Dua Puluh Enam

1.5K 334 24
                                    

Maapkeun ... Bukan maksud PHP. Tadi asal copas aja ke wattpad. Belum di edit. Udah main publish. Eh pas dibaca lagi kok nggak sreg ... Jadilah terbengkalai sampai berhari2 sampai berbulan2 wkwk

Jangan lupa vote dan komen.

***

"Mikha mau pulang ke rumah Papa," ucap Mikha ditengah keheningan mobil Gibran yang melaju tanpa hambatan.

"Mau beli seblak dulu nggak?"

"Nggak usah," jawab gadis itu memilih melihat jalanan lewat kaca di sampingnya.

Gibran  bukan tak tahu maksud pertanyaan Mikha padanya. Dirinya lebih dari sekedar paham. Hanya mendiskripsikannya yang sulit.

Setelah lebih dari setengah jam perjalanan, Outlander hitam milik Gibran berhenti di depan rumah megah milik keluarga Wibisana. Jalanan nampak sepi.

Gibran maupun Mikha memilih diam di menit pertama. Tahu keadaan akan semakin hening, Mikha berniat membuka seatbelt dan keluar dari mobil ini.

Tertahan. Gibran menahan tangan Mikha yang memegang seatbelt membawanya tetap duduk di sana. "Tahun ini umur gue udah 32 tahun, Mikh. Seumur hidup gue baru menjalani komitmen satu kali selebihnya hanya kabur angin. Berpindah dari satu wanita ke wanita yang lain. Selama ini mereka tak pernah menuntut hubungan yang jelas. Jadi, saat lo bertanya kita ini apa, gue bingung menjelaskannya, Mikh."

Gibran mendekatkan wajahnya, memangkas jeda di antara mereka. "Gue nggak tahu bagaimana seorang lelaki menyatakan perasaan secara romantis seperti drama korea yang sering lo tonton itu."

Dari jarak sedekat ini, Mikha mampu menghirup aroma mint deru napas lelaki itu. Menyapu setiap jengkal wajahnya. Mikha tak berkutik saat Gibran makin mendekatkan wajahnya, menempelkan bibirnya pada milik Mikha. Diam beberapa detik.

"Terserah lo mau nyebut kita pacar atau jodoh. Yang jelas lo sudah berhasil menyelesaikan misi menyembuhkan hati gue. Selamat!" Sedetik kemudian bibir kenyal itu kembali menjadi santapan Gibran. Lebih dalam dari yang sebelumnya.

Mikha pun membiarkan tubuhnya merespon sendiri. Tangannya tanpa di perintah merangkul leher Gibran agar jarak diantara mereka pupus.

Gibran pun tak kalah terbawa suasana. Tubunya makin menempel pada Mikha hingga rok gadis itu naik sampai pangkal paha.

Sayangnya, saat Gibran hendak bergerilya lebih. Sebuah cahaya menyorot tajam pada mobil mereka. Sialan.

Pertautan itu akhirnya terlepas. Gibran maupun Mikha sama-sama menetralkan panas yang sudah menjalar hingga ubun-ubun. Sebelum akhirnya mereka menoleh pada mobil di hadapannya.

Jeep Wrangler milik Januar juga berhenti di depan kediaman Wibisana. Januar terlebih dahulu turun di susul Kila. Dalam kondisi hamil Kila nampak sedikit loncat dari dalam.

Gibran membuka seatbelt Mikha, kemudian merapikan kemeja milik Mikha. Mengaitkan satu kancing atas kemeja itu yang baru Gibran sadari sudah terbuka.

Mikha keluar dari mobil, begitupun dengan Gibran.

"Lain kali pakai jazz aja lo, biar kalau turun dari mobil nggak usah loncat. Ngeri gue nontonnya." Komentar Gibran saat tahu Kila tersenyum padanya.

"Tenang. Ini sudah profesional."

"Kamu pulang, Mikh?" Januar bertanya pada Mikha.

Mikha mengangguk dua kali, "Papa nyuruh Mikha pulang."

Januar beralih menoleh pada Gibran. "Terima kasih sudah mengantarkan Mikha pulang tanpa kurang suatu apapun meski satu helai rambutnya tertinggal di jaket kamu," ujar Januar menyindir. Mengambil satu helai rambut Mikha yang memang tertinggal di jaket yang Gibran kenakan.

M O N O K R O MWhere stories live. Discover now