela napas berat. Tidak ada yang bisa diajak berkompromi. Dengan lelah, ia menghenyakkan tubuh di meja batu. Biasanya ia akan melampiaskan kekesalannya dengan berlatih pedang, tapi tidak ada yang mendukungnya untuk itu.

Sampai Annabeth datang dan duduk di sampingnya. Annabeth menyenderkan tubuhnya di bahu Percy, dan memainkan rambut pacarnya itu.

"Kau tampak depresi, seaweed brain," celetuk Annabeth.

"Yeah," gumam Percy. "semua ini membuatku sakit kepala."

Annabeth menatap Percy dengan tatapan are you insane? "Kau benar-benar berbeda dari biasanya."

Percy mengernyit bingung. Ia tidak menangkap maksud Annabeth. Sama sekali. "Apa maksudmu?"

Annabeth mendengus. "Ayolah. You need some practice."

Annabeth menarik tangan Percy untuk berdiri, dan mengambil belatinya. Percy mengambil Riptide dan membuka tutupnya. Sinar perunggu langit dari pedangnya memantul hingga ke seberang ruangan.

Annabeth tersenyum penuh arti, dan menyerang. Mereka mulai berduel. Menyerang, menangkis, menyerang lagi, menangkis lagi. Tak ada yang unggul, tak ada yang kalah.

Percy sedikit menyeringai. Kegiatan tersebut kelewat familier baginya. Kepalanya mulai mendingin, dan ia bisa merasakan gerakannya semakin luwes. Seolah seluruh beban sudah diangkat dari pundaknya.

Duel mereka berlangsung cukup lama. Annabeth sempat unggul, tapi ia membuat kesalahan. Ia menekan Percy mundur dan membuat posisinya terlampau dekat. Percy mengambil kesempatan tersebut, dan menjatuhkan belati Annabeth.

"Aku menang, wise girl," kata Percy. "lagi."

Annabeth mengangkat bahunya tidak peduli. Setidaknya pacarnya telah kembali. Ia memungut belatinya dari tanah, dan duduk kembali. Duel tadi cukup menguras tenaganya.

Percy ikut duduk, saat mereka mendengar suara tepuk tangan. Saat mereka menoleh, mereka mendapati keempat Pevensie berdiri di sana, menatap dengan kagum.

"Kemampuan kalian bagus sekali." kata Susan.

"Maukah kalian ajari kami?" tanya Lucy.

Annabeth tersenyum. Lucy sungguh manis. "Tentu saja. Aku dengan senang hati melakukannya."

"Asal jangan minta Percy saja. Dia itu guru yang buruk." celetuk Jason yang mendadak sudah duduk di samping Percy.

"Hei!" protes Percy. Yang lain tertawa, dan Percy tidak mampu menyembunyikan senyumnya yang kelewat lebar.

Keempat Pevensie bergabung, ikut duduk dan membentuk lingkaran. Seolah tidak ada yang pernah terjadi. Namun, siapapun tahu. Bahkan Lucy sekalipun. Bahwa masih ada perang yabg menanti mereka.

~#

Hai hai! I'm back. Sebelumnya, saya minta maaf. Terlalu pendek? Saya benar-benar sedang mindblown. Dapat kesempatan untuk update saja saya sudah senang sekali. Yah, maaf juga atas ketidak jelasan cerita ini. Mungkin kalian sadar kalau plotnya beda dengan Time and Space. Karena untuk membuat konflik dengan sudut pandang Percy memang sedikit sulit. Yah, semga kalian terkesan.

Keep vote+comment, gracias!

The Prince, The Royal and The DemigodsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang