Undangan Pernikahan

2.1K 151 9
                                    

"Semalem bobo dimana bobo sama siapa bobo sendiri atau sama papa."

"Parah lo, Ka," Taufan tertawa mendengar nyanyian Sakha. "Enak lagunya anjir," Sakha tertawa sambil melepas earphone kanannya. "Dengerin nih," Sakha menempelkan sebelah earphonenya ke telinga Taufan. Teman Sakha itu menatapnya dengan senyum kambing.

"Nice bro. Sumpah beneran enak."

"Udah ah tinggal 55% hp gue." Sakha mematikan musik yang mereka dengarkan, kemudian mengantongi ponselnya. "Eh, lo kemana hari ini?" Tanya Taufan. "Makassar, lo kemana, Pan?" Tanya Sakha balik.

"Solo. Vv apa RON?" Taufan memarkirkan mobilnya. "RON gue. Lo pasti vv kan?" Sakha sok tau. "Kagak, RON juga," Taufan melihat ke belakang, memastikan mobilnya sudah terparkir dengan benar. "Mobil siapa yang bawa balik, Pan?"

"Azmi, sepupu gue, katanya dia udah nunggu sih."

Taufan membenarkan jam tangannya, kemudian mematikan ac dan radio mobil. Kemudian turun diikuti Sakha.

Makassar, Indonesia

"Fan, jagain Feby, ya," Sakha berbicara kepada ponselnya. "Iya, sip Mas Sakha," jawab orang di seberang sana. "Tiati ya," pesan Sakha sekali lagi kepada Afandi. Kemudian meletakkan ponselnya di atas nakas hotel, lalu duduk di pinggir ranjang.

"Bro, lo laper gak?" tanya Sakha kepada Rafli, kapten di penerbangannya kali ini. Tapi karena Rafli belum terlalu berumur, dia lebih senang dipanggil 'Mas'. "Laper sih, Ka. Cari makan yuk," ajak Rafli. Sakha mengangguk.

"Istri lo pasti seneng punya suami kayak lo, Mas," kata Sakha ketika dia dan Rafli sedang berjalan menyusuri lorong hotel. "Ngejek ya, Ka," Rafli tertawa kecil. "Kagak lah. Yakali gue ngejekin kapten andalan gue."

"Gue belom nikah."

"Ciusan? Bohong kan."

"Ngapain bohong dah."

Malam ini seusai makan malam bersama Rafli, Sakha berjalan mengitari hotel sendirian sambil menelpon Taufan. Rafli pergi ke gym hotel untuk olahraga. 

"Lo tau gak," kata Taufan bersemangat.

"Tau apaan?" tanya Sakha malas. 

"Tadi ada yang lahiran di pesawat!" 

"Lah, Serius?"

"Yakali gue bohong, Ka."

"Terus gimana?"

"Ya gitulah, gue mana tau, kan gue di kokpit. Lo tanya aja deh sama Nadine, dia yang ngurusin ibu-ibu lahiran."

"Anjay. Keren parah sih gila."

1.03 p.m
CGK/WIII

Burung besi yang Sakha tunggangi baru saja mendarat di Terminal 3 Ultimate Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Tugasnya hari ini selesai dan dia bisa pulang cepat. Sakha belum tahu mau pergi kemana hari ini, mungkin dia akan ke Bandung atau main game.

Sudah 3 hari Sakha tidak bermain game online, dan itu terasa 1 tahun lamanya. Sakha berjalan menuju ATM dan mengambil sedikit uang untuk jajan. Dia kemudian menunggu Shuttle bus. 

Sepulangnya dari bandara, Sakha mendapati sebuah benda tergeletak di teras rumahnya. Dia menggapai benda itu dan membawanya masuk tanpa melihat isinya terlebih dahulu. Sakha memutar kunci rumah dan membuka pintunya.

