NAFAS X 2

12.4K 922 47
                                    

NAFAS x 2

Aku duduk cemas di kursi kamarku, riasanku yang tadinya sedikit berantakan sudah dipermak lagi jadi cantik sedia kala. Kakiku bergerak gelisah kala mendengar keluhan penghulu di luar sana yang sedang menunggu calon pengantin pria yang belum muncul batang hidungnya.

Kan bener.

“Gagal kawin lagi, Buk. Beneran. Udah, Rin jadi perawan tua aja.” Keluhku yang bangkit dari kursiku karena putus asa.

Ngomong opo kowe iku? Ngomong iku seng apik (Bicara apa sih kamu itu? Bicara itu yang bagus)!” Sentak Ibu kesal dan memukul pantatku cukup keras, beberapa kerabat perempuan yang juga ada di dalam kamarku tertawa melihat kelakuanku dan Ibu.

“Batal, Buk. Ibu itu enggak tau bedanya guyonan sama seriusan sih?” Keluhku kesal.

“Mamanya Ilham loh setuju.” Semprot Ibu tak mau kalah.

Longgoh!” Suruhnya dan menyentak tanganku untuk kembali duduk. Terpaksa aku kembali duduk di kursi lagi dan gelisah lagi.

Doa iku seng apik, Rin (Doa itu yang bagus).” Adik ibu ikut berkomentar. “Nek elek malah isok-isok dijabani wali lewat. Amit-amit (Kalo jelek malah bisa-bisa kejadian. Jangan sampai).” Imbuhnya dan aku menjadi semakin, dan semakin gelisah.

‘SAH! ALHAMDULILLAH.’

Aku menatap Ibu bingung. SAH. Apanya yang sah?

“Sah, Buk?” Tanyaku tak tahu-menahu.

Ilham wis ngucapno ijab kabul iku (Udah ngucapin ijab kabul itu).” Jawab Ibu dan membantuku untuk berdiri.

“Kapan, Buk?” Tanyaku polos. Sumpah, aku enggak denger dia mengucapkan ijab kabul. Kapan, sih? Apa gara-gara aku gelisah sendiri makanya enggak denger.

Wis, saiki dadi bojone uwong (udah. sekarang jadi istri orang).” Ucap Ibu yang merapikan kebaya putihku. “Ayo metu! (ayo keluar!)” Ibu dan adik ibu, Bulek Ami membantuku berjalan keluar dari kamar menuju Ilham yang berada di luar sana yang entah kapan sudah ngucapin ijab kabul, tiba-tiba saja si penghulu berteriak heboh ‘Sah’.

Perlahan tapi pasti, Ibu dan Bulek Ami menuntunku menuruni tangga teras yang cuman lima tangga itu. Ilham sudah berdiri di samping meja ijab kabul tadi. Dia sudah berganti kemeja putih dan jas hitam ala-ala pria yang kawinan itu.

“Senyum. Ojok mecucu ae (Jangan cemberut aja).” Bisik ibu.

Kusunggingkan senyum cantikku yang akhirnya enggak jadi batal nikah dua kali dalam sehari dan batal jadi perawan tua seumur hidup.

“Ayah serahin tanggungjawab Ririn ke kamu, Ham.” Ucap Ayah yang meletakkan tangan kananku pada tangannya. “Tuntun anak Ayah jadi istri yang sholeha.” Imbuhnya.

Insha allah, Yah.” Ucap Ilham dan tersenyum jahil padaku. “Bini.” Bisiknya tepat pada telingaku.

“Enggak lucu.” Sahutku kesal.

“Enggak luculah. Lah ini nikahan, yang ada hepi-hepian.” Sahutnya dan menuntunku naik ke atas kuade dan duduk di atas singgasana semalamku.

“Dih!” Aku menatap tamu-tamu yang baru datang, di depan pintu masuk yang terdapat pintu dengan rangkaian bunga-bunga plastik, tadinya ada foto pre-wedding-ku dengan Riko blangsat dan sekarang sudah hilang entah kemana. Mungkin diinjek-injek terus dibakar sama Ibu. Masa bodo. Enggak peduli aku.

“Jangan cemberut gitu! Entar puas-puasin malam pertama. Gua pasrah lo minta gaya apa aja.” Goda Ilham dan mencubit punggung tanganku.

“KDRT!” Kesalku.

Crazy Marriage [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang