PROLOG

28.8K 3.9K 460
                                    

"Kamu nggak ikut masuk, Ban?" tanya wanita paruh baya itu saat membuka seatbelt.

"Enggak, Ma, aku tunggu di mobil aja," jawab lelaki itu, lebih memilih tidur dalam mobil daripada mengekori sang Mama.

"Sekali-kali ikut lah, Ban, biar Mama kenalkan sama temen-temen Mama."

"Males, Ma," jawab Gibran, bersiap memejamkan mata.

Namun, bukan Zulaikha namanya jika tak mampu membuat anaknya keluar dari mobil, "berarti kamu nggak sayang Mama kalo nggak mau ikut keluar," ucapnya dengan nada memelas.

Gibran membuka mata, menengok ke arah sang Mama, "Ma," geramnya. Selalu saja mengatakan demikian jika dirinya tak mau menuruti kemauannya.

Zulaikha tetap memasang tampang memelas di hadapan Gibran. Meski dalam hati menghitung mundur dari angka lima.

Gibran mendesah, "iya, aku masuk," putusnya mengalah.

Zulaikha tersenyum penuh kemenangan, "makasih Iban anak Mama," ucapnya. Turun pertama dari mobil kemudian diikuti Gibran.

Memasuki rumah megah yang bercat latar berwarna putih, Gibran mulai tak acuh saat Mamanya memperkenalkan dengan beberapa wanita paruh baya. Dirinya hanya diam, bersalaman, senyum bentar, kemudia menyisih.

"Ganteng ya anakmu, Jeng," komentar Ibu pertama saat menemui Gibran.

"Kaya selebgram," tambah Ibu kedua.

Gibran sudah mulai jengah, berniat meninggalkan tempat ini pada hitungan ke sepuluh. Memandang Zulaikha, sang Mama dengan bentuk kebingungan. Tak mengerti kenapa para wanita sangat menyukai acara kumpul tak jelas begini?

Tak jauh dari tempat Gibran berdiri, ada seorang gadis dengan dress putih selutut dipadu dengan sepatu kets berwarna senada yang sedari awal Gibran memasuki ruangan tak mengalihkan pandangan matanya barang sedetik pun. Gadis itu mengamati lelaki dengan postur tinggi tegap yang terlihat enggan berdiri di tempat ini, namun tetap memperlakukan Mamanya dengan sopan. Satu tarikan di sisi bibirnya tercipta.

"Mikh!" Tepukan di pundak gadis itu menghentikan senyumannya.

"Mbak Kil nggagetin aja," kesalnya karena kesenangannya terganggu.

"Gue cariin dari tadi malah bengong di sini, Masmu minta kita pulang sekarang."

"Mas Janu mau jemput?" tanya gadis itu polos.

"Woy, Kil!" Satu panggilan membuat keduanya menengok. Gibran berdiri di sana, "lo ngapain di sini?" tanya Gibran pada keduanya, pada Kila lebih tepatnya.

"Biasa, cari dana buat acara kawinan," ucap Kila bangga menyebut kawinan di depan Gibran, "gelar jomblo menahun gue bakal tergantikan juga," ujarnya tersenyum.

"Elah..."

Gibran tak menyadari jika sedari tadi gadis di sebelah Kila terus mengamatinya.

"Eh, kenalin ini adiknya Januar, Mikha," ucap Kila memperkenalkan.

Gibran menengok, "Gibran," ucapnya menjulurkan tangan.

Mikha masih terdiam sejenak, kemudian menerima uluran tangan Gibran, "hallo, jodoh," ucapnya.

M O N O K R O MWhere stories live. Discover now