Lampu di ruangan ini masih dalam keadaan mati, Sakha berjalan menuju saklar lampu dan menyalakannya. Dia kemudian duduk di sofa ruang tamu dan melihat benda itu. Undangan pernikahan.

'Bapak Sakha Arshana Samudra dan keluarga'

Itu yang tertulis di nama penerima undangan. Sakha membuka plastik pelindung undangan tersebut dan membacanya dengan perlahan. 

Giselle-nikah-dong

Watdeflip

Sakha.

Ditinggal.

Nikah. 

Sakha

watdeflip. Rasanya gue pengen nge-flip meja. Sumpah. Gue ditinggal nikah, lah gue kapan yak? Tapi Giselle nikah di Jakarta, di rumah tetangganya. Eh, bukan bukan. Dia nikah di gedung.

Bingung gue, kenapa dia gak nikah di Belanda aja. Apa di Belanda gak ada tuan kadi ya. Pusing lah pusing. Si Giselle kenapa mau nikah gak ngabarin sih. Besok Kartika masih terbang kayanya. Mungkin gue ngajak Mas David sama Aksa.

Iya sip. Gue bakal ngajak Mas David sama Aksa, untuk memastikan Bapaknya Reff Angkasa gak terbang, gue lebih baik nelpon Mas David dulu.

"Halo, Mas."

"Wasap, Ka. Kenapa nelpon?"

"Lo ada jadwal besok gak?"

"Gue ke Denpasar. Ngeron disana. Lo mau pergi juga?"

"Kirain besok do. Gue mau ngajak ke kawinan temen. Di Aksa besok sekolah? Gue ajak ya."

"Iya ajak aja. Sorry ya, gue gak bisa ikut."

"Iya, Mas, santai aja."

Yakali gue ke nikahan Giselle berdua sama bocil. Mungkin gue bisa ngajak Taufan. Kayanya besok dia libur juga. Gue bakal nelpon Taufan setelah gue nyuci baju, masak, nyiram bunga, dan mandi. Sepertinya gue harus cepet-cepet nyari istri. Haha.

Rumah ini masih terasa seperti dulu, gak ada yang berubah. Semua tata letak barang tetap sama sebelum Bapak pergi. Masih seperti ketika gue duduk di bangku sekolah, saat gue masuk ke dalam kamar Bapak, memori kilas balik rebutan datang ke pikiran gue.

Seandainya hari itu Ibu gak harus cepat-cepat pulang ke Jakarta, gue masih punya malaikat yang dikirimkan Allah buat gue dan Kartika. Jujur dari hati terdalam, sampai detik ini gue masih pengen punya orang tua yang bangga ngeliat anaknya berhasil menjadi sesuatu yang berguna bagi orang banyak.

Gue pengen Bapak dan Ibu bisa ada ketika gue duduk di pelaminan bersama wanita pilihan gue. Gue pengen ngajak Bapak dan Ibu umroh pake uang hasil gaji gue sendiri. Seandainya gue masih bisa melihat mereka bahagia menikmati hari tuanya, itu pasti menjadi satu hal yang membuat gue seneng banget.

Gue iri bayangin banyak orang bisa nikahan didampingi orang tuanya, gue iri liat temen gue yang cerita kalau ayah mereka seneng banget punya anak pilot. Andaikan gue bisa mengulang masa lalu, gue pasti bakal selalu menghargai tiap detiknya.

Gue sering duduk di pinggir jendela kamar gue sambil mengingat ketika gue diajarin bela diri sama Bapak. Pria itu mau gue jadi jagoannya.

Hai. Aku jarang update ya? Wkwkwk. Ada 1 alasan knp aku jarang update. Yaitu karna voice call tiap malem :v Jadi aku join grup, namanya unch unch squad, kek fanbase Mutia Soeprapto gitu deh. Yang join ke grup ini pasti tau, aku paling rese dan gak pernah tinggal ikutan voice call. Bahaha.

*eniwey multimedia sm isi cerita kaga ada hubungannya :v

Sakha's JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